MUSEUM OF MINE
Menyoal seni dan tradisi sosio-politik kemasyarakatan seperti menyoal tubuh dan ruh dalam diri manusia. Tubuh tanpa ruh jatuh tersungkur tak berdaya, sementara ruh tanpa tubuh bisa gentayangan tak jelas juntrungannya.
Tradisi sosio-politik bisa diandaikan sebagai tubuh sedangkan seni adalah ruh yang menggerakkan, mengubah, mendinamisasi dan menghidupkannya, karena tradisi sosio-politik bertumpuh pada gerak tubuh manusia dan ruh (seni)adalah jiwanya. Meski sesungguhnya tradisi sosio-politik merupakan hasil dari kreativitas manusia bernama seni.
Mo Li Mo sudah menjadi common sense dalam tradisi masyarakat Indonesia khususnya Jawa. Sebuah ajaran yang mengajak manusia untuk menemukan kekamilan di dalam dirinya. Sebuah pencapaian tertinggi yang menjadikan manusia menemu kemuliaan. Namun apa sesungguhnya makna dari MO Li Mo sehingga memiliki fungsi penghantar manusia menemu ruang diam sejatinya bernama Kamil.
Pada masa kejayaan para Raja Nusantara terdahulu muncul aliran sempalan dari Hindhu-Budha bernama Bhairawa-Tantra. Sebuah aliran yang memiliki upacara Pancamakara atau MO LI Mo sebuah ajaran pemuja Dewi Durga, Dewi kali, Dewi bumi. Metode ritualnya membuat lingkaran di sebuah setra semuanya bertelanjang bulat antara laki-laki dan perempuan. Di tengah-tengah lingkaran tersebut terdapatMangsa (daging), Madsiya(ikan) Madya (mabuk) setelah menu tersebut selesai di santap berikutnya adalah melakukan Maituna (hubungan seksual) lalu Mudra (bersemedi).
Dalam tingkatan tertinggi ubo rampe tersebut diganti dengan daging manusia, ikan hiu, dan darah manusia. Aditya Warman dikenal sebagai pendeta tertinggi pada sekte ini dengan gelar wisesa daraning (penguasa bumi)
Pada gilirannya apa yang disebut agama adalah apa yang datang dari langit atau samawiyah sementara apa yang dilahirkan di bumi merupakan kreatifitas manusia. Dengan demikian Bhairawa-Tantra yang merupakan sempalan bukanlah suatu agama jika dilihat dari prespektif tersebut melainkan "karya seni" yang lahir dari kedalaman jiwa manusia yang mendamba kekamilan.
Seiring berjalannya waktu Molimo ala Bhairawa-Tantra pun di baca ulang kemudian di rekontruksi, reduksi dan di dekontruksi oleh Sunan Bonang sedemikian rupa. Lewat apa? Tentu saja lewat jalan seni. Sunan Bonang mengambil ujud upacara Bhairawa-Tantra namun mengubah ubo rampe, bacaan-bacaannya serta tata caranya yang dikemudikan hari kita kenal dengan tradisi Slametan. Sementara itu muncul tafsir di tengah-tengah masyarakat bahwa molimo dimaknai mo main (tidak berjudi), mo madat (tidak mengkonsumsi narkoba), mo ngombe(menjahui minuman keras), mo maling (tidak mencuri), mo madon (tidak berzina).
Seni dalam sudut pandang sufi seperti Dzunnun al-Misri merupakan ungkapan kebenaran yang mengajak atau mengantar jiwa manusia menuju ke yang Maha Benar. Disinilah seni memainkan peranya. Dari apa? Tentu saja dari dinamika sosio-politik yang tengah berkembang pada setiap jaman. Karena seni adalah ruh yang memiliki daya reduksi, rekontruksi dan dekontruksi atas segala hal tanpa menghilangkan esensi dari yang lama dan seni itu sendiri. Memang sudah lazim dikatakan bahwa sejarah di tulis oleh para pemenang. Tetapi sejarah tak kan bisa tertulis tanpa peran seniman.
Dalam perkembangannya jaman menuntut manusia untuk memberi tafsir dan menafsir apa saja yang melingkupinya tak terkecuali MOLIMO sesuai konteks jamannya, karena hal itulah yg diajarkan oleh para leluhur kita terdahulu.
Museum of mind dalam hal ini seakan hendak menarik garis merah dari apa yang terlanjur lahir di tanah Jawa dengan tema Molimo yang diusungnya.