Penilaian Anak
STEMIANS hari ini saya bercerita soal penilaian terhadap anak. Ini karena saya baru saja mendengarkan cerita miris dari seorang teman. Bahwa, ada seorang murid sekolah dasar, melakukan tindakan asusila terhadap teman sebayanya. Petugas sekolah menemukan pasangan anak ini di sebuah toilet dalam kompleks sekolah. Tindakan itu lalu diselidiki oleh orang tua bersama dewan guru. Tentu tak apik menyebutkan nama sekolah itu.
Kesimpulannya, guru dan orang tua menemukan fakta mengejutkan. Ternyata di rumah, kedua anak ini dipasang WiFi. Tentu untuk memudahkan kinerja orang tuanya. Maklum, orang tuanya terbilang sibuk. Tak bisa jauh dari jaringan internet.
Ternyata lagi, si anak diberikan tab-yang dikira orang tuanya-hanya buat maen games. Ternyata, dari situ, anak itu mengakses youtube. Secara kebetulan, akses youtube ini menampilkan pergumulan intim orang dewasa. Itu pula yang dicoba sang anak itu.
Cerita miris itu lalu mengingatkan saya pada anak saya di rumah. Secara kebetulan, saya membatasi aksesnya terhadap handphone. Jika pun dia memegang handphone, saya dan ibunya kerap menemani. Itu pun dengan waktu terbatas.
Setelah itu, anak-anak akan diajak bermain layaknya seusianya. Maka, terkadang main karet, klereng, dan mainan anak lainnya. Saya tak bermaksud menyatakan pola asuh dan pola nilai keluarga saya sudah benar.
Tentu, setidaknya, sebejat apa pun orang tua, berharap anaknya akan jadi anak yang baik, soleh, solehah. Itu semua harapan orang tua. Termasuk saya.
Orang tua anak yang saya cerita di atas tadi tentu terkejut. Sejak itu, dia mulai membatasi akses internet untuk anaknya. Nah, kembali ke pola nilai anak, sebaik apa pun yang kita lakukan, sedikit banyak akan membekas di ingatan anak. Apakah hasil akhirnya anak itu akan baik? Belum tentu. Faktor lingkungan patut diperhatikan.
Terkadang anak meniru lingkungannya. Di situlah, saya selalu meminta anak menceritakan apa yang dikerjakan di sekolah, di tempat bermainnya, dan teman-temannya. Saya jadi tau siapa saja temannya.
Namun, setidaknya saya sudah berusaha memberikan yang terbaik. Setidaknya menurut saya. Tentu, saya berharap tidak salah menilai dia. Menjadikan dia teman, dan terus berdiskusi dengan dia. Saya ingin menjadi temannya. Agar dia lebih leluasa cerita.
Jadi, dia bisa curhat apa saja, tentang apa saja. Sehingga saya tau sejauh mana dia bergaul. Tentu, kita punya pendekatan berbeda. Saya hanya berdoa, dari tujuh lapis langit dan bumi, seluruh doa terbaik buat anak saya.
Setidaknya, saya berharap dia lebih baik dibanding saya. Lebih hebat dibanding saya. Lebih kokoh dan kuat dibanding saya. Semoga.
sangat miris bang ceritanya..
sungguh sangat disayangkan jika hal-hal seperti itu terjadi pada anak-anak, mau jadi apa penerus bangsa kita kedepannya.
saya juga pernah melihat hal demikian,
Tema yang hangat bang @aiqabrago khususnya yang sudah menjadi orang tua bagi si anak. Saya pikir perlu dibacakan oleh setiap orang tua guna mendidik sang buah hatinya.
Menurut saya setiap orang tua tidak hanya cukup menjadi teladan saja bagi anak-anaknya, tetapi mereka harus memberikan bimbingan dan perhatian khusus terutama bagi anak-anaknya yang masih labil dan juga dibawah umur supaya tidak terjadi hal-hal yang serupa dengan kisah diatas.
Harus tetap berada dalam pengawasan orang tua. Kasus ini mengingatkan kita selaku orang tua untuk berhati-hati.
Miris sekali membacanya bg @aiqabrago diusia yang masih kecil harusnya mendapatkan perhatian kusus kepada anak, karena merekalah penerus generasi mendatang apabila moralnya sudah rusak siapa yang akan rugi, semoga bisa menjadi sebaik baik pelajaran
Cerita yang sangat bermanfaat,. Untuk semua Ayah dan juga tentunya untuk calon Ayah, bagaimana mensikapi setiap keadaan dan perubahan anak,. Jagalah anak, berikan masukan dan arahana yang bermanfaat...
memang miris sekali bang,,,
tapi dibalik cerita miris itu kita bisa mengambil hikmah bawah, dengan kemajuan teknologi ,,ada yang bisa kita mamfaat dan ada yang bisa menjadi malapetaka bagi kita semua,,terimakasih
Sangat miris dan menyayat hati sekali postingannya ya Kurator @aiqabrago Pendidikan didalam keluarga yang menurut saya harus ditingkatkan oleh masing-masing orangtua, dimana pendidikan non formal ini dapat menjadi tindakan preventif agar seorang anak jauh dari hal-hal yg bersifat asusila....... Salam dari saya @suhadi-gayo serta ucapan terimakasih telah bertindak sebagai sponsor dalam kontes menyambut Hari Bumi (Earth Day) yang kebetulan saya juga turut berpartisipasi sebagai peserta.
Ini yang harus diperhatikan dan menjadi hal yang sangat penting bagi kita sebagai orang tua. Jika bisa untuk anak dibawah usia SMP jangan pernah untuk memberikan mereka handphone pintar. Dan jika pun mereka memakainya untuk permainan, batasi serta blokir semua akses yang berbaur hal yang tidak wajar. Semoga ingin bisa menjadi pengalaman untuk kita semua.
Keberhasilan anak sangat tergantung pola komunikasi orang tua dalam mendidik, meskipun teknik mendidik antara satu keluarga dengan keluarga lain sangat berbeda2 tetapi tujuannya sama menjadikan anaknya lebih baik dan terarah...
Teknologi ada sisi baik dan buruk, dalam kasus ini orangtua yang bersalah, karena tak mendampinginya dalam teknologi karena anak-anak selalu ingin mencoba bentuk dari penasarannya. Sukses @iqabrago ini postingan yang berguna agar orang tua selalu memperhatikan buah hati mereka sesibuk apapun.