7 Puisi untuk 77 Tahun Sutardji Calzoum Bachri

in #indonesia6 years ago

Tanpa terasa, sang Presiden Puisi Indonesia – Sutardji Calzoum Bachri (SCB), genap berusia 77 tahun pada 24 Juni 2018 ini. Maka sebagai persembahan kepadanya, berikut tujuh puisi saya tentang SCB yang saya tulis dalam kurun 2016 sampai 2018. Ada yang sudah pernah dipublikasikan cukup luas, tetapi sebagian baru kali inilah ditampilkan. Selamat membaca, disertai selamat ulang tahun kepada SCB, semoga selalu sehat, sukses, sejahtera, dan tentunya menulislah dan membacalah puisi terus bagi kita semua.

linguistikid-com.jpg
(Sutardji Calzoum Bachri. Foto: linguistikid.com)

Presiden Puisi

  • buat SCB

Presiden dia, presiden memang
meski hanya di dunia puisi
acap terang kadang remang
tetaplah karyanya penuh berisi.

Jakarta, 17 Agustus 2016

Mata Air Puisi

Batu tukap
kapak paktu
ke mana dia bersedekap
mandang murung diam membatu?

Ngiau!
bergerak-gerak penuh semangat
maju tanpa tercekat
ngiau!

Kucing meong melompat-lompat
mengasah cakar pada batang pohon
singsingkan baju lengan dilipat
tak perlu ragu palagi memohon.

Ngiau!
ngiau!
air mata henti bernapas lega
berubah jadi mata air puisi pelepas dahaga.

Taman Ismail Marzuki-Jakarta, 1 Mei 2017

Masih Gagah Dia

Bergetar bertemu dengan Bang Tardji,
sudah lama tak jumpa, masih gagah dia
meski bertambah tua, runtutan kalimat
masih tertata bergelombang penuh pesona
bagai mantra yang membuat pendengarnya
terbius dalam kata, dalam kalimat.

Tak salah jadi Presiden Penyair Indonesia
begitu sebutannya, panggilan sesama penyair
juga para pewarta yang biasa meliput
seperti kudulu, pernah sekali dua
menonton aksinya baca puisi menggelegak
yang bikin didih darah menulis setiap kita,
itulah seorang Sutardji Calzoum Bachri.

(catatan sepulang menghadiri peluncuran buku puisi Secangkir Kopi Sekanak karya Rida K. Liamsi, yang diluncurkan penuh semangat oleh Sutardji Calzoum Bachri di Perpustakaan Nasional, 15 November 2017).

Perpustakaan Nasional, 16 November 2017

Meong dan Ngiau

Meong kataku, ngiau kata Sutardji
tentulah lebih unik dan lebih bergetar
mengucap ngiau daripada sekadar
meong yang terlalu umum
biasa.

Maka ketika Tardji membuka mulut
dan meneriakkan ngiau
semua ikut berngiau
ngiau
ngiau
sementara meongku tak
digubris, terlalu biasa
umum.

Lagi pula siapakah aku
sekadar penulis penyusun kata
dan masih jauh, sangat
dibandingkan Sutardji Calzoum Bachri
sang Presiden Penyair Indonesia.

Ngiau
ngiau
ngiau
berkali-kali,
aku: meong.

Bintaro Sektor IX, 21 November 2017

Buat Tardji

Berkerat-kerat bir sudah ditinggalkannya
bau alkohol tak lagi dia larut
telah masa lalu segalanya
ke depan lebih baik saja dia turut.

Tapi kreatifnya tetap ada
puisinya tetap bernada
kata dan lariknya tak mengada-ada
tak hilang mutu tidak berbeda.

Dari dulu sampai kini
sebut saja nama Sutardji
presiden semua di ranah puisi
jelas sudah memang berarti.

Halo lorong rongga
menembus busa sarang
berselancar cari risalah
bunga ngarah rahasia
batu tunaikan kantuk
tuk
tuk
tuk
tukar bir dengan kopi
pikir semua jadi puisi
buatku
buatmu
buat Tardji.

Jakarta, 5 Juni 2018

Cuma Satu: Tardji!

Amuk masih
mengamuk angkat kapak
ooooooo
teriakan mantra perjuangan
puisi Indonesia tetap jaya.

Amuk
kapak
o
cuma satu:
Tardji!

Jakarta, 24 Juni 2018

Ayolah Bang

  • Di ulang tahun SCB 24 Juni 2018

Bang, satu lagi puisi
kami nanti di sini
biar tak lagi terlunta
damai saja penuh cinta.

Di tengah-tengah riuh pikuk
politisi dan segala orang angkat bicara
yang cuma bikin wajah tertekuk
puisimu harusnya ada bersegera.

Mari bang penuhi bumi dengan larik-larik kalimat
bernada indah daripada omongan dendam kesumat
yang tak berarti dan hanya bikin rusuh
ketika ujaran kebencian terus-menerus bikin lusuh.

Ayolah Bang.

Bintaro Sektor IX, 24 Juni 2018

Sort:  

Bisa dibilang 7 puisi adalah puisi persembahan. Puisi yang sengaja dibuat oleh seseorang untuk orang lain. Puisi ini hadir dan ditujukan untuk kang tardji.

Penyair seakan menangkap signal bahwa dunia puisi juga kerap mengalami seperti dunia kreatif lainnya yakni terang dan remang.

Saya pikir puisi ini memang pas momentnya untuk mengenang perjalanan usia kang tardji ke-77. Salam puisi dari Tanah Sakera yang penuh cinta