Review Acehnologi ( III : sistem kebudayaan Aceh )
Salah satu aspek fisik dan metafisik dari kebudayaan Aceh salah sat kesimpulan yang pernah di bangun dari tulisan-tulisa tersebut adalah ilmu-ilmu sosial dapat di temukan dalam teori yang di mulai dari aspek meta-teori, melalui penelitian yang mendalam terhaddap budaya Aceh, khususnya di tepi laut. Dengan kata lain proses pemahaman yang bersifat filosofis terhadap kawasan tersebut tidak menutup kemungkinan akan di temukannya upaya untuk merekontruksi ulang format kehidupan sosial kemasyarakatan di Aceh.
Pra-syarat kemampuan orang aceh di dalam membangun kebudayaan adalah turi droe (kenali diri) adapun prosesnya adalah mengenali ‘saya’ yang ada pada diri mereka sendiri. dengan kata lain, mereka yang menjadi produsen budaya adalah mereka yang telah mampu menafsirkan keberadaan dirinya di bumi ini. Dari proses tersebut akhirnya di buat fondasi untuk bertindak di mana orang aceh agak nya selalu memakai falsafah yaitu ingat, seimbang, syukur. Maksudnya apapun yang dilakukan harus di ingat, bahwa ada kekuatan lain di luar dari manusia.
Di dalam memproduksi kebudayaan dalam bahasa aceh dikenal dengan istilah timang ( sejajar) disini di pahami bahwa budaya orang aceh selalu bertujuan menyeimbangan hubungan manusia dengan tuhan, manusia dengan alam, dan sesama manusia.
Mereka yang sudah mengenal diri selalu berupaya menciptakan atau merekayasa ritual yang bersifat simboik sebagai tanda syukur, di dalam kebudayaan aceh sesuatu yang baik elalu di katakan dengan mangat, misalnya haba mmangat atau pajih mangat. Bagi orang aceh khabar bik selalu berawal hasil-hasil proses keseimbangan yang positif dari tiga aspek ( tuhan, alam, dan manusia) jadi jika manusia sukses selalu di picu oleh keseimbangan dengan alam dan tuhan.
Di dalam konsep berfikir orang aceh di temukan konsep ‘I’ ‘being’ and ‘action’. Konsep-konsep tersebut paling tidak terlihat dari kata ‘lon’, ‘na’ kemudian beberapa konsep lanjutan yang bersifat menggerakkan kehidupan rakyat aceh dalam studi ini terlihat bahwa para pemikir generasi awal selalu berusaha mencari arah perkenalan diri ( peuturi droe )
Pola yang dilakukan oleh pemikir Aceh, ternyata hampir mirip dengan pola yang dilakukan di barat, ketika para filosof mencoba menemukankekuatan reason di dalam mencerap daya tersebut terhadap kesadaran diri. Perlu di pikirkan kembali sistem ide-ide di kalangan orang Aceh, khususnya mereka yang memiliki kemampuan untuk berfikir pada tahap untuk melakukan rekayasa sosial, dalam kajan ini tampak bahwa salah satu kemampuan tersebut di temui di dalam kebudayaan masyarakat Aceh di tepi laut.
Konteks acehnologi pada prinsipnya ingin terlebih dahulu bekerja pada wilayah spiritual dan fondasi metafisik intelektual, saat akar spiritual dan spiritual di kemukakan maka turunan studi aceh dapat di jabarkan secara komprehensif.