Aku Jatuh Cinta Pada Keluang
Peruntunganku begitu indah kali ini, syukur sekali senja di ufuk sana turut menghantar tujuanku bersama teman-teman ke Pulau Keluang. Sepanjang jalan menyebrang laut, riak bernyanyi riang. Gelombang air laut tak lelah-lelah menghempas diri pada badan perahu motor. Ku tatap wajah teman-teman, semuanya riang gembirang, tak sedikit pun tergores arti penyesalan, meski ketika dalam perjalanan dari Banda Aceh ke Lamno, energi terkuras dan memakan waktu lama tak seperti yang di perkirakan.
Tak lebih dari 25 menit, perahu motor mulai mendekat ke bibir pantai Keluang. Walau langit biru mulai tampak remang di jemput gelap malam, hijau air laut di bibir pantai masih terlihat begitu segar. Gelombang yang tenang memperlihatkan bebatuan karang senyam-senyum dari bawah air, karang-karang, ikan-ikan, menyambut gembira para insan yang haus akan pesonanya.
Tak ada lagi riuhnya suara knalpot mobil, motor, bunyi klakson-klakson, pertengkaran sana-sini. Semuanya hilang, suasana menjadi tentram, seakan-akan ubun kepala ini terbelai lembut oleh sepoi-sepoi angin Keluang. Sunyi, ya! Hanya kesunyian yang berteman dekat dalam kelamnya malam. Sementara ombak terus bergulung menari-nari, semakin membalut kerinduan yang maha pada sang pencipta.
Waktunya makan malam tiba. Perut harus di isi karena cacing-cacing telah menjerit sedari tadi. Ikan di bakar, kopi di racik, nasi di masak. Dan... semuanya berjejer rapi di atas terpal seala kadarnya. Sembari meminta maaf pada keong-keong yang merangkak, makanan pun kulahap dengan nikmat.
Setelah makan, badan menjadi semakin segar, terhapus segala lelah. Waktu yang sangat tepat untuk menikmati suasana Keluang di malam hari. Di bawah atap langit berserak bintang. Tujuh sekawanan saling mengadu nasib, saling mengagumi, saling menghayati, saling berfikir, saling peduli. Diskusi terasa hangat karena jiwa terengkuh hawa api unggun. Di selingi dengan canda tawa, suasana semakin berbeda dari pada berjalan berdua dengan wanita yang bukan muhrimnya. Tak lupa hembusan rokok dan suguhan kopi turut memperkuat setumpuk rajutan energi.
Hingga pukul tiga pagi menyapa, satu persatu mulai tumbang terlelap dalam tidur. Camping ya camping, toh badan tetap harus di jaga. Nyanyian ombak pantai, desauan angin, suara-suara jangkrik. Semuanya melekat dalam kepala, menghantar tidur jatuh ke alam bawah sadar yang paling sempurna. Hingga pagi datang, aku terbangun... Dan tak bisa berkata-kata!
Terima kasih Keluang, telah kau izinkan telapak kakiku menjamah keindahan tubuhmu. Kau biarkan kedua bola mataku menggerayangi anggunnya pesonamu, kau biarkan aku merasakan gelombang air di sekitaran kakimu. Kau di ciptakan sempurna dengan tebing-tebing kokoh yang menjulang tinggi. Terima kasih Keluang telah mengingatkan kembali, jauhnya aku dari sang pencipta.
Terima kasih,
Luar biasa indah nyaaa
Ciptaan Tuhan memang begitu indah, hehe