Puasa di Perantauan
Bagi seorang perantau seperti saya saat-saat paling menyedihkan adalah saat memasuki bulan Ramadhan. Disaat setiap keluarga berkumpul, berbuka dan sahur bersama disaat itulah hati ini selalu bergetar. Entah mengapa, pemandangan yang akrab yang ditunjukkan tetangga kiri-kanan kontrakan saat berbuka bersama bisa menyentuhku. Padahal jika dipikir-pikir sesungguhnya tak ada yang berbeda. Toh, sudah sewajarnya sekeluarga duduk dilingkar meja menikmati hidangan bersama-sama.
Mungkin karena ini bulan puasa, mungkin saja gumamku dalam hati. Saya hanya bisa berbuka dan bersahur bersama kawan-kawan sekontrakan, ya....kadangkala menghadiri undangan buka bersama yang diadakan oleh komunitas atau kawan saya yang lain. Itupun kalau ada. Bagi saya, masjid adalah tempat terfavorit untuk menghibur diri sekaligus mengisi perut dengan gratis. Maklum, gratisan makan adalah kesenangan paling menyenangkan bagi perantauan seperti saya.
Dengan makan beramai-ramai rajaman ingat tentang keluarga pun bisa berangsur-angsur terobati. Tetapi ada hikmah tersendiri bagi saya karena jarak itu. Hehehe meskipun tidak terlalu jauh sih sebenarnya, hanya YOGYA-Surabaya, dibandingkan saudara-saudara saya yang dari Aceh, Sulawesi, Kalimantan dan seterusnya. Tetapi apapun itu jarak tetaplah berjarak mau dekat atau jauh sama saja.
Hikmah terbesar yang saya dapat sangat sederhana yaitu yang namanya keluarga ketika datangnya bulan Ramadhan ada dimana-mana. Sungguh sangat menyenangkan. Seandainya saja kekeluargaan seperti yang terjadi di bulan Ramadhan ini terjadi pada bulan-bulan lainnya saya yakin Indonesia akan menjadi rumah sesungguhnya bagi kita sebagai penduduk Indonesia.
Salam kopi Hitam.