Konsekuensi Seorang Ayah yang Memutuskan Jadi Steemian

in #indonesia7 years ago (edited)

IMG_20180204_195544.jpg

Saya menjadi Steemian saat Haruna, putri kecil kami, masih berusia 29 hari. Saya ingat betul hari itu sebab hari kelahiran Haruna juga sangat istimewa, yaitu 1 Desember 2017, atau tepat pada hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, 12 Rabiul Awal.

Untuk merayakan hari itu, nama akun Steemit pun saya lekatkan nama Haruna: @abahhruna.
Menjadi seorang Steemian saat anak usianya masih sebulan memang tidak mudah. Saya harus sadar karena ada banyak konsekuensi yang harus siap saya terima:

Pertama, Harus Berhenti Menulis Saat Anak Mulai Menangis

IMG_20180119_141015.jpg
Tak ada panggilan lebih penting selain panggilan salat, begitulah tulisan yang saya baca di Masjid Kota Bireuen. Pesan yang sama saat Haruna mulai menangis, panggilan itu juga tak kalah pentingnya. Sesibuk apapun saya harus segera bangun. Sekalipun sedang membuat posting-an di Steemit.

Seperti malam kemarin, saat saya sedang semangat-semangatnya menulis. Haruna pun seketika bangun dari tidurnya. Emaknya tertidur pulas, terpaksa sayalah yang bangkit dan menggendongnya hingga diam.

Tahu berapa lama saya mendiamkannya hingga kembali tertidur? Tiga jam, dari pukul dua pagi hingga menjelang Subuh. Hoaammm...

Alhasil, posting-an Steemit pun harus dilanjutkan paginya @_@

Kedua, Me Time Adalah Saat Anak Tidur

IMG-20171220-WA0018.jpg
Menjaga anak itu bukan tugas ibu semata, seorang ayah juga bertanggung jawab penuh. Maka, me time bagi seorang ayah tak jauh berbeda dengan me time ibu yaitu saat si anak mulai tertidur. Waktu me time inilah yang harus dimanfaatkan sebaikmungkin.

Jika Haruna tidur, Istri saya biasanya menonton film di laptop, sementara saya itulah saat yang tepat untuk membuat posting-an di Steemit. Meskipun terkadang waktu me time-nya tak terlalu lama. Sebab Haruna bisa bangun sesuka hatinya.
Saya pun menulis seperti wartawan yang dikejar deadline, karena harus bisa memanfaatkan waktu yang kapanpun bisa lenyap jika Haruna mulai menjerit. Abaaahhh! Hahah

Ketiga, Sulit Menghindar Saat Mendengar Suara Anak

pexels-photo-69096.jpegSource
Orang yang sedang serius sebaiknya jangan diganggu. Ah, jika saja Haruna tahu aturan tersebut mungkin ia akan bersabar sejenak saat Abahnya membuat posting-an di Steemit. Tapi faktanya tidak demikian. Haruna tidak peduli dengan rutintasi Abahnya itu. Huhu…

Suara Haruna bukan menganggu, tapi nurani saya sebagai ayah merasa terpanggil untuk menyambut panggilannya itu.

Seperti tempo hari saat saya sedang fokus membuat posting-an. Haruna menangis, lalu diambil sejenak oleh Emaknya. Tangisannya tak kunjung berhenti. Saya pun merasa bersalah karena seolah tak peduli dengan tangisnya. Akhirnya, saya putuskan untuk berhenti lalu memeluk erat putri kecil kami ini. Ah, Haruna.

Jika telah demikian, saya pun harus merelakan ide-ide yang belum sempat saya ikat dalam tulisan. Tak apalah, demi anak.

Keempat, Harus Cerdas Mengatur Waktu untuk Steemit

man-person-cute-young.jpgSource
Seorang ayah yang memutuskan untuk menjadi Steemian, harus benar-benar cerdas mengatur waktu. Sebab mengurus anak dan nge-Steemit adalah dua pekerjaan yang membutuhkan perhatian sendiri. Jika tidak demikian, hasilnya bisa tidak maksimal. Waktu pun akan terbuang sia-sia.

Perlahan, saya pun mulai belajar membagi waktu untuk membuat posting-an di Steemit. Biasanya kalau sudah duduk di depan laptop, saya sudah siap dengan ide apa yang hendak dieksekusi. Jadi, saya tidak lagi membuang waktu dengan memikirkan apa yang hendak saya tulis?

Kelima, Bagaimanapun juga Anak adalah yang utama

IMG_20171226_185411.jpg
Saya sepakat bahwa bagaimanapun juga anak adalah prioritas. Saat bersama anak, seorang ayah harus benar-benar mencurahkan perhatiannya secara penuh. Inilah yang disebut dengan quality time.

Sebagai Steemian saya memang punya kewajiban untuk membuat posting-an, tapi semua itu tidak berarti apa-apa jika Haruna membutuhkan perhatian saya. Maka saya pun harus rela jika beberapa posting-an hanya menampilkan selembar foto dan sebaris caption, atau tidak maksimal dalam editing tulisan.

Sebab beberapa tulisan saya sering kali ditemukantypo. Saya sadar kesalahan itu, tapi saya tetap belum bisa memperbaikinya jika belum ada waktu yang tepat. Karena bagaimanapun juga, Haruna adalah segalanya bagi saya. Jika urusan dengannya sudah tuntas, barulah saya beralih ke Steemit. :D


Inilah beberapa konsekuensi jika seorang ayah memutuskan menjadi Steemian. Sepintas memang terlihat banyak tidak enaknya. Tapi yakinlah, menjadi seorang ayah itu adalah sebuah peran yang luar biasa. Perasaan bahagianya sederhana namun sulit diungkapkan.

Jika mengutip quote dari Dilan yang sedang familiar, saya bisa mengatakannya begini:

“Nak, Menjadi Steemian itu berat. Kamu tidak akan kuat. Biar Abah saja,”

WhatsApp Image 2018-02-05 at 16.50.33.jpeg

Sort:  

postingan yang bagus kawan, semoga kedepannya lebih baik lagi dengan ide-ide yag lebih sempurna... jangan lupa follow me @shahrijal, Upvote dan berikan juga komentar yang positif.
https://steemit.com/@shahrijal

terima kasih :)

Keenam, waktu untuk mama si anak jangan sampai susut...hehehee

wkakak, harus dibold ini. Jangan sampai silap :D

Menyesuaikan dengan zamanlah kak hehe

Ecieeee Abah Harunaa... Kebapakan sekalee yaa

Sudah tiba masanya Kak :D

luar biasa kamu bang....!!! mantappppp....😎

biasa mantong Bang :D

panggilan abah itu bersahaja. sama seperti anakku memanggilku

Wah sama ya bang, Abah lebih terasa lokalitasnya kan :D

terasa lebih syahdu, tua mugkin ya hahaha

Giimana caranya biar bisa jadi abah juga bang @abahharuna ?

Masa perawat enggak tahu? :"D