The Diary Game: Senin 13 Januari 2025 | Menusuk Akar Masalah
Saya amat mengimani bahwa apapun yang kuta anggap sebagai sebuah sebuah masalah hari ini, pasti ada akarnya. Bagi siapa saja yang ingin menyelesaikan itu, mendeteksi muara masalah adalah sebuah keniscayaan.
Jika mereka menemukannya Insya Allah masalah masalah selesai yang kita inginkan tercapai. Tapi masalahnya ketika sebuah organisasi yang terstruktur dengan hierarki tersusun adalah sebuah masalah baru. Pasalnya tidak semua solusi yang ditawarkan berdasarkan akar masalah dapat diterima oleh pemangku kebijakan. Bagi ceritanya.
Tidak ada alarm pagi untuk hari ini. Pasalnya, el clasico tadi malam telah memaksa saya untuk tidak tidur sama sekali. Soal hasil yang terkesan skor aneh di babak final saya kurang peduli. Pasalnya saya bukan di antara penikmat sepakbola akhir-akhir ini. Apa fans garis keras. Amit-amit.
Setelah menunaikan ibadah salat zuhur, saya menuju ke kantor LBM. Tak usah bertanya ngapain kalau nama LBM saya sebut. Saya menghabiskan waktu sekitar dua jam di sana untuk membaca. Sesekali juga memantau platform steemit.
Setelah mendengar azan asar berkumandang saya menuju ke mesjid poe teumeureuhom, mesjid yang terletak di komplek dayah MUDI. Saya hanya perlu turun dari lantai dua dan berjalan sekitar lima puluh meter untuk tiba di rumah Tuhan.
ke mesjid saat azan asar berkumandang
Setelah selesai azan magrib,dari pondok pesantren, saya menuju ke kota santri untuk membeli kopi. Itu keinginan saya pertama kali. Kali ini bukan di Rasie Kopi, tapi di Espresso. Mungkin untuk malam ini selera saya berubah.
di Ekspresso coffee
Tiba-tiba saya diingatkan oleh sebuah chat di WhatApp bahwa jam 21:00 akan diadakan rapat di warkop Anasuha Kopi. Tiba-tiba sedang membayar saya langsung menuju ke sana.
Ada beberapa poin penting yang dibahas dan didiskusikan di dalam pertemuan ini. Yang paling penting adalah terkait peraturan bahasa untuk mahasantri.
Terus terang, bagi saya aturan wajib bagi seluruh mahasantri untuk berbicara dengan bahasa minimalnya bahasa indonesia, saya tidak sepakat sama sekali. Bukan salah aturannya tapi tidak sesuai dengan objeknya.
saat sedang berlangsung rapat di annasuha kopi
Bagi saya mewajibkan aturan tersebut sama halnya dengan menjebak mereka menjadi manusia-manusia pembangkang. Pasalnya hampir sembilan puluh persen mahasantri yang diwajibkan pindah ke gang Mabna merasa adanya unsur keterpaksaan diri. Jadi, membuat aturan lain yang menambah beban mereka atas menerima paksaan sebelumnya tentu bukan hal gampang untuk ditaati. Apalagi mereka sudah biasa berbicara dengan bahasa Aceh.
Demikian saya sampaikan kepada pembesar sekaligus penanggung jawab kedisiplinan mahasantri yang tinggal di gang Mabna Hasani. Tapi, sekuat apapun argumentasi serta selembut apapun penyampaian, tetap saja jika tidak ada hegemoni yang mamadai tetap saja, keinginan yang ingin di capai tak akan pernah terwujud.
📷 Picture | Photography |
---|---|
Model | iPhone Xs Max |
iOs | 18 |
Camera used | Handphone |
Photographer | @joel0 |
Location | Aceh |
Edit | lnCollage |
Thank you for publishing a post on the Hot News Community, make sure you :
Verified by : @fantvwiki