How to Write Historical Fiction | Tips Menulis Novel Sejarah | #AyoMenulis_17
Tips Menulis Novel Sejarah
Oleh @ayijufridar
NOVEL berlatar sejarah banyak ditulis bahkan kemudian difilmkan. Pada dasarnya, menulis novel sejarah sama sama dengan menulis novel lain. Bedanya, dalam penulisan novel sejarah, karakter utamanya sudah ada. Penulis hanya menyesuaikan saja. Demikian juga dengan peristiwanya. Penulis memiliki pilihan untuk menambah tokoh dan peristiwa imajinatif.
Apa yang menjadi panduan dalam penambahan tokoh dan peristiwa imajinatif?
Kuncinya, apakah penambahan tokoh dan peristiwa imajinatif tersebut memperkuat cerita atau tidak? Novel Pedang Tuhan karya Kamran Pasha, menambah tokoh fiktif Mariam yang menjalin asmara dengan Salahauddin Al-Ayyubi dalam Perang Salib yang dahsyat itu. Penambahan bukan saja pada karakter, tetapi juga pada budaya di dalamnya yang sudah mendapat sentuhan modernisasi dan menyebabkan penulisnya sempat mendapat kecaman karena budaya tersebut dianggap tidak sesuai dengan tradisi Islam. Tapi itu adalah masalah lain.
Dalam menulis novel sejarah, kita harus menjaga keutuhan karakter tokoh dan logika meski mendapat sentuhan moderenisasi. Gabriel Garcia Marquez saat menulis novel biografi Simon Bolivar dalam Sang Jenderal Dalam Labirinnya, sempat keliru menulis Bolivar memakan buah mangga dalam sebuah bab. Ternyata, belakangan ia tahu pada masa itu belum ada buah mangga di sana sehingga ia menggantikan dengan apel.
Riset lengkap
Sebelum menulis novel sejarah, kita harus membuat riset mengenai kisah bersangkutan. Riset bisa turun langsung ke lapangan (field research), mewawancara tokoh yang terlibat langsung (saksi sejarah), atau orang yang memiliki kewenangan, atau orang yang memiliki kapasitas. Riset juga bisa melalui buku (library reseacrh), jurnal, dan berbagai sumber lainnya yang kredibel.
Dalam banyak kasus, dalam riset tersebut kita berhadapan dengan fakta sejarah yang saling bertabrakan. Mana yang harus dipercaya kalau kedau sumber tersebut sama-sama kredibel. Kalau berhadapan dengan kondisi seperti ini, saya cenderung menggunakan logika dan menganalisis data-data yang ada. Menjumpai kembali sejarawahan, saksi sejarah (kalau masih ada), atau mengonfirmasikan kembali dengan sumber data yang lain sampai menemukan data yang cukup meyakinkan.
Kalau seluruh tahapan di atas sudah dilalui dan masih ada yang fakta sejarah yang bertolak belakang, ambil salah satunya. Biarlah fakta yang diangkat ke fiksi tersebut mencuat ke permukaan, menjadi polemik, sampai datang data baru yang lebih meyakinkan. Seperti yang ditulis dalam novel Einstein Girl karya Philip Sington, dalam dunia fiksi, kebenaran terkadang lebih bebas disuarakan.
Mewawancarai penjaga makam Putroe Neng di Blang Pulo, Lhokseumawe, Aceh, untuk mengumpulkan data sejarah.
Foto direkam oleh @masriadi, 10 Juni 2009.
Outline
Menulis kerangka dalam penulisan novel sejarah, sepertinya menjadi keniscayaan. Outline akan menjadi panduan bagi penulis dalam mencurahkan kisah bab demi bab. Dengan adanya outline, seorang penulis sudah tahu data yang dibutuhkan dalam setiap bab, sudah tahu apa yang harus ditulis dalam setiap bab. Ibarat orang yang hendak melakukan perjalanan jauh, sudah mengetahui rutenya, sarana transportasi yang dibutuhkan, serta bekal yang harus dibawa. Singkatnya, dengan adanya outline seorang penulis sudah menghindari masalah sejak awal.
Lebih jauh tentang outline dapat dilihat dalam postingan sebelumnya pada tautan berikut:
https://steemit.com/writing/@ayijufridar/should-outline-before-writing-or-perlukah-outline-sebelum-menulis-or-ayomenulis03
Wawancara narasumber
dalam penulisan novel sejarah membutuhkan banyak data dan kisah dari berbagai narasumber. Pengertian narasumber dalam fiksi sama seperti dalam jurnalistik; orang yang mengalami, orang yang melihat, orang yang mendengar, orang yang berwenang, dan orang yang berkompeten. Gunakan narasumber yang relevan sebanyak mungkin, baik sebelum penulisan maupun setelah penulisan. Wawancara setelah penulisan dibutuhkan untuk mengonfirmasikan akurasi data dan peristiwa.
Buku fiksi, bukan sejarah
Novel adalah karya fiksi, bukan buku sejarah yang terikat untuk menghadirkan fakta sejarah kepada pembaca. Bahwa seorang novelis harus menghadirkankarakter seorang tokoh seindah warna aslinya, itu benar. Namun, seorang penulis bebas menggunakan kreativitasnya agar novel tidak kering, lebih menarik, dan membangkitkan imajinasi pembaca.
Keharusan menjaga keaslian karakter dan dorongan membuat kisah menjadi lebih menarik, terkadang melahirkan kontroversi. Tidak masalah, sebab setiap orang memiliki fokus yang berbeda. tidak heran, dalam novel sejarah sering kita temukan catatan tentang sejarah, baik di halaman depan maupun di belakang. Dalam catatan tersebut, biasanya penulis memaparkan keaslian sebuah peristiwa, karakter penokohan, sampai lokasi.
Dalam novel The Revenant yang sudah difilmkan dengan judul sama dan dibintangi Leonardo DiCaprio, penulis Michael Punke memaparkan sejumlah akurasi historis. Dia juga memaparkan sejumlah akurasi sejumlah tokoh, ada tokoh yang benar-benar nyata seperti Hugh Glass, banyak juga tokoh fiktif. Demikian juga dengan lokasi dan peristiwanya. Tidak ada larangan menghadirkan tokoh fiktif untuk memperkuat cerita.
Ada yang menganggap menulis novel sejarah lebih mudah karena sudah ada jalinan cerita dan tinggal menambah di sana sini. Ada juga yang menganggap lebih sulit karena terikat dengan akurasi sejarah sehingga mengekang kreativitas. Namun, sebelum menulis novel sejarah Anda tidak pernah tahu permasalahan dan kenikmatannya.
Jadi, ayo menulis novel sejarah.[]
Kaver novel Putroe Neng yang diterbitkan Gramedia Widiasarana Indonesia (Grasindo) pada 2010 yang merupakan novel berbasis sejarah.
How to Write Historical Fiction
By @ayijufridar
NOVEL has a lot of history written even then filmed. Basically, writing a history novel is the same as writing another novel. The difference, in the writing of historical novels, the main character is already there. The author just adjusts it. Likewise with the event. The author has the option to add imaginative figures and events.
What is the guide in the addition of imaginative figures and events?
The key, whether the addition of figures and imaginative events that reinforce the story or not? Kamran Pasha's novel The Shadow of the Swods, adds to the fictional character of Mariam who had an affair with Salahauddin Al-Ayyubi in that great Crusade. The addition not only to the character, but also to the culture within which has got a touch of modernization and cause the author had received criticism because the culture is considered not in accordance with Islamic tradition. But that is another matter.
In writing history novels, we must maintain the integrity of character and logic despite the touch of modernization. Gabriel Garcia Marquez while writing the biographical novel Simon Bolivar in The General in his Labyrinth, had mistakenly written the Bolivar eating the mango in a chapter. Apparently, later he knew at that time there was no fruit mango there so he replaced with apples.
Full research
Before you writing a history novel, you must make research on the story. Research can go directly to the field (field research), interviewing directly involved figures (witnesses of history), or people who have authority, or people who have the capacity. Research can also be done through books (library reseacrh), journals, and other credible sources.
In many cases, in the research we are faced with contradictory historical facts. Which one should be trusted if the source is equally credible. When faced with this condition, I tend to use logic and analyze existing data. Re-encounter historians, historical witnesses (if you can get it), or re-confirm with other data sources until they find enough convincing data.
If all the above steps have been traversed and there are still historical facts that are contradictory, take one of them. Let the fact that is lifted to the fiction sticking to the surface, becomes polemic, until the new data comes more convincing. As written in Philip Sington's novel The Einstein Girl, in the world of fiction, truth is sometimes more freely voiced.
Outline
Writing a framework in writing a history novel, seems to be a necessity. Outline will be a guide for writers in devoting chapter by chapter. With an outline, a writer already knows the data needed in each chapter, already know what to write in each chapter. Like people who want to travel far, already know the route, the means of transportation needed, and supplies to be brought. In short, with an outline a writer has been avoiding problems since the beginning.
More about the outline can be seen in the previous post at the following link:
https://steemit.com/writing/@ayijufridar/should-outline-before-writing-or-perlukah-outline-sebelum-menulis-or-ayomenulis03
Interview source
in the writing of historical novels requires a lot of data and stories from various sources. Understanding sources in fiction the same as in journalism; the person who experiences, the person who sees, the person who hears, the competent person, and the competent person. Use relevant sources as much as possible, both before writing and after writing. Interviews after writing are required to confirm the accuracy of data and events.
Historical fiction, not a historical book
The novel is a work of fiction, not a history book bound to bring historical facts to the reader. That a novelist must present the character of a character as beautiful as his true color, that is true. However, a writer is free to use his creativity to keep the novel dry, more interesting, and evoke the reader's imagination.
The necessity of maintaining the authenticity of character and encouragement makes the story more interesting, sometimes giving rise to controversy. No problem, because everyone has a different focus. no wonder, in history novels we often find records of history, both on the front page and behind. In the note, usually the author describes the authenticity of an event, characterizations, until the location.
In the novel The Revenant which has been filmed with the same title and starring Leonardo DiCaprio, author Michael Punke exposes a number of historical accuracy. He’s also exposed a number of accuracy figures, there are really real characters like Hugh Glass, many also fictitious figures. Likewise with the location and event. There is no prohibition of presenting a fictional character to reinforce the story.
Some one think that writing a history novel is easier because there is a tangle of stories and just add here and there. Some one also find it more difficult because it is tied with historical accuracy so as to curb creativity. However, before writing a history novel you never knows the problems and the pleasures.
So, let's write a history novel.[]
Photos by @masriadi (June 10, 2009).
Menarik sekali. Di Meureudu, Pidie Jaya, ada dua tokoh ternama yang hidup di masa Iskandar Muda. Kedua-duanya diangkat panglima perang dan penasehat panglima perang dalam upaya Aceh merebut kembali Malaka dari tangan Portugis. Sayangnya kisah Teungku Japakeh atau nama aslinya Jalaluddin sedikit sekali referensinya. Kemudian Malem Dagang, referensinya sama sekali nihil. Bagaimana cara menginisiasi perihal tersebut.
Salam kenal Pak @gabrielmiswar.
Salam kenal kembali Pak @jharyadi.
Memang salah satu kesulitan menulis novel sejarah adalah sulitnya mendapatkan referensi dan narasumber yang menguasai kisah tersebut. Cerita yang belum lengkap tersebut, bisa dikembangkan dengan membuat outline dan daftar pertanyaan yang komprehensif. Terkadang, bukan minimnya referensi, tetapi kita belum menemukannya. Bisa jadi, ada hikayat masa lalu (yang juga fiksi) yang bisa dijadikan referensi.
Tapi kalaupun tetap tidak ada atau belum menemukan, saya memilih untuk mengimajinasikannya saja sebagian besar kisah dan tokoh. Biasanya, kalau sudah ditulis sudah ada respon dari pembaca atau pengamat. Nanti bisa dibuat versi revisi.
Menurut saya begitu @gabrielmiswar. Kisah Teungku Japakeh menarik untuk ditulis dan pasarnya sudah ada. Kan ada Batalyon Infanteri Japakeh di Aceh. Bayangkan kalau pihak Yonif Japakeh itu mengambil seribu buku untuk para perwira, pprajurit, dan tamu mereka. Itu bisa jadi buku wajib di Yonif Japakeh. agi penerbit, di tengah kelesuan pasar buku, dengan adanya potensial pembeli sejak awal, akan lebih tertarik untuk menerbitkannya.
Kapan2 ajarin saya bg yaa..
Ayo @abupasi.alachy. Saya yakin Abu bisa menulis novel sejarah para tokoh Islam. Misalnya, tokoh Khalid Bin Waled menarik untuk ditulis. Kemudian, Sang Penakluk Andalusia, Tariq bin Ziyad, juga sangat menarik untuk ditulis. Abupasi pasti memiliki referensi yang banyak.
InsyaAllah pak..bereuh2 nyan.
Di awak blah deh nanggroe mandum dituleh Abu. Geutanyo gadoh dawa bak keude kupi. Nyan bek laloe le, lon preh novel Tariq bin Ziyad.
Segolom neupreh nyan..lon preh droneuh peuruno lon menulis yg bagus le..
Kalau ke Lhokseumawe hari ini, kabari @abupasi.alachy. Kami menulis seharian ini.
Siap bg..
Ulasan yang cukup lengkap dan teknis sekali. Saya sarankan sahabat steemian segera mempelajari ilmu yang diberikan Pak @ayijufridar ini. Kalau bisa segera dipraktikkan agar ada hasilnya.
Salam pena kreatif
Terima kasih @jharyadi. Tiga dari empat novel saya tentang sejarah, dan banyak menulis cerpen sejarah. Salam pena kreatif.
Saya justru selama ini menulis buku nonfiksi. Saya belum pernah menulis novel dan ingin sekali mencobanya. Kalau cerpen, saya sudah biasa membuatnya. Namun, kalau novel, kayaknya saya harus belajar dari Pak @ayijufridar ..he..he..he....Sepertinya saya akan menulis beberapa buku kisah perjuangan (sejarah) seperti yang Pak Ayi tulis. Terima kasih atas inspirasinya.
Salam pena kreatif
Menulis buku dan menulis novel hanya menyetel cara berpikir dan cara menyampaikan kisah melalui tulisan. Saya pikir, tidak terlalu sulit kalu sudah bisa menulis. Seperti kata Gonawan Mohammad, menulis itu seperti menggowes sepeda, kalau sudah terbiasa, kita sudah bisa menjaga keseimbangan.
#SalamPenaKreatif.
Terima kasih atas support-nya Pak. Insya Allah saya akan mencobanya.
Alahmak, cemburu kita, tak juga bergerak hingga kini.
Bro @rismanrachman sudah meluncur kok ngaku belum bergerak....
Kuncinya, apakah penambahan tokoh dan peristiwa imajinatif tersebut memperkuat cerita atau tidak? Novel Pedang Tuhan karya Kamran Pasha, menambah tokoh fiktif Mariam yang menjalin asmara dengan Salahauddin Al-Ayyubi dalam Perang Salib yang dahsyat itu. Penambahan bukan saja pada karakter, tetapi juga pada budaya di dalamnya yang sudah mendapat sentuhan modernisasi dan menyebabkan penulisnya sempat mendapat kecaman karena budaya tersebut dianggap tidak sesuai dengan tradisi Islam. Tapi itu adalah masalah lain
Novel Cinta Kala Perang sesungguhnya juga tergolong sejarah, meski sejarah zaman now, hehehehehe....
pembacanya anak jaman now
Risetnya itu loh bang @ayijufridar, butuh kesabaran dan keseriusan. Terkadang informasi bisa berbeda-beda sehingga harus dikonfirmasi agar bisa dapat yang akurat. Benar-benar harus meluangkan waktu dan punya "bekal" cukup.
Saya sering mengalami adanya perbedaan data dan cerita dari berbagai narasumber berbeda, Sista @mariska.lubis. Ketika dicross check dengan sumber ketiga, malah ada versi lain lagi. Akhirnya, setelah menganalisa, memilih yang paling rasional. Kalau semuanya sumber sama kuatnya, menggunakan feeling saja. Salah pun tidak masalah. Yang salah kalau kemudian tidak menulis ketika menghadapi kendala demikian.
great post and good tips for writers
Thanks so much @jyoti-thelight.
Ah keren, ini adalah hal paling sulit menurutku. Menulis novel sejarah karena harus menggabungkan dua hal untuk dijadikan satu.
Wah bukunya masih ada nggak ya bang @ayijufridar di gramed?