Puisi #9 : makan siang bersama

in #freewriting6 years ago

Sesuai janji, siang hari ini aku pergi makan siang dengan Rino. Aku hanya bermaksud untuk menjalin hububgan relasi saja denga Rino tanpa background bahwa kami seorang mantan pacar. Sekarang ini Rino adalah clien pertamaku dan aku tak ingin mengecewakan pak Haidar, aku harus menunjukan bahwa aku profesional dalam bekerja.
Sudah pukul 12.15 tapi Rino belum juga datang, lebih baik aku memesan makanan dan memcari tempat duduk dulu. Cukup lama juga aku menunggu Rino datang kini sudah pukul 12.30 apakah dia membatalkan janji makan siangnya? Tak lama kemudian, aku mendengar seseorang tengah memanggil namaku. Ya benar itu Rino dan dia terlihat sangat rapi sekali. Dia berjalan menuju ke arahku dan kelihatnya dia membawa sebuah bingkisan dan aku tidak tahu apa isinya.

"Hai sudah lama menungguku?" ucap Rino.
"Ya begitulah" jawabku singkat.
"Emmmm... Sebagai permintaan maaf aku membawakanmu sesuatu" ucap Rino sambil memberikan sebuah bingkisan yang ditentengnya sedari tadi. Akupun membuka bingkisan itu dan ternyata sebuah buket mawar putih yang indah.
"Sepertinya ini bukan untuk permintaan maaf tapi kau memang sengaja membelinya" ucapku.
"Hehe.. Iya karena aku tahu kalau hari ini kita akan bertemu" ucap Rino herterus terang.
"Aku mungkin sudah hafal bagaimana caramu memberi perhatian kepada orang lain" ucapku ketus.
"Tapi kalau bunga ini aku tak ingin bermaksud apapun percayalah" ucap Rino.
"Aku tidak tahu apa yang harus kita obrolkan hari ini?" ucapku mencoba memancing Rino agar mengatakan yang sebenarnya.
"Semenjak bertemu denganmu terakhir, jujur saja aku sangat senang. Aku pikir dengan keputusan kantor yang memindahkanku ke Semarang membuatku akan sulit sekali beradaptasi. Tapi ternyata akan menyenangkan, karena aku bisa bertemu denganmu lagi" ucap Rino, aku tidak bisa menyebutnya menggombal karena memang sebenarnya Rino adalah tipekal orang yang melankolis.
"Rino, jujur saja. Hubungan kita hanyalah relasi dalam pekerjaan, aku tidak ingin kita mengaitkan masa lalu kita sebagai mantan pacar" jelasku.
"Iya aku mengerti itu, kita tetaplah patner kerja. Jadi sebagai patner aku harap kita bisa sering bertemu" ucap Rino sambil tersenyum manis.
"Aku tidak tahu bagaimana caranya aku bisa menjelaskan padamu? Kami masih saja keras kepala seperti dulu" ucapku sedikit jengkel.
"Apa kamu masih marah padaku?" Tanyanya.
"Bukan, hanya saja jangan samakan aku yang sekarang dengan aku yang masih SMA" ucapku.
"Amara, aku harap kamu mengerti itu adalah kesalahan terbesarku waktu SMA. Waktu itu kita hanyalah anak remaja yang masih mencari jatidiri. Sekarang kita sudah sama-sama dewasa, apa kita tidak bisa melupakan masa lalu ini?" ucap Rino memberikan penjelasan.
"Aku telah melupakan itu Rino, sejak 3 tahun yang lalu. Tapi sekarang kamu malah datang kembali dan kau membuatku mengingat hal itu lagi" ucapku.
"Aku ingin meminta maaf kepadamu sejak dulu, sejak aku melukai hatimu. Aku mencoba menghubungimu, aku mencoba berbicara denganmu tapi kamu selalu menghindariku. Aku tahu lukamu sangat besar dan aku mencoba memperbaikinya sekarang" jelas Rino.
"Iya aku tahu tapi kamu tak perlu khawatir lagi, aku telah membaik sekarang dan kamu tak perlu memperbaiki apapun" ucapku.
"Masih bisa kah kita menjalin hubungan yang sama?" tanya Rino.
"Seperti yang sudah ku katakan, hubungan kita hanyalah relasi kerja" jelasku sekali lagi.
"Aku memahami itu dan aku sangat mengerti kamu sepertinya belum bisa memaafkanku. Kamu masih bersikap tertutup kepadaku dan kamu ternyata lebih keras kepala dibandingkan aku sama seperti dulu" ucap Rino.
"Aku bukan menutup diriku. Aku hanya tidak ingin bercerita dengan orang yang tak bisa ku percaya. Terima kasih atas makan siangnya, aku kembali ke kantor sekarang" ucapku dan kemudian aku pamit kembali ke kantor.
Aku berjalan dengan cepat menuju kantorku, aku tak ingin Rino mengejarku. Tanpa sadar, aku menangis sambil berjalan menuju kantor. Aku tidak tahu kenapa perasaanku menjadi kalud seperti ini? Padahal aku sudah menyiapkan semuanya, aku sudah menyiapkan diriku untuk mengatakan betapa sakit hatiku. Tapi kenapa bukannya merasa lega malah hatiku ikut sesak?
Sesampainya dikantor aku langsung menuju kamar mandi dan mencuci muka ku, semoga mbak Nita gak menyadari kalau aku habis menangis. Setelah dari kamar mandi aku langsung menuju meja kerja, sepertinya mbak Nita belum kembali untuk makan siang. Aku mencoba menenangkan diriku dengan menonton film di laptopku. Terdengar suara mbak Nita yang menuju kemari sepertinya dia makan bersama karyawan yang lain.
"Hai, nonton apa?" sapa mbak Nita.
"Eh mbak Nita ini nih kartun luar negeri bagus hehe" ucapku beralasan padahal aku juga tidak paham dengan apa yang ku tonton.
"Eh ini apa? Bagus banget" ucap mbak Nita sambil membuka bingkisan dari Rino. "Dari siapa ya? Eh ada suratnya didalemnya tertulis untuk Amara" ucap mbak Nita. Surat? Tadi aku tidak tahu kalau terselip surat didalamnya. Buru-buru aku mengambilnya dari mbak Nita, aku takut kalau mbak Nita membaca surat itu. Isi surat itu seperti ini :

Setelah beberapa tahun aku tak melihatmu
Setelah Sekian lama aku tak pernah mendengar suaramu
Kemarin adalah keberuntungan bagiku
Aku dapat menemuimu
Mungkin ini yang dibilang oleh orang-orang
Bahwa biarkan waktu yang akan menjawab
Dan setiap pertanyaanku dulu kini terjawab semua
Ketika pertama kita bertemu dan aku hanya ingin berkata "aku teramat sangat merindukanmu"

-Rino-

Dan mungkin ini adalah salah satu alasan kenapa banyak orang yang menyukai Rino termasuk diriku. Dia adalah raja puisi tapi kali ini akan kupastikan bahwa aku tidak terpengaruh oleh puisinya lagi.