Steemit dan Pergerakan Literasi
Kehadiran steemit membawa angin segar bagi dunia literasi. Sejak steemit hadir, banyak anak muda dan masyarakat mulai membiasakan diri untuk menulis. Geliat ini tentu menjadi kabar baik bagi perkembangan literasi. Sebelumnya, saya ingat betul bagaimana sulitnya mengajak teman-teman agar mau menulis. Saat itu, ketika mengisi pelatihan menulis bagi mahasiswa di kampus, pegiat LSM, tau pun teman-teman komunitas, saya selalu menyampaikan agar mereka mau menulis. Tidak hanya itu, saya bahkan juga bersedia membantu mengedit tulisan yang dikirim ke email saya sebelum dikirim ke media jika mereka mau mencoba menulisnya. Namun sayang, saat itu hanya segelintir orang saja yang bersedia menulis. Selebihnya hanya menjadi pendengar budiman dan mengira bahwa skill menulis bukanlah sesuatu hal yang penting untuk dikuasai.
Hari ini keadaanya sangat berbeda. Sejak steemit hadir, banyak yang tiba-tiba menyukai menulis. Jika sebelumnya pegiat literasi butuh perjuangan ekstra untuk membumikan literasi, saat ini bahkan ada yang menulis sambil makan terasi. Ide tentang terasi yang menggoda selera makan itu langsung dijadikan tulisan dan posting di steemit. Ide tulisan bermunculan dengan sendirinya. Menulis dianggap jauh lebih mudah dan menyenangkan.
Jauh berbeda dengan sebelumnya yang bahkan jika diberikan ide tulisan pun jarang yang bersedia menulisnya. Tidak hanya itu, hari ini di grup WA atau melalui chat pribadi, saban hari ada yang mengirimkan link tulisannya untuk minta dibaca dan dikoreksi, bahkan tanpa diminta sekalipun. Suatu hal yang sebelumnya langka terjadi. Heheh...
Kita patut senang dengan perubahan yang luar biasa ini.
Kehadiran steemit membawa pengaruh positif bagi pergerakan literasi, khususnya di Aceh. Selain memancing orang untuk menulis karena reward yang diberikan, platform ini juga mengajarkan steemians untuk menghasilkan karya berkualitas. Steemit sangat menghargai originalitas. Setiap tulisan yang diposting adalah harus milik sendiri, bukan hasil copy paste seperti yang terjadi di akun sosial media lainnya. Jika tidak, steemians akan langsung didatangi oleh cheetah, robot pendeteksi plagiasi. Bermutu atau tidaknya seseorang dan tulisannya, sangat ditentukan dari bagaimana kita menghargai originalitas karya dan manfaat postingan kita bagi orang lain.
Terlepas dari itu semua, kita patut berbangga dan senang dengan kehadiran steemit yang telah membawa angin segar bagi pergerakan literasi. Steemit telah melahirkan banyak penulis. Kini membumikan literasi jauh lebih mudah dibandingkan sebelumnya. Jika dulunya banyak yang mengaku betapa sulitnya mencari ide dan mengulasnya menjadi tulisan, namun kini, cangguek (katak) saja bisa jadi ide tulisan. Ini menunjukkan bahwa menulis itu tidaklah sesulit yang kita kira. Seperti tagline Forum Aceh Menulis (FAMe) bahwa "Siapa pun bisa menjadi penulis, kecuali yang tidak mau."
Terima kasih banyak Steemit. Berkat dirimu, kini banyak orang tertarik untuk belajar menulis. ^_^
Mungkin karena iming-iming imbalan, orang jadi rajin menulis, hingga cangguk dan terasi pun jadi bahan inspirasi untuk menulis hihi
😂
Semoga kita tetap istiqamah menulis
Sukses buat @asmaulhusna
~Keep Writing~
Terima kasih banyak ☺
Sama-sama Husna