Bulan Sabit di Langit Lokop
Ini kali ke empat aku melangkahkan arah langkah kemari, menjauh dari hiruk-pikuk kesibukan kota. CRU Serba Jadi berada di pedalaman Aceh Timur, tepatnya di Desa Bunin. Membutuhkan waktu kurang lebih 3 jam dari pusat kota, melewati beberapa aliran sungai yang memisahkan desa dengan desa lainnya, beruntung sudah ada jembatan sebagai penghubungnya. Akses jalannya pun sudah lumayan bagus walau masih ada beberapa bagian jalan yang memiliki lobang menganga besar ditengah jalan dan sebagian yang belum di aspal, masih berbentuk jalanan berbatu, tanah kuning dan berkerikil sehingga jika hujan turun maka jalan tersebut akan berubah menjadi kubangan lumpur. Sisi kiri kanan ruas jalan, mata akan disuguhkan dengan pemandangan persawahan warga setempat, lereng-lereng bukit, serta kebun sawit dan kebun karet. Dalam perjalanan aku lebih suka memandang ke arah persawahan yang terhampar sejauh mata memandang. Setiap menatap persawahan, aku selalu merasakan kedamaian dan ketenangan yang benar-benar tenang. Menghirup udara persawahan, Aku bisa mencium bau tanah kelahiranku, membawa terbang menuju pulang, menuju rumah.
Setibanya kami di desa bunin, kami langsung menaiki perahu boat milik pak Syahrul, seorang warga setempat yang saban harinya mengantar pakan makanan gajah ke Cru Serba Jadi. Perahu boat itu juga menjadi moda transportasi keluar masuk ke Cru. Membutuhkan waktu kurang lebih 30 menit untuk kami sampai ketujuan. Dalam perjalanan pak Syahrul bercerita tentang se-ekor buaya yang sering muncul dialiran sungai ini. “Jika beruntung nanti kita akan melihat se-ekor buaya berjemur dipinggir sungai jika langit belum terlalu gelap” ujar pak Syahrul. Aliran sungai lokop yang deras dan terjal, berlikuk lekuk dari hulu hingga hilir. Jika hujan turun, debit air bertambah dan berwarna keruh, sangat cocok untuk habibat buaya berkembangbiak. Kami berangkat menjelang magrib ketika matahari hampir tenggelam dan memancarkan warna kemerah-merahan, menuju jingga, menuju indah. Namun sayangnya sore ini kami tidak melihat buaya di aliran sungai lokop.
Tepat pukul 18:30 kami tiba di CRU Serba Jadi, ketika cahaya jingga itu sedang indah-indahnya menerpa celah-celah ilalang yang terhampar dipadang savana tempat para gajah istirahat ketika malam tiba. Kami tiba agak sedikit terlambat, baru saja gajah selesai dimandikan oleh bang Amin salah seorang mahout/serati di CRU. Setelah selesai mandi gajah-gajah di pindahkan ke Padang Savana, beruntung aku diajak oleh bang Amin untuk ikut menuntun salah satu gajah yang diberi nama Liliek menuju Padang Savana. Melihat Liliek berdiri tegak di tengah padang savana dengan semburat cahaya jingga kemerah-merahan menerpa tubuhnya yang besar disertai dengan belaian ilalang yang tergerak oleh angin seperti usapan lembut jari jemari ibu dalam belaian kasih semesta. Liliek terdiam tanpa bergerak menerima semua kasih sayang semesta, menjadi pemandangan dalam potret alam yang begitu memukau dan indah, aku terdiam sulit untuk mendeskripsikannya dalam literasi. Terima kasih Tuhan untuk keindahan ini, biarlah mata dan pikiranku saja yang mendokumentasikannya, ku nikmati sendiri dan akan aku simpan dalam memori otakku menjadi kenangan tanpa cepretan kamera, tanpa dokumentasi digital, sebab keindahannya akan berbeda ketika sudah berselancar di media sosial.
CRU Serba Jadi memiliki pondok penginapan untuk para pengunjung tetapi kami lebih memilih untuk mendirikan tenda di tengah padang savana. Langit yang tadinya berwarna jingga kemerah-merahan telah di ganti oleh cahaya rembulan dan bintang-bintang yang berkilauan menerangi semesta. Langit begitu cerah, tidak ada tanda-tanda hujan akan turun malam ini, semoga saja. “Selalu ada iman dalam setiap kata amin”.
Malam ini bulan sabit muncul dari pelataran langit, sedikit ditutupi awan berbentuk selimut menutupi puncak gunung. Hangatnya hawa angin malam disertai nyanyian binatang malam penuh dengan kerinduan yang mendalam meluap dalam kesepian yang mengancam namun sangat indah untuk diresapi. Percikan api unggun ditengah savana dalam pelukan semesta, menghadirkan sepi dan hening menuju ketenangan dalam memaknai arti kehidupan yang sesungguhnya. Bulan sabit dilangit lokop memancarkan keindahan, semburat cahayanya tipis perlahan turun disetiap daun, pada ilalang dipadang savana, pada bunga-bunga liar dilereng bukit. Bulan sabit memantulkan cahaya menuju aliran sungai lokop, berkilauan pada ricik-ricik air yang mengalir, pada hamparan kerikil berwarna putih di pinggir sungai. Begitu indah, begitu menenangkan.
Malam terasa begitu panjang. Kami duduk mengelilingi api unggun sambil bercengkrama tentang kehidupan, saling menertawakan kekonyolan, saling mendengarkan cerita. Tidak ada yang mendahului, tidak ada yang unjuk gigi untuk menguasai, tanpa perjanjian semuanya sepakat meniadakan perbedaan, kembali menjadi manusia.
Sudah menjadi rutinitas untuk kembali kesini ke CRU Serba Jadi. Meski hanya sekedar untuk bermain air atau memandikan gajah dikala senja menyapa dengan semburat warna jingga kemerah-merahannya menghinggapi setiap daun-daun pohon di lereng bukit yang membelah aliran sungai lokop, memetik bunga-bunga liar dilereng bukit, menghangatkan diri dengan api unggun, meresapi dingin malam dalam belaian kabut tipis yang perlahan turun menyelimuti bumi. Sungguh menjadi suguhan yang tak pernah bosan untuk di nikmati.
melihat hutan yang sangat asri dan pemandangan yang indah, membuat saya sangat ingin berkunjung ke sana. Pasti udaranya masih sangat segat di sana bang ya.🏔🏞
Masih sangat segar udaranya bang
Boleh kalau mau kesana bisa hubungi nanti bang