Review Acehnologi (III : Makna dan Peran Bahasa Aceh)

in #indonesia6 years ago


Bab ini mendiskusikan tentang penggunaan bahasa dalam kehidupan masyarakat Aceh. Studi mengenai sastra Aceh masih dapat dikatakan tidak begitu banyak dilakukan oleh para peminat bahasa, berbeda dengan bahasa-bahasa lain yang ada di nusantara yaitu adanya sastra melayu, sastra jawa, dan sastra sunda. Sampai sekarang keberadaan bahasa Aceh ampai sekarang sangat menghawatirkan, selain arena tidak kerap sebagai bahasa pengantar juga sudah sangat sedikit sekali karya yang ditulis dalam bahasa Aceh.

Sementara itu, penggunaan bahasa Aceh diruang publik pun tidak menjadi hal yang cukup penting. Bahasa ini tidak lagi di gunakan dalam kegiataan formal. Sehingga wujud bahasa Aceh lebih menjadi sebagai bahasa rakyat, ketimbang bahasa resmi protokoler. Karena telah menjadi bahasa rakyat kekuatan daya awar bahasa ini memiliki dampak atau pengaruh yang cukup besar dalam tatanan berpikir orang Aceh pada era modern.

Pada halaman 829 volume III di katakan penggunaan bahasa Aceh memang penuh lika-liku, bahasa ini tidak di ajarkan di pengguruan tinggi ataupun menjadi bahasa penting dalam dunia pendidikan. Bahasa ini pun tidak digunakan sebagai bahasa protokoler dan bukan bahasa resmi dilingkungan pemerintah.

Sebagai perbandingan di Aceh dalam setiap momen baik resmi atau tidak bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia. Sementara di Jawa penggunaan bahasa Jawa masih kita dengar, baik dalam acara resmia atau pub tidak, bahasa kromo yang sangat tinggi makna dan falsafahnya sering di perdengarkan ke publik dalam acara-acara resmi di jawa. Beberapa keluarga di Jawa masih menggunakanbahsa ibu mereka dalam kehidupan sehari-hari, semetara bahasa Indonesia sudah menjadi bahasa ibu bagi anak-anak di Aceh.

Di singapore bahasa resmi kerap di dengarkan adalah bahasa Inggris, sementara bahasa cina menjadi begitu dominan. Hal ini dikarenakan singapore merupakan negara kecil yang di kuasai cina yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahsa pengantar. Demikian pula bahasa melayu di thailand selatan juga hampir punah karena bahasa pengantar sehari-hari adalah bahasa thai, karena itu tuntutan warga melayu-muslim di thailand selatan adalah pengakuan bahasa mereka sebagai bahasa resmi di tengah-tengah masyarakat thailand selatan.

Bahasa Aceh bukanlah bahasa nasional ataupun internasional, namun Aceh pernah menjadi pusat peradaban yang paling besar di Asia Tenggara yaitu pada abad ke-17 walaupun pada saat itu bahasa yang digunakan adalah bahasa melayu-pasai. Namun keberadaan bahasa Aceh telah menciptakan suatu kebudayaan tersendiri bagi masyarakat Aceh. Karena itu ketika bahasa Aceh tidak lagi menjadi hal yang penting dalam keidupan masyarakatnya maka dapat dipastikan maka dapat di pastikan peradaban Aceh juga akan menghilang.

Pada halaman 836 dikatakan untuk membangkitkan kembali semangat berbahasa Aceh maka yang perlukan dilakukan adalah. Pertama, memperkenalkan kembali jati diri ke-aceh-an pada generasi muda, hal ini cukup menantang karena pengenalan jati diri ke-Aceh-an sering dimaknai sebagai proses untuk memisahkan diri dari NKRI. Kadua, menjadikan baahasa Aceh bahasa kebudayaan di provinsi ini. Ketiga, meyakinkan masyarakat Aceh bahwa bahsa Aceh merupakan bahsa endatu, generasi tempoe doloe di Aceh telah berhasil menoreh peradaban yang gemilang. Keempat, melakukan berbagai kajian mengenai bahasa Aceh. Kelima, membuka dialog kebudayaan untuk memperhadapkan kekuatan filosofis bahasa Aceh dengan bahasa lain di dunia ini. Karena melalui kegiatan tersebut akan di dapatkan hasil-hasil yang dapat membangun kembali kebudayaan Aceh tidak terkecuali dalam bidang bahasa.