Jakarta Aku Datang (Episode - 1)
Hai rekan-rekan steemian yang hebat. Semangat terus ya. Muncul tenggelam bagaikan gelombang dalam menebar manfaat melalui menulis hal biasa. Maju terus dan tabah hingga akhir. Pada kesempatam ini, episode demi episode berusaha Aku uraikan kegiatannku selama di Jakarta dan Bogor. Tentunya dengan warna warni kisah. Terima kasih bagi rekan-rekan yang hadir membaca. Beginilah cerita di buka;
Kawan, jauh hari sebelumnya Aku sudah dapat informasi sebuah kegiatan hebat, spetakuler dan luar biasa yang diselenggarakan oleh Dinas Bintal TNI Angkatan Laut pada tahun 2025 ,tepatnya pada tanggal 27 sampai dengan 29 Januari 2025. Acara ini berlangsung di Hotel Pullman, Ciawi, Bogor, Jawa Barat. Acara ini akan diikuti oleh beberapa negara dari manca negara. Dan, acara itu bernama Asia Pasific Chaplaincy Symposium (APCS). Perwakilan Perwira Bintal atau Perwira Rohani yang ikut, dan Aku menjadi utusan dari Koarmada I. Bahagia hati bisa menjadi peserta.
Aku mengatur waktu berangkat lebih awal ke Jakarta. Sudah lama tidak hadir di Ibukota negara. Tak pernah lihat Monas. Tanggal 23 Januari 2025, Aku putuskan berangkat. Sekitar pukul 10.30 WIB Aku menuju Bandara Raja Haji Fisabilillah (RHF) Kota Tanjungpinang. Mungkin agak cepat Aku ke Bandara. Waktu keberangkatan pukul 11.45 WIB. Boardingnya pukul 11.15 WIB. Namun, Aku lebih suka menunggu daripada terlambat.
Mobil dipacu pelan. Jalan agak licin akibat hujan menyirami bumi Gurindam XII. Sisa-sisa air masih tampak. Hujan sudah reda. Anggotaku, Kld Rafi membawa dengan santai. Tak lama kemudian tiba di Bandara. Setelah barang diturunkan maka Aku mempersilahkan anggotaku balik kekantor.
Berada di Bandara Raja Haji Fisabilillah Kota Tanjungpinang
Tiba di Bandara,langsung disambut oleh Protokoler, yaitu Bapak Agyt. Ada beberapa barang yang Aku bawa. Dua tas ransel masuk ke bagasi pesawat. Baru kali ini Aku terbang dari Bandara RHF. Baru kali ini pun Aku ke Jakarta semenjak tahun 2008. Selama ini Bandara Hang Nadim Batam menuju ke Medan. Hehehe..lain tujuan maka lain Bandara.
Bersama replika Pak Erick Thohir
Suasana Bandara agak sepi. Tak terlalu ramai penumpang. Aku terbang via Batik Air. Juga perdana terbang dengan Batik Air, lebih banyak terbang dengan Lion Air. Ruang tunggu sudah Aku masuki setelah naik tangga eskalator. Saat tiba di atas Aku melihat gambar Pak Erick Thohir yang terbuat dari replika kayu. Pak Menteri Badan Usaha Milik Negara dan menjabat ketua PSSI dipajang didekat pintu masuk. Kebetulan Aku bisa foto walau dengan benda tak bergerak. Semoga suatu masa Aku bisa foto dengan orang beneran bukan jadi-jadian. Hehehe. Aku buat akrab-akrab saja, toh beliau tak bergerak.
Tak lama menanti, akhirnya ada panggilan masuk kedalam tubuh burung besi alias pesawat terbang. Masuk secara antri merupakan budaya baik. Setiap yang baik perlu dibudayakan. Pastilah semua sepakat kawan. Aku sudah masuk kedalam pesawat dan kursi no 10 C. Kursi dekat jendela pesawat no 10 A ditempati anak muda dan no 10 B kosong.
Berada didalam pesawat Batik Air
Baru kali ini naik pesawat Batik Air. Luas area tempat duduknya. Dibelakang kursi ada televisi mini yang dapat dipergunakan menghibur diri dengan tontonan. Pesawat baru saja terbang. Aku duduk dengan tenang tak lupa berdo'a. Beberapa saat terbang pramugari datang memberikan sepotong kue dan seteguk minuman aqua gelas. Adalah buat penganjal perut makan siang. Kalau pesawat Lion Air beberapa kali Aku naik tak ada kue dan minuman pelepas dahaga. Beda penerbangan maka beda manajemennya. Awan tebal menjadi hiburan diangkasa. Sekali waktu pesawat berguncang normal. Normal pun membuat jantung bergemuruh tak karuan..Bismillah, Allah Kuasa, makhluk tak kuasa.
Alhamdulillah, sekitar pukul 13.14 WIB pesawat yang membawaku terbang mendarat dengan mulus di Bandara Internasional Soekarno Hatta. Semua penumpang baik turun di Jakarta maupun transit hendak melanjutkan penerbangan untuk untuk segera turun. Secara perlahan-lahan namun pasti Aku turun. Oh Jakarta, Aku telah tiba di ibukota negeri tercinta,bernama Indonesia.
Berada di Bandara Soekarno Hatta Cengkareng
Aku telusuri jalan menuju pengambilan bagasi barang. Butuh olahraga sesaat untuk tiba ditujuan. Mata melirak dan melirik kanan kiri sembari mermandang pesawat yang terparkir. Aku harus turun melalui tangga eskalator dan terlihat bola lampu yang tergantung berbahan baku besi yang tersusun beberapa lampu. Pastilah jika malam hari indah cahaya terpancar. Banyak juga orang yang menanti panggilan masuk kedalam pesawat. Mungkin orang ada berkata dalam hatinya,"ini orang kok foto-foto terus. Baru ke Jakarta dari kampung ya?". Hehehe..Tak lama Aku tiba ditempat pengambilan bagasi yang tiba dari kota Tanjungpinang.
Gerobak dorong sebagai alat bantu membawa barangku. Bisa Aku pakai dipunggung tapi ngak kuat jika terlalu lama. Aku harus ke terminal Damri dan agak jauh berjalan. Bisa patah atau kecetit pinggangku apabila bawa ransel besar dan berat ini. Aku tiba diloket bus. Bus yang Aku tumpangi arah ke Kampung Rambutan, dengan harga tiket Rp 95.000,-/orang. Tiba di tempat menanti bus datang, banyak orang yang menunggu.
Menunggu bus Damri jurusan Kampung Rambutan
Tempat tunggunya tak sejuk. Suasana panas menyerang. Tak nyaman jika berlama-lama menunggu. Aku melihat kakek tua berumur 62 tahun, Simbolon namanya, berdiri didekat kipas angin besar. Ide baik dan Aku ikutan menerima angin pelepas penat. Kami saling berkenalan. Ya, rupanya sama-sama dari Sumatera. Keluarlah cara cakap kami seperti di Medan. Pak Simbolon walau lama tinggal di Bandung, namun keren masih lancar bahasa Bataknya. Bahasa ibu yang perlu dibudayakan. Bahasa daerah jangan sampai punah walaupun bumi semakin tua menemani manusia.
Sesuai jadwal pukul 14.15 WIB, bus Damri jurusan Kampung Rambutan akan membawa penumpang. Aku line dua (tengah), dimana bus masih di no urutan tiga. Seorang supir diatas kemudi mobil menunggu penumpang. Aku dengan susah payah menaikkan ransel besar kedalam Bus. Baru Aku seorang yang menjadi penghuni bus. Tak perduli berapa orang bus tetap jalan. Sepi penumpang dan mungkin persaingan ada taxi atau grab serta dan lain sebagainya pilihan yang ada. Bebas memilih tergantung isi dompet dan kenyamanan.
Aku masih sendiri. Seperti bos saja. Dan, akhirnya hanya ada tiga penumpang. Aku yang sudah lama tidak ke Jakarta memberikan informasi ke supir bahwa Aku akan turun di pertigaan yang terdapat tulisan gedung Tamini. Aku menikmati perjalanan dengan melihat gedung-gedung pencakar langit yang tampak jelas dari jalan tol. Aku kagum dengan salah satu bangunan besar dan bulat berwarna putih. "Apa ini dinamakan Jakarta Internasional Stadion (JIS) yang pernah heboh di bumi Indonesia,"tanyaku dalam hati.
Penampakan Jakarta International Stadion (JIS)
Pertanyaanku terjawab setelah esok harinya temanku menyampaikan itu bangunan stadion JIS. Menurut Wikipedia bahwa Jakarta International Stadium (JIS) adalah sebuah stadion sepak bola yang berlokasi di Kelurahan Papanggo, Kecamatan Tanjung Priok, Kota Jakarta Utara, DKI Jakarta, Indonesia. Stadion ini merupakan stadion sepak bola pertama di Indonesia yang memiliki fasilitas atap buka-tutup. Dengan kapasitas 82,000 kursi penonton, stadion ini merupakan stadion sepak bola dengan fasilitas atap buka-tutup terbesar di benua Asia, sekaligus menjadi yang terbesar kedua di dunia, setelah Stadion AT&T di Texas, Amerika Serikat.
Penampakan bangunan flat yang menjulang tinggi
Bus Damri terus melaju. Aku kesel juga didalam bus karena udara bekas orang merokok sangat kuat baunya. Aku yang tak merokok menjadi serba salah. Rasanya terongokan kering. Aku berupaya menghilangkan rasa bau dengan melihat gedung-gedung atau flat-flat yang menjulang tinggi. Bahkan ada flat yang tertulis biayanya sebesar Rp 499 juta. Apa mungkin ini harga dari pengembang. Jika iya, wow fantastis harganya bro.
Berhenti di pertigaan Tamini dan naik taxi
Bus terus melaju dan beberapa saat kemudian tempat yang Aku berhenti tiba. Aku melihat gedung Tamini sebelah depan. Lampu merah saatnya Aku turun. Cepat dan cekatan jangan sampai didahului oleh si lampu hijau. Aku sudah diseberang jalan. Rute selanjutnya adalah menuju pintu 2 TNI AL. Kebetulan ada taxi yang stanby. Langsung saja pesan dan tancap gas. Suasana di mobil taxi dengan bus Damri berbeda. Kalau dalam bus Damri bau uap rokok, tapi didalam mobil taxi bau udara kopi. Sedap dan nyaman dihirup. Eh, rupanya sang sopir minum kopi dan belum habis menyeruput Aku sudah datang jadi penumpang.
Sambil berjalan kami ngobrol santai. Inilah takdir yang Allah berikan, bahwa sang supir bukan rutenya. Habis mengantar penumpang kemudian singgah sebentar ngopi. Baru duduk sebentar sudah Aku ganggu. Dan, karena bukan rutenya maka beliau terpaksa menggunakan mbah google sebagai pedoman jalan. Kurang lebih dua puluh menit Aku tiba di penjagaan 2 TNI AL. Rupanya mobil taxi tak boleh masuk. Aku diberhentikan dibelakang gedung penjagaan. Memang jaraknya ketempat yang akan Aku istirahat sekitar dua puluh lima meter. Tapi karena harus berjalan kaki dengan membawa ransel besar dan kecil serta perlengkapan lainnya, maka ngos-ngosan juga.Hehe..Bismillah kuat dan semangat.
Demikian kisah awalku tiba di kota Jakarta...sabarlah menanti kelanjutan episodenya kawan.
Cikangkap, 23 Januari 2025
Salam semangat dan sehat dariku@hoesniy
Terakhir saya naik bus Damri ke terminal Rambutan tiketnya masih 60 rb kalo gak salah pak. Itu sebelum covid..😀
Saya terakhir 40 ribu saat tugas di Jakarta..kini sdh dikejar sama satu papan telur yaitu 60 ribu.hehe
😀😀😀