Anak Yang Kehilangan Tangannya Karena Mencoret Mobil si Ayah

in #indonesia7 years ago

Sepasang suami istri seperti pasangan lain di kota-kota besar meninggalkan anak-anak mereka dan diasuh oleh pembantu rumah sewaktu bekerja. Pasangan ini hanya memiliki seorang anak, anak perempuan yang cantik berusia tiga setengah tahun. Dia kerap kali ditinggal bermain sendirian di rumah yang dibiarkan pembantunya karena sibuk bekerja di dapur. Dia bermain ayun-ayunan di atas buaian yang dibeli ayahnya, ataupun memetik bunga dan lain-lain di halaman rumahnya.

Suatu hari dia melihat sebatang paku karat saat dia sedang bermain dalam garasi. Dan dia pun mulai mencoret lantai garasi, tapi karena lantainya terbuat dari marmer maka coretannya tidak kelihatan. Dicobanya lagi pada mobil sang ayah (Hari itu ayah dan ibunya menggunakan motor ke tempat mereka kerja, karena ingin menghindari macet). Ya… alhasil karena mobil sang ayah bewarna gelap, maka coretannya tampak dengan jelas. Dan sang anak pun mulai membuat coretan-coretan kecil sesuai dengan kreativitasnya. Dan hal itu berlangsung tanpa disadari oleh si pembantu rumah.

Saat petang tiba terkejutlah pasangan suami istri itu melihat mobil yang baru setahun lalu dibeli dengan bayaran angsuran (kredit) yang masih lama lunasnya. Si bapak yang belum lagi masuk ke rumah ini pun terus menjerit,

ayah : "Kerjaan siapa ini?" (dengan nada yang sangat marah).

Pembantu rumah yang tersentak dengan jeritan itu segera berlari keluar, dia beristighfar setelah melihat apa yang dilihatnya. Mukanya merah padam karena ketakutan lebih-lebih melihat wajah bengis tuannya. Sekali lagi diajukan pertanyaan keras kepadanya, dan dia terus mengatakan

pembantu : "Saya tidak tahu tuan...!"

ibu : "Kamu dirumah sepanjang hari, apa saja yg kamu lakukan?” (dengan nada marah).

Si anak yang mendengar suara ayahnya tiba-tiba berlari keluar dari kamarnya dengan penuh manja dia berkata

anak : "Dita yg membuat gambar itu ayah cantikkan...!" (memeluk ayahnya sambil bermanja seperti biasa)

Si ayah yang sudah hilang kesabaran mengambil sebatang ranting kecil dari pohon di depan rumahnya, terus dipukulnya berkali-kali telapak tangan anaknya. Si anak yang tak mengerti apa-apa menangis kesakitan, pedih sekaligus ketakutan. Puas memukul telapak tangan anaknya, si ayah memukul pula punggung tangan anaknya.

Sedangkan si ibu hanya diam melihatnya, seolah merestui dan merasa puas dengan hukuman yang diberikan suaminya. Pembantu rumah pun terbengong, tidak tahu harus berbuat apa. Si ayah cukup lama memukul tangan anaknya, Setelah puas memukul tangan anaknya si ayah masuk ke rumah diikuti si ibu, pembantu rumah lalu menggendong anak kecil itu dan membawanya ke kamar.

Betapa terkejutnya ia saat melihat telapak tangan dan punggung tangan si anak luka-luka dan berdarah. Lalu pembantu rumah memandikan si anak, sambil menyiramnya dengan air dia pun ikut menangis.

anak : "aduuuh.... sakiiiiit mboook....!" (menjerit menahan pedih saat lukanya karena terkena air)

Selesai memandikan si anak, pembantu rumah menidurkan sang amak. Sedangkan si ayah dengan sengaja membiarkan anaknya tidur bersama pembantu rumah. Keesokkan harinya, kedua belah tangan si anak bengkak. Pembantu rumah mengadu ke majikannya.

pembantu : "tuan... kedua belah tangan Dita bengkak"

ayah : "oleskan saja obat nanti juga pulih sendiri.!"

Sepulang dari kerja, si ayah tidak memperhatikan anaknya yang menghabiskan waktu di kamar pembantu. Karena si ayah mau memberi pelajaran pada anaknya. Tiga hari berlalu, si ayah tidak pernah menjenguk anaknya sementara si ibu juga begitu, meski setiap hari mereka bertanya kepada pembantu rumah. pada hari itu sang pembantu mengadu kepada majikannya akan keadaan si anak

pembantu : "Dita demam Bu..!" (katanya ringkas)

ibu : "Kasih minum obat Paracetamol saja" (jawabnya singkat).

Sebelum si ibu masuk kamar tidur dia menjenguk kamar pembantunya. Saat dilihat anaknya Dita sedang dalam pelukan pembantu rumah, dia menutup lagi pintu kamar pembantunya. Masuk hari keempat, pembantu rumah memberitahukan tuannya bahwa suhu badan Si anak terlalu panas.

pembantu : "tuan... suhu badan Dita sangat panas"

ayah : "kalau begitu nanti sore kita bawa ke klinik" (jawabnya singkat).

Sampai saatnya si anak yang sudah lemah dibawa ke klinik. Dokter mengarahkan agar ia dibawa ke rumah sakit karena keadaannya sudah serius. Setelah beberapa hari di rawat inap, sang dokter memanggil bapak dan ibu si anak.

dokter : "tidak ada pilihan" (kata dokter sembari mengusulkan agar kedua tangan anak itu dipotong karena sakitnya sudah terlalu parah dan infeksi akut) "Ini sudah bernanah demi menyelamatkan nyawanya maka kedua tangannya harus dipotong dari siku ke bawah” .

Si bapak dan si ibu bagaikan terkena halilintar mendengar kata-kata itu. Terasa dunia berhenti berputar, tapi apa yg dapat dikata. Si ibu meraung merangkul si anak, Dengan berat hati dan kucuran air mata dan si ayah bergetar tangannya sembari menandatangani surat persetujuan pembedahan (amputasi).

Setelah menunggu lama akhirnya operasi selesai dan si anak keluar dari ruang bedah, si anak menangis kesakitan karena efek obat bius yang disuntuikan telah habis. Dia juga keheranan melihat kedua tangannya berbalut kasa putih. Ditatapnya muka ayah dan ibunya, kemudian ke wajah pembantu rumah. Dia mengerutkan dahi melihat mereka semua menangis.

anak : “Ayah.. ibu.. Dita tidak akan melakukannya lagi... Dita tak mau lagi ayah pukul. Dita sayang ayah, Dita juga sayang ibu. (berusaha manahan rasa sakit dan linangan air mata)

Si anak terus berulang kali megatakan kalimat itu hingga membuatkan si ibu gagal menahan rasa sedihnya.

anak : "Dita juga sayang Mbok Narti" (sembari memandang wajah pembantu rumah)

sontak membuat si pembantu meraung dengan histerisnya.

anak : “Ayah... kembalikan tangan Dita. Untuk apa diambil... Dita janji tidak akan mengulanginya lagi..! Bagaimana caranya Dita mau makan nanti.? Bagaimana Dita mau bermain? Dita janji tidak akan mencoret-coret mobil lagi” (si anak terus mengulang kalimatnya)

Serasa hancur hati si ibu mendengar kata-kata anaknya. Meraung-raung dia sekuat hati namun apa mau dikata, takdir yang sudah terjadi tiada manusia dapat menahannya, bak kata pepatah "Nasi sudah menjadi bubur". Pada akhirnya si anak cantik itu meneruskan hidupnya tanpa kedua tangan dan d ia masih belum mengerti mengapa tangannya tetap harus dipotong meski sudah minta maaf. Tahun demi tahun kedua orang tua tersebut menahan kepedihan dan kehancuran bathin sampai suatu saat sang Ayah tak kuat lagi menahan kepedihannya dan meninggal diiringi tangis penyesalannya yg tak bertepi. Namun, si Anak dengan segala keterbatasan dan kekurangannya tersebut tetap hidup tegar bahkan sangat sayang dan selalu merindukan sang ayah.

"Semoga ini bisa menjadi bahan renungan bagi kita (orang tua) yang berlaku keras pada anak, dan berfikir sebelum mengambil tindakan" salam.

sumber : https://www.facebook.com/notes/10150339823082064/