Lebih Tapatnya; Kotor Itu Baik
Belajar dari iklan, kami ingin beraneka macam noda.
Iklan produk pembersih muka menampilkan jerawat, komedo, kantung mata, bahkan kerutan, sebagai masalah yang harus dilenyapkan. Ini adalah kata-kata yang disebut bercak tanah atau cipratan makanan. Pun bekas minyak dan lemak yang tersisa di peralatan makan untuk menyiratkan kotoran.
Segala bentuk noda ini bisa dilakukan dengan begitu lugasnya dinarasikan, dan didramatisasi sebagai rupa dari petaka. Noda kemudian menjadi pemaknaannya agar tidak hanya menimbulkan ketidaknyamanan untuk diri sendiri, tetapi juga dapat menularkan ketidaknyamanan tersebut kepada orang lain. Sebagai contoh, perkara satu jerawat kecil yang muncul diperjalanan dapat membuat seorang remaja urung pergi ke pesta. Padahal, dipikir ulang, setitik itu tidak sebanding dengan 99% bagian yang lain yang masih mulus. Kenapa? Ini karena tulisan berhasil mengatakan bahwa tidak ada yang nyaman. Karena iklan, kita bertingkah untuk dilihat orang lain. Kita berpayah mematahkan diri untuk melayani penglihatan orang lain..dll
Kemudian datanglah penyelamat (?)
Setelah menggembor-gemborkan teror, langkah selanjutnya adalah lagu sang penyelamat. Segala bentuk kesusahan dan ketidaknyamanan yang ditimbulkan baik oleh jerawat, noda pakaian, atau kuman yang bertebaran, kemudian mendapatkan penawarnya. Begitu proses konsumsi terjadi, lalu antiklimaks. Panggung pun usai.
Kami ingin kembali ke tujuan apa pun di dunia ini, yang kurang lebih untuk membantu melariskan dagangan, kita bisa saja melihat narasi ini secara terbalik. Dalam artian, sebuah produk cuci tangan tidak hadir untuk menjawab blus kami terhadap bakteri. Sangat sering digunakan untuk alasan untuk membeli produk kebersihan tersebut. Oleh karena itu, jargon salah satu iklan deterjen berbunyi kotor itu baik , saya kira lebih tepat: kotor itu duit .
Go here https://steemit.com/@a-a-a to get your post resteemed to over 72,000 followers.