Verba Volant, Scripta Manent: Ketika Luka Menjadi Kata, dan Kata Menjadi Penyembuh
Balasan untuk pledoi yang bisa anda baca di sini
Kondisi riil lokasi aku menuliskan postingan ini. Sumber foto dari gelari pribadiku
Aku jarang sekali mendapat pledoi, apalagi yang disusun secermat dan sesantun tulisan Sir @munaa. Usia dewasa awal memang tak meninggalkan banyak ruang untuk pembelaan diri. Wajar saja—tak ada lagi pihak yang bisa aku salahkan atas apa yang terjadi. Semua yang menimpaku adalah buah dari keputusan-keputusan yang kutanam sendiri. Kini, tak ada intervensi, tak ada tudingan jari. Hanya ada aku, kerangka tanggung jawabku, dan sesekali secarik pledoi seperti ini.
Membaca pledoi ini aku tergemap. Dampaknya begitu besar, seperti embun yang berusaha melengas dedaunan layu. Ia mengeret J.K. Rowling, meminjam gagasan Dr. Pennebaker, dan mengurai kisah B.J. Habibie. Semua itu mengobarkan kembali denyut semangatku yang sempat hilang.
Ia menyebut expressive writing, terapi menulis ala Dr. Pennebaker. Aku pun baru mendengar hal-hal tentang profesor itu. Maestro Pennebaker bilang, kata-kata adalah penyembuh sehingga menulis bisa menjadi terapi terbaik. Aku setuju, meski awalnya diiringi dengan sedikit skeptisisme yang kupupuk karena trauma masa lalu.
Bisa jadi absah, menuangkan isi hati ke dalam kata-kata akan melepaskan tekanan. Tapi bukankah itu melahirkan risiko lain? Misalnya, diksi-diksi tersebut justru menjadi jerat baru yang mengikat?
Aku bayangkan tulisanku bak benang kusut. Kalau-kalau ditarik terlalu cepat, simpulnya malah menguat. Namun, kiranya menyerah, aku akhirnya memilih menarik simpul itu perlahan. Menyedang setiap lekuk dan ikatan di dalamnya.
Seperti yang Sir Munaa katakan, orang sekaliber B.J. Habibie pun sembuh dengan menulis. Tulisannya tentang Ainun bukan semata-mata ikhtiar merilis emosi. Pada akhirnya guratannya menjadi monumental berkat kebolehannya menyulap luka menjadi kata. Kata-kata yang akhirnya menyembuhkan.
Memang benar adanya, sebelumnya kutuliskan tentang betapa menulis adalah terapi tanpa tarif konsultasi. Kalimat itu memang muncul dari lubuk hati terdalam. Kendati pun menulis bagiku seperti hembusan nafas kedua, namun akhir-akhir ini aku merasa seperti sedang belajar bernafas kembali—dengan paru-paru yang mulai lelah akibat asap rokok di warung kopi.
Kopi “pancong” dicampur segelas es kosong. Starbebek ala aku.
Istimewanya pledoi ini datang saat aku benar-benar membutuhkan alasan untuk menulis lagi. Dan sejujurnya, aku menulis balasan ini bukan karena ingin, tapi karena butuh. Tulisan Sir @munaa menghidupkan sesuatu yang sudah lama mati—hasrat untuk bercerita, untuk mengurai luka melalui kata.
Sir Munaa menyebut Rowling, Pennebaker, dan bahkan Habibie. Semua ini membawa pulang ingatan bahwa menulis tak semata-mata soal pena dan kertas—atau laptop dan papan tuts. Tulisanku tak ubah dari pelarian, terapi, bahkan saksi bisu bagi jiwa yang sedang terluka.
Jika Sir Muna suka adagium Latin, kali ini aku punya verba volant, scripta manent. Diksi-diksi yang terucap akan menguap, tapi yang tertulis akan abadi.
Tulisan ini mudah-mudahan jadi bukti bahwa aku masih bisa bernapas sekalipun terengah-engah. Aku tertawa kecil membaca analoginya tentang menulis yang ditamsilkan sebagai melati mekar di pagi hari atau angsa jantan yang melihat leher jenjang itik betina. Sebagai anak warkop, aku lebih suka membayangkan menulis seperti secangkir espresso. Getir, pekat, dan yang jelas tak melulu disukai semua orang.
Menulis memang begitu. Tak selalu indah, tak selalu mudah. Aku tahu tulisan ini jauh dari standar top-markotop. Tapi aku berani bilang kalau ini kubuat dengan jujur, sejujur helaan nafas dari paru-paruku yang rentan. Tapi aku percaya, kejujuran adalah komponen utama dari sebuah karya.
Sir Munaa, pledoi Anda adalah angin segar. Terima kasih telah mencelikkan mataku bahwa meski aku vakum, aku tak benar-benar hilang. Sebab, senada yang pernah diucapkan Ernest Hemingway, "There is nothing to writing. All you do is sit down at a typewriter and bleed."
Jadi, saat ini aku memilih untuk terus "berdarah" dalam tulisan, sampai akhirnya luka itu pulih.
Tautan Mudah untuk delegasi ke @steem4indonesia
Tautan Mudah untuk delegasi ke @steemhobbies
Keep it up honey...!!
MasyaAllah dek isi dari kata2 dalam postingan mu sangat bagus sekali, jujur kakak sangat rindu padamu dek, kemarin kk menelpon pak alee75 dan bertanya tentang kabarmu, dan baru hari ini kk menemukan postinganmu dek.
Sungguh kk bukanlah orang yang sangat pintar di bidang teknologi, sungguh hari ini kk sangat senang dan bisa membaca lagi tulisanmu yang sangat indah dan mempunyai makna yang mendalam.
Semoga dek firyfaiz sehat2 selalu ya.. 🥰🌹🌹salam kangen dari KK , semoga di terima ya dek