Hot contest #07 | My Bestie

in Hot News Community5 months ago (edited)

Menurutku, sahabat bukanlah orang yang beriuh-senang bersamamu, atau mereka menikmati hiruk-pikuk dunia dengan gelak tawa dan riuh kebahagiaan di masa jayamu. Sahabat sejati adalah mereka yang hadir di titik nadir, di saat duniamu seolah runtuh dan jiwamu terperosok dalam jurang keputusasaan. Mereka adalah pribadi yang tak gentar berdiri di sampingmu, bersedia pasang badan ketika kamu dihina, difitnah, dan dijahati habis-habisan oleh dunia yang berkata sebaliknya.

Ketika satu dunia menganggapmu sampah, ia jadi satu-satunya yang bertahan dan meyakinkanmu bahwa kau adalah berlian yang berharga. Dalam kegelapan paling pekat, ia adalah sinar yang memancarkan harapan, kepercayaan, dan kekuatan agar kau bisa bangkit kembali.

IMG_1463.jpeg

Foto ini kuambil pada Senin (01/07) bersama adikku, @amrumufid

Aku terus berupaya belajar untuk memahami bahwa dunia tak hanya tentang perspektifku saja. Sebagian orang mungkin punya makna lain untuk mendefinisikan sahabat; dia yang mampu melihat kedalaman jiwa dan memahami tanpa perlu dijelaskan, atau yang menerima kita apa adanya. Yang mampu melihat potensi dalam diri kita dan mendorong kita untuk menjadi versi terbaik dari diri sendiri. Refleksi dari cinta tanpa syarat, cinta yang tumbuh dan berkembang seiring berjalannya waktu. Atau jutaan variasi makna lainnya yang belum mampu kutangkap…

Aku sendiri tak punya kriteria pasti atau ide yang jelas, di titik manakah seseorang layak disebut dengan sahabat. Diksi ini bukanlah sebuah definisi yang bisa dikurung dalam sekat-sekat kebakuan. Yang jelas, seperti yang kukatakan tadi, terlepas dari siapapun mereka, sahabat adalah orang yang menghargaimu lebih dari apapun jua. Mereka adalah sosok yang melihat inti dari dirimu, melampaui segala kekurangan dan kelemahan yang tampak di permukaannya saja.

Sahabat bisa saja seseorang yang biasa kau panggil “ibu”, pasanganmu, atau bisa jadi mereka adalah sekumpulan anak jalanan yang membantumu ketika kau mengalami kecelakaan, dan kebetulan saat itu sebagian besar orang memilih untuk menghindar dari menolongmu. Bagiku, diksi ”sahabat” itu sangat abstrak dan sulit untuk digeneralisir bagi setiap orang. Mengalir, berubah, dan menyesuaikan, tergantung situasi dan kondisi.

Sebab berdasarkan sudut pandang fenomenologi, setiap orang menginterpretasi suatu hal dengan cara yang berbeda berdasarkan masing-masing pengalaman yang telah mereka lewati. Di kampus, aku mempelajari ini sebagai sebuah teori sekaligus sebagai “pisau bedah” dalam menganalisis fenomena sosial yang ada.

Saat ini sahabat terdekat yang kumiliki hanyalah diriku sendiri. Kesadaran ini datang setelah aku pribadi mengalami serangkaian pengalaman yang mengajarkan bahwa kebahagiaan dan ketenangan sejati sering kali ditemukan dalam diri sendiri.

Yang lainnya, kondisi “persahabatan” itu kurasa situasional, tergantung kapan aku membutuhkan mereka dan mendapatkan umpan balik dari mereka. Relasi antar manusia, kusadari, sifatnya transaksional. Diakui atau tidak, transaksionalitas dalam relasi manusia bukanlah sebuah hal yang bisa diabaikan.

IMG_0134.jpeg

Teman-temanku di kampus yang hobi diskusi

Dalam bahasa yang lebih kasar, “Apa yang kau punyai dan menguntungkan diriku? Jika ada, maka akan kuberikan kepunyaanku padamu”.

Beberapa teman atau kerabatku, meski kusebut mereka sebagai sahabat, namun itu hanya sekedar diksi umum yang kerap dipakai orang-orang. Aku mengikuti keumuman itu sebagai caraku untuk memberitahu orang apa yang paling dekat dengan makna yang mungkin mereka interpretasikan.

Yang ingin kusampaikan adalah, saat ini aku sedang menikmati waktuku dengan hanya berharap pada aku dan hanya diriku sendiri. Mengapa? Tentu dalam rangka meminimalisir rasa kekecewaan yang mungkin muncul ketika suatu saat realita tak sesuai dengan ekspektasiku. Dalam menjalani hidup dengan pandangan yang demikian, aku kerap lebih terbuka dengan makna “sahabat” kini.

Pandangan ini justru membuatku memberi sesuatu pada orang lain tanpa niat apapun di baliknya. Tak ada udang di balik batu. Sebaliknya, ketika menerima suatu pemberian dari orang lain, kuanggap itu sebagai bonus dari semesta. Ada segudang kejadian yang membentuk perspektifku hingga menjadi seperti saat ini. Aku sudah dikecewakan berkali-kali sampai aku tiba kepada kesimpulan yang telah kujabarkan di atas.

Jadi untuk siapapun yang tidak siap dengan perspektifku, kuharap kalian bisa memakluminya. Setiap orang bebas berekspresi, dan akunku akan kugunakan untuk mengekspresikan isi kepalaku sendiri. Jangan pula menjadikan letupan isi hatiku ini sebagai sebuah kebenaran absolut, karena ini hanyalah refleksi dari perjalanan hidupku sendiri. Setiap insan memiliki hak untuk menafsirkan persahabatan sesuai dengan jalan pikirannya masing-masing, bukan?

IMG_1440.jpeg

Ayo bagikan perspektif anda @radjasalman dan @bunda-monteski di dalam kontes ini. Saya yakin anda punya hal menarik untuk dibagikan

Sort:  

Upvoted. Thank You for sending some of your rewards to @null. It will make Steem stronger.

Selalu suka sama diary adek @firyfaiz

 5 months ago 

Terima kasih dukungannya kak

Sama-sama adik cantik

 5 months ago 

MasyaAllah postingan yang luar biasa 👍

 5 months ago 

Ayo ikutan bund:)

 5 months ago 

Ok say

 5 months ago 

Semoga selalu jadi bestie yang abadi dalam kehidupan ini. Selalu bersama dalam suka maupun duka.

 5 months ago 

Aamiin YRA. Terima kasih dukungannya pak.

 5 months ago 

Tulisan yang sangat menarik say. Sehat dan sukses selalu untuk ananda @firyfaiz

 5 months ago 

Terima kasih bu. Jangan lupa ikutan kontesnya, ya;)

 5 months ago 

Sama-sama say. insyaallah segera ☺️

TEAM 5

Congratulations! This post has been upvoted through steemcurator07 We support quality posts, good comments anywhere, and any tags.


SEARCH_team.webp

Curated by : @damithudaya

 5 months ago 

Thanks alot<3

Loading...