[Fiksi] Badanku Meriang, Tapi Tetap Harus Kerja

in STEEM FOR BETTERLIFE14 days ago (edited)

1000264787.png

🥵 [Fiksi] Badanku Meriang, Tapi Tetap Harus Kerja

Namaku Riko. Aku hanya seorang buruh kandang ayam petelur, tinggal di desa kecil yang jauh dari hingar-bingar kota. Hari itu tubuhku mulai terasa aneh. Tenggorokan kering, kepala berat, dan punggung terasa ngilu seperti dipukul-pukul dari dalam. Tapi tak ada pilihan: aku harus tetap kerja.


🌤️ Pagi yang Berbeda

Biasanya aku bangun pagi dengan semangat, tapi kali ini tubuhku terasa seperti habis dipukul semalaman. Padahal malamnya aku tidur lebih awal, tapi bangun malah makin lemas.

Aku duduk sebentar di dipan bambu, mencoba mengumpulkan tenaga. Ibuku yang melihatku hanya berkata singkat:

“Kalau nggak kuat, jangan dipaksa, Ko.”

Tapi aku cuma tersenyum. Gimana nggak kerja? Ayam-ayam di kandang tetap harus dikasih makan. Dan aku? Harus tetap kuat.


🐔 Bau Kandang, Keringat Dingin

Sesampainya di kandang, bau amonia langsung menusuk hidung. Biasanya aku tahan, tapi pagi itu langsung bikin mual. Aku sempat bersandar di dinding kandang, badan mulai panas dingin. Teman kerja menatapku:

“Riko, mukamu pucat banget. Lu gapapa?”

Aku mengangguk. Padahal di dalam, kepalaku seperti dipukul palu godam. Tapi tangan tetap jalan — menyendok pakan, bersih-bersih, dan angkat ember air.


😵 Dunia Berputar

Sekitar jam 10 pagi, tiba-tiba pandanganku mulai kabur. Keringat dingin keluar dari pelipis. Langkahku goyah. Suara ayam seolah memantul ribuan kali.

Lalu... gelap.


🛏️ Bangun di Ruang Depan

Aku terbangun di ruang depan rumah. Kain basah menempel di dahiku. Ibu duduk di sampingku sambil megang kipas bambu. Matanya sembab.

“Kamu pingsan di kandang, Ko... syukurlah temenmu langsung bantu bawa pulang.”

Aku hanya bisa diam. Badanku masih lemas, tapi mataku berkaca-kaca. Bukan karena sakit... tapi karena merasa tidak kuat padahal ingin kuat.


🕯️ Pesan dari Cerita Ini

Kadang kita memaksa diri untuk kuat, demi tanggung jawab, demi uang, demi tidak mau terlihat lemah. Tapi tubuh punya batas. Dan saat ia bicara, kita harus dengarkan.

Karena tidak semua lelah bisa dilawan. Kadang, yang paling berani adalah yang tahu kapan harus istirahat.