Puisi: Takdir Tanpa Pilihan
Fajar datang menusuk bola mata ...
Impuls rasa sakit menyerang kepala ...
Kuawali pagi dengan derita ...
Menyambut matahari yang penuh cahaya ...
Langit terlihat gelap.
Udara terasa sesak.
Tubuhku tak mampu bergerak.
Kakiku sakit seakan membawa beban berat.
Dalam kacaunya lautan memori;
Aku diharuskan mengingat.
Dalam lautan lumpur berwarna hitam pekat;
Aku diharuskan melangkah.
Celah resolusi telah merapat.
Menyisakan sebuah jalan yang terlihat gelap.
Diriku takut akan tersesat.
Timur dan barat bagai sinonim dalam pikirku.
Pernah rasanya kuingin berontak.
Namun ruang dan waktu menolak.
Bangunan-bangunan menyempit membuatku terhimpit.
Semua terasa lambat seakan mengalami dilatasi waktu.
Namun setitik cahaya bersinar di tepi.
Menumbuhkan harapan kecil di dalam hati.
Kuputuskan 'tuk meraihnya mengukir sejarah.
Mengikuti kepakan sayap kup-kupu yang indah.
Kuharap ia akan menuntunku pada akhir yang bahagia.
Bukan pada angin ribut maupun merahnya bulan berdarah.
Entah apa yang menungguku di depan sana.
Akan kulalui dengan segenap jiwa.
Puisinya bagus
makasih :D