Dengan Puisi, Saya Merangkak-rangkak di Steemit

in #indonesia7 years ago


Source

Mungkin puisi-puisi yang ku tulis tak mengundang ketertarikan bagi para pembaca. Ya maklum saja lah, aku pun masih dalam tahap belajar, setiap penggalan-penggalan puisinya seperti kurang asupan mungkin, atau apalah. Wajar saja jika angka up-vote yang ku dapatkan masih jauh sangat rendah, begitu susah mengesot-ngesot untuk menggapai angka satu di atas nol.

Atau barangkali dikarenakan reputasiku masih terlalu lemah dalam dunia steemit. Bisa jadi kali ya. Tapi tak mengapa lah, ini bukan berarti suatu masalah yang teramat besar. Sungguh yang menjadi masalah besar, ketika platform ini dikuasai oleh para power ranger, yang katanya mengharapkan generasi cerdas tangkap dan.... Oke, sampai di situ saja. Aku takut jika nanti di ajak main-main ke tengah hutan, bisa-bisa hilang pula.

Tetapi, konsistensiku dalam menulis sebuah puisi bisa di bilang, tinggi juga. Tak tinggi-tinggi kali lah, rendah di bawah tinggi sedikit, lebih kurang seperti itu. Memang, ada yang memperhatikan itu, seperti bang @marxause. Bang Idrus kerap kali menghargai setiap puisi yang kutulis, ya walau compang-camping bentuknya. Dan tak jarang juga bang Idrus memberi beberapa asupan, agar aku bisa membanding-bandingkan serta belajar lebih giat lagi. Pernah dipinjamkannya beberapa buku. Seperti Diterbangkan kata-kata - Agus R Sarjono, Renungan Kloset - Rieke Diah Pitaloka, dan banyak buku-buku puisi lainnya. Lumayan lah, aku bisa merasakan sendiri. Saban waktu, peningkatan berteman dekat denganku.

Bang @fooart juga pernah mengomentari tulisan-tulisan puisiku secara langsung, saat kami berjumpa di Taman Budaya, Banda Aceh. Ketika selesai pemutaran film Istirahatlah kata-kata yang diselenggarakan @acehdoc. Terima kasih juga buat bang @fooart telah menyempatkan diri untuk membaca-baca penggalan puisiku yang tak seberapa.

Entah mengapa. Seyogyanya, jika ada yang membaca puisi-puisi yang kutulis, apalagi mengapresiasikannya. Hatiku bak mengeluarkan harum wewangian bunga mawar. Dan ini bukan suatu hal yang lebay, tetapi memang seperti itu jadinya. Aku tak bisa mencium baunya memang, tapi percayalah, itu wangi sekali rasanya, cukup bagiku seorang saja, tak bisa di bagi-bagi.

Bukannya aku mengharapkan pula apresiasi dari orang-orang, apalagi memaksa-maksa untuk membaca karyaku. Tentu tidak, kalau itu tergantung minat orang saja. Jika kowe suka ya silakan, jika tidak, yowesh sana jauh-jauh. Dan puisi-puisi yang kutuliskan ini pun tak layak jika dikatakan sebuah karya. Karena karya itu begitu besar bentuk serta maknanya. Bukan begitu?

Menghargai karya setiap orang memang sudah seharusnya kita lakukan. Walaupun penilaian masing-masing orang itu berbeda-beda. Iya kan? Ada yang memberi pujian, ada yang memberi ejekan. Walaupun pujian dan ejekan sangat susah untuk kita bandingkan. Ada juga yang menilai dengan cara mengkritik, atau mencari-cari kesalahan. Jangan berpikir bahwa itu adalah hal yang negatif. Mungkin tak lain itu semua dilakukan untuk membakar kembali api semangat dalam berkarya. Jika berjumpa dengan orang-orang seperti itu, perkuatlah mental. Agar tak terseok-seok gelisah, tumbang, lalu berhenti. Pedih memang, tapi jangan di bawa pedih hingga bersakit-sakit. Stay positif dan tetap enjoy saja.

Tergantung Anda ingin menghargainya dengan cara seperti apa. Yang terpenting, hargailah setiap karya orang lain. Karena, berkarya itu menggunakan pikiran. Dan berpikir itu bukan main, susahnya!

Ngomong-ngomong, mengapa melalui puisi, sangat susah sekali untuk melejit ke atas dalam dunia per-steemit-an? Aku ini, seperti merangkak-rangkak ketakutan, melihat batu-batu besar yang jatuh menempel di atas postingan orang lain.
Mungkin jangan keseringan ya? Sesekali boleh? Gitu?

Terima kasih,

Sort:  

Tetap bang. Makasih banyak heeheehe...