Sistem Kebudayaan Aceh (Book Review Acehnologi Vol 3)
Sistem Kebudayaan Aceh. Setelah sebelumnya review mengenai Jejak Budaya Aceh maka lanjutannya ialah bab Sistem Budaya Aceh. Bab ini mengulik sistem kebudayaan Aceh dengan menitik beratkan pada masyarakat Aceh dalam hal menciptakan, merekayasa dan mempertahankan sistem kebudayaan tersebut. Nah kemampuan orang Aceh dalam memunculkan budaya ini kemudian dijabarkan dalam tiga konsep : I (saya), being(keberadaan), dan action (aksi) (h.805).
Berdasarkan tiga konsep inilah penjabaran mulai diberikan oleh penulis dalam bab ini. Pertama mengenai I(saya) yang dalam bahasa Acehnya lon. Sedangkan keberadaan dalam bahasa Aceh ialah na. Penjabaran semakin meruncing pada tiga konsep ini yang saling terkait. Ditegaskan bahwa yang menjadi pra-syarat kemampuan dari orang Aceh dalam membuat atau membangun kebudayaan ialah turi droe(kenal diri). Dan ketika telah mengenali diri sendiri maka pengaplikasiaanya ialah dengan bentuk rasa syukur. Kemudian dari paparan tiga konsep yang begitu megesankan tersebut penulis menggaris bawahi bahwa apa yang muncul pada orang Aceh pada masa ini telah berganti pemaknaan, tepatnya hanya bersifat ritualistik dan simbolik semata.
Dan sebagai pembahas lanjutan penulis memberikan pertanyaan yang cukup mendalam mengenai ketiga konsep yang telah dipaparkan sebelumnya. Secara garis besar mengandung makna apakah ketiga konsep yang telah dijalankan tersebut sangat terbelakang atau malah menjadi awal dalam kemajuan berfikir orang Aceh ?
Source
Selanjutnya dalam bab ini terdapat kutipan-kutipan pemikir mengenai era pencerahan di barat. Pengkaitan kajian Aceh dengan persoalan era pencerahan di barat dilakukan oleh penulis sejatinya karena alasan bahwa pada era yang sama yakni abad 16 dan 17 di Aceh juga terjadi peristiwa kebangkitan akal dankebangunan very abstrak system of ideas.
Kemudian diterangkan bahwa penerapan very abstrak system of ideas telah berhasil dilakukan oleh orang Aceh. Sistem berfikir orang Aceh ini lantas memberikan pengaruh kepada orang Jawa dengan mengislamkan mistik orang Jawa yang serba Hindu dan jika pengaruh yang diberikan kepada ranah dunia Melayu yakni mengislamkan tatanan kekuasaan di beberapa kerajaan Melayu. Menariknya penulis kemudian menegaskan bahwa ketika hal ini dilakukan maka rakyat Aceh tidak lagi mempunyai konsep untuk memciptakan kembali very abstrak system of ideas.
Setelah itu penjabaran mengenai reusam serta juga tradisi yang dilakukan di tepi laut. Namun pengruh reusam ini hanya tidaklah sama seperti dulu, ketika pengaruhnya dirasakan keluar dan ke dalam.ketika pengaruhnya hanya kedalam maka saat ini lebih dipandang sebagai local wisdom. Apa yang sedang berlangsung di Aceh saat ini ialah sebuah proses yang diistilahkan chainsaw art. Kutipan ini diambil penulis dari Ian Morris. Kalau dalam bahasa Aceh chainsow yakni alat untuk memotong kayu. Istilah ini untuk memangkas dan menguasai bumi serta laut Aceh yang telah dilakukan oleh pihak barat. Ketahanan orang tempoe dulu dalam mempertahankan dari kepungan pihak luar sangat luar biasa. Maka saat ini bisa dikatakan hal ini tidak lagi dilalui dengan senjata dan suara dentuman melainkan dengan kekuatan ilmu pengetahuan dan “tanda tangan”(h.819). Begitulah sedikit uraian review dari bab ini, selanjutnya mungkin juga akan pada review yang sama buku Acehnologi. Semoga ada manfaatnya.
yang saya pahami , budaya orang aceh berakar dari agama islam..., dan ada 4 pilar yang masyarakat aceh pegang di masa itu yakni Adat bak Poteu Meureuhôm. Hukôm bak Syiah Kuala. Kanun bak Putroe Phang. Reusam bak Laksamana.
Dalam buku Acehnologi sendiri pembahasan tersebut telah terulas pada bab sebelumnya yaitu Jejak Budaya Aceh. Ulasannya begitu mendalam diberikan penulis terhadap makna yang terdapat pada setiap simbol dari penggalan ungkapan tersebut.
UPVOTE! https://steemit.com/news/@bible.com/6h36cq
UPVOTE! https://steemit.com/news/@bible.com/6h36cq