[Fiksi] Data dari Microchip

in #indonesia7 years ago

kode-sandi.jpeg

Benny Panduwarta baru saja akan memindai sidik jari jempolnya pada pegangan automatic flying step, ketika lampu tanda notifikasi menyala di atas layar televisinya. Seketika, terpampang wajah seorang pemuda di layar televisinya. Hanya dengan mengarahkan telunjuk ke arah layar tersebut, Benny telah memperoleh data lengkap pemuda yang wajahnya terlihat di situ.

Joko Andi, Kelahiran Papua, 13 Desember 2000, Agen Satuan Tugas Penyelamatan Benda Bersejarah, begitu tertulis di sudut kanan bawah layar televisinya. Benny tersenyum, sepuluh tahun lalu, dia termasuk salah satu anggota proyek pembentukan satuan tugas tersebut.

“Selamat pagi, Pak Benny. Bapak tentu telah memperoleh informasi lengkap tentang diri saya,” ujar pemuda itu dari layar televisi.

“Ya, tentu saja. Saya bahkan juga tahu ukuran sepatumu 43 dan kamu senang warna biru. Yang saya bingung, kamu suka gado-gado, tetapi tidak suka ketoprak, padahal dua-duanya pakai bumbu kacang,” balas Benny sambil tertawa, “Tapi itu tidak penting, yang penting kita harus terus melestarikan makanan tradisional itu, di tengah gencarnya arus makanan fusion, campuran menu berbagai bangsa yang semakin disukai anak muda sekarang”.

“Baiklah, Pak Benny. Saya hanya ingin memberi tahu bapak, bahwa satuan tugas kami telah berhasil menemukan kembali naskah tulisan bapak puluhan tahun silam, dan terima kasih kepada cucu bapak, Annisa, untuk bantuannya,” demikian dijelaskan pemuda yang bernama Joko Andi tersebut.

Benny teringat setahun lalu, sepulangnya dari menerima penghargaan Scout Journalism Award dari WSC, Annisa sempat memberitahu bahwa cucu kesayangannya itu mendapat selembar kertas dengan tulisan tangan yang cukup rapi. Kertas itu diterima Annisa di Bandar Udara (Bandara) Internasional Abu Dhabi II, sewaktu dirinya dan Kak Fanny hendak kembali ke Indonesia.

Seorang perempuan setengah baya yang mengenakan kerudung berwarna ungu tiba-tiba mendekatinya.

“Annisa?”, tanya perempuan itu.

Annisa mengangguk dan perempuan itu langsung menyerahkan kertas tadi sambil berkata dalam Bahasa Inggris yang fasih, “Give it to your grandfather, give itu as soon as you meet Benny”.

Segera setelah menerima kertas itu, sang perempuan segera beranjak. Tak berapa lama kemudian, telah menghilang di balik kerumunan orang dalam bandara tersebut. Annisa sempat tertegun, demikian pula Kak Fanny. Keduanya terpana, sampai akhirnya Annisa membuka lembaran kertas itu.

To Benny Panduwarta, hanya itu yang terbaca jelas. Lainnya adalah rangkaian huruf tak beraturan, berselang-seling dengan angka: N32Y6 R2YY N02Q2W4 5VS 0R2 0WW2R0 QV 52W7 097PY JHC.

Sepakat dengan Kak Fanny, Annisa segera tahu bahwa itu adalah kalimat sandi yang harus dipecahkan kode sandinya. Dia segera memindai lembaran kertas itu dengan jam tangannya, kemudian mengirimkan hasil pemindaian itu kepada Opa Benny.

Tak perlu waktu lama, Benny berhasil mengarahkan Annisa memecahkan kode sandi tersebut. “While still waiting for the plane, ask Annisa to find Abdul 138”, demikian bunyi pesan dalam lembaran kertas yang diterima Annisa itu.

Tapi siapa Abdul? Apa pula artinya kode angka 138 itu? Ah, ya. Benny teringat dia pernah menggunakan kode B-8 dalam tulisan-tulisannya, sebagai penanda bahwa dialah yang menulis karya itu. Terkadang B-8 ditulisnya B8 atau bahkan 138, karena huruf “B” bisa dipisah tulis seolah-olah angka “13”.

“B8, Annisa,” teriak Benny pada cucunya melalui saluran percakapan langsung yang terdapat pada jam tangan Annisa.

Annisa segera tahu, dia harus mencari tulisan B8 di bandara itu. Tak perlu waktu lama, baik Annisa maupun Kak Fanny sama-sama menyadari bahwa B8 adalah nomor salah satu pintu keberangkatan di bandara tersebut.

Annisa dan Kak Fanny sebenarnya akan berangkat menggunakan pesawat Garuda Indonesia dari pintu keberangkatan F5. Namun mereka cukup beruntung telah berada di bandara itu dua jam sebelum keberangkatan. Masih cukup waktu untuk segera menuju pintu keberangkatan B8. Menumpang robotic flying motor yang memang disediakan untuk para pengguna jasa Bandara Abu Dhabi II.

Hanya perlu waktu kurang dari tiga menit, keduanya telah berada di pintu keberangkatan B8. Annisa dan Kak Fanny sempat mencari-cari siapa Abdul yang dimaksud, ketika serombongan pramugari dari salah satu maskapai yang berangkat dan tiba di bandara itu lewat. Seorang pramugari menepuk pundak Annisa dan dengan cepat menyelipkan sebuah microchip di tangan gadis itu.

Dari sebelah sana, seorang laki-laki berkacamata hitam mendekat ke arah mereka, mencoba memperhatikan dari dekat. Annisa segera memasukkan benda yang diterimanya ke saku dalam jaketnya. Si laki-laki yang melihat Annisa tak memegang apa-apa, kemudian menjauh dan menghilang. Sementara Annisa melihat rombongan pramugari yang berjalan santai seolah tak pernah seorang pun bersentuhan dengannya. Di salah satu tas pramugari itu dia melihat nama yang tertera di situ “Abdulayeva Azerian”.

Telepon Dicuri

Annisa dan Kak Fanny kembali ke pintu keberangkatan F5. Di dekat situ ada sebuah kafe. Keduanya masuk dan memesan masing-masing secangkir teh manis dan donat untuk Annisa serta roti isi daging cincang untuk Kak Fanny.

Annisa kemudian membuka bagian belakang telepon genggamnya, memasukkan microchip yang diterimanya ke dalam salah satu bagian telepon itu. Annisa mencoba menyalakan telepon genggamnya, tidak ada apa-apa di layarnya. Hanya tulisan microchip detected but can not open the file.

“Coba deh kakak lihat,” tutur Annisa.

Kak Fanny menyentuh layar telepon genggam miliknya yang diletakkan di sebelah cangkir tehnya.

“Iya nggak bisa terbaca ya, Nis,” balas Kak Fanny.

Keduanya lalu menyelesaikan makan dan minum mereka, membayar dan ke luar dari kafe siap-siap boarding ke dalam pesawat. Ada dua petugas bandara yang sedang berada di depan pintu kafe, menyebabkan Annisa dan Kak Fanny harus berjalan agak melipir melewati keduanya. Baru mau melangkah, lagi-lagi ada halangan. Sepasang manula lewat duduk di atas kursi roda otomatis.

Namun akhirnya Annisa dan Kak Fanny berhasil masuk ke pintu keberangkatan F5. Keduanya lalu duduk menempati kursi sesuai nomor yang tercantum pada tiket masing-masing. Tak berapa lama kemudian pesawat jet Nusantara 2000 produk Indonesia sendiri yang digunakan sebagai pesawat komersial Garuda Indonesia menyalakan mesin dan berjalan di apron bandara.

Tanpa sengaja Annisa memegang saku jaketnya, dia tercekat. Beberapa kali Annisa memeriksa sakunya, kosong. Tak ada apa pun. Padahal dia yakin, telepon genggamnya disimpan di situ. Tiba-tiba dia teringat kembali dengan tatapan lelaki berkacamata hitam di kafe tadi. Bulu kuduknya berdiri, tatapan itu terasa mengerikan.

Benarlah, setiba di Jakarta dengan dibantu Kak Fanny, Annisa memeriksa kembali semua bawaannya. Selain jaket, dia juga memeriksa ransel yang dibawanya masuk ke kabin pesawat, bahkan kopor yang dimasukkan ke dalam bagasi. Telepon genggamnya benar-benar tidak ada. Hilang, dan mengingat kembali lelaki berkacamata hitam itu, Annisa yakin telepon genggamnya memang dicuri.

“Pasti lelaki itu mengincar microchip yang kamu terima, Nis. Dia pasti juga melihat kamu memasukkannya ke dalam telepon genggammu waktu kita tadi di kafe,” ujar Kak Fanny.

Annisa mengangguk, wajahnya sedih. Namun kembali cerah setelah Kak Fanny mengeluarkan telepon genggam miliknya. Ternyata selama di luar negeri, mereka telah membuat koneksi khusus antartelepon genggam masing-masing. Maka apa yang ada dalam telepon genggam, pesan masuk, catatan percakapan, dan sebagainya, juga tertera dan tersimpan pada telepon genggam milik Kak Fanny. Begitu juga sebaliknya.

Untungnya pula, microchip yang dimasukkan dalam telepon genggam Annisa, kini data lengkapnya juga sudah ada dalam telepon genggam Kak Fanny. Persoalannya, apa isi data tersebut, sampai sekarang keduanya belum berhasil mengetahuinya.

(Bersambung)

Sort:  

Hey @bertsinaulan, great post! I enjoyed your content. Keep up the good work! It's always nice to see good content here on Steemit! Cheers :)

Yaaaahh bersambung
Kejam. Padahal mulai tertarik membacanya 😭

Hahaha, gak bisa nulis sekaligus, diselang-seling dengan nulis yang lain juga. Terima kasih untuk apresiasinya

Di tunggu, kelanjutan dari cerita yang sangat menarik