Denok & Gareng (2012) Film Dokumenter Romantis Dua Insan Kelas Bawah
Sepasang anak jalanan memutuskan menikah dan kembali ke rumah si anak lelaki dan mengupayakan kehidupan yang lebih baik. Gareng yang putus sekolah kali ini bertanggung jawab mencegah hal yang sama terulang dengan adik-adik lelakinya. Sementara itu Denok, selain ikut mengurusi keluarga Gareng, juga harus mengurus anak mereka, Frida. Pasangan muda ini berjuang bersama dan film ini adalah kesaksian bagaimana mereka bisa berlaku sebagai satu tim dalam mengatasi persoalan-persoalan keluarga. Seorang pembuat film Indonesia jarang sekali bisa berada sedekat ini dengan para protagonisnya dan mendapat kepercayaan untuk berbagi saat-saat yang paling pribadi dalam kehidupan mereka.
Meskipun kita melihat dua anak muda yang sangat gigih mencari jalan mengubah hidup keluarganya, film ini bukan tentang kisah klasik from zero to hero, justru semacam kisah Sisifus – tapi tidak terjerumus ke dalam dramaturgi mengiba. Baik pembuat film maupun karakternya tidak pernah putus harapan akan terjadi sesuatu yang baik, Nugraheni dan timnya selalu siap berada bersama keluarga ini dalam bermacam kesempatan dan di berbagai ruang (ini menandakan akses si pembuat film sangat-sangat baik). Heni dan timnya berhasil merekam cukup peristiwa bersama tiap anggota keluarga besar ini untuk menjelaskan hubungan mereka yang kompleks dan mampu menyusunnya untuk memperkenalkan tiap tokoh dan fungsinya di dalam keluarga ini, sampai kepada tokoh yang tak nampak tapi sangat berpengaruh yaitu Ayah Gareng. Setiap karakter tampil dengan kewajaran yang dapat dipercaya dan keberadaan kamera di ruang privat di rumah mereka kelihatan nyaman dan diterima dengan baik.
Film ini juga menampilkan dengan sangat wajar hubungan pasangan muda yang penuh cinta, kepercayaan dan humor yang di dalam film Indonesia cuma ditampilkan dalam film fiksi. Entah mengapa dokumenter Indonesia lebih tertarik menggambarkan pertikaian, perjuangan atau hubungan bantu-membantu dan malas mendeskripsikan cinta. Film ini menawarkan sudut pandang yang sangat realistis tentang cinta anak muda, seksualitas dan agensi mereka untuk memimpin tanpa sedikitpun menghakimi atau memuja-muja. Baik Denok maupun Gareng punya sisi produktif dan destruktif, kedua sisi yang digali dengan seimbang dan dapat menampilkan pilihan-pilihan yang sepintas kelihatan
pragmatis tapi sebetulnya menunjukkan pendirian yang tegas dan pemahaman yang kritis tentang hidup.
Dalam beberapa adegan Denok & Gareng, saya ikut larut mengikuti ritme editing yang disajikan oleh sutradaranya. Saya ikut tersenyum bersamaan saat Denok tersenyum melihat tingkah dan percakapannya dengan Gareng, begitu pula sebaliknya, raut muka Gareng yang bahagia bisa saya rasakan dengan ritme shoot per shoot yang diatur dengan rapi. Sutradara mencoba menampilkan bagaimana cinta dua pasangan muda ini mewakili realitas yang terjadi pada pasangan menikah di Indonesia secara umum. Seperti adegan saling memukul bantal, yang biasa hanya kita lihat pada film fiksi romansa. Pilihan untuk membawa kamera mengambil shoot close-up wajah Denok & Gareng ini adalah pilihan yang tepat. Dari sana saya bisa menangkap bagaimana kesulitan hidup yang mereka hadapi dan sikap pasrah menerima takdir juga usaha yang pantang menyerah melawan ajakan keputusasaan terlihat dalam satu raut wajah pada setiap adegan Denok dan Gareng , khususnya pada adegan saling memukul bantal itu. Di sini saya setuju kalau kebahagiaan memang bukan cuma soal uang, tapi hanya pada scene itu saja, mungkin.
Nugraheni benar-benar fokus menggambarkan pada apa yang sudah dimulai sejak awal film ditampilkan. Pernikahan Denok & Gareng. Jahitan scene per scene menampakkan bagaimana suasana keluarga ini. Saya yang memposisikan diri sebagai penonton terus fokus menanti kejadian apa yang terjadi antara dua tokoh sentral dalam film ini. Apakah akan retak atau bertahan dengan segala macam usaha.
Suatu hal yang selalu coba dihadirkan dalam film untuk membentuk premis dalam benak penonton adalah Bagaimana Gareng sebagai peternak babi yang notabene binatang bernajis dan haram dalam Islam memelihara binatang tersebut di rumahnya, sedangkan mamanya seorang muslim yang taat. Ketika pertanyaan yang diajukan kepada anak Gareng "apa yang akan kamu jawab ketika ditanya ayah kamu kerja apa", merupakan narasi yang coba dihadirkan sutradara untuk menggambarkan bagaimana analisa masyarakat di sekitar keluarga ini, lebih umumnya orang-orang yang terlibat secara sosial dengan mereka. Pada adegan malam kejadian tertabraknya Soesan juga bisa menggambarkan bagaimana pandangan masayarakat kepada keluarga ini. Tapi saya tidak menangkap ada diskriminasi terhadap keluarga ini.
Semuanya seperti memiliki masalah sendiri yang harus dihadapi. Namun demikian, ada ikatan kekeluargaan yang tumbuh, seperti tergambarkan pada scene polisi saat mengantar sepeda motor yang tertabrak, saat shalat idul fitri, dan tentunya pada scene pembuka, acara pernikahan Denok dan Gareng.
Hello @akbarrafs, thank you for sharing this creative work! We just stopped by to say that you've been upvoted by the @creativecrypto magazine. The Creative Crypto is all about art on the blockchain and learning from creatives like you. Looking forward to crossing paths again soon. Steem on!
Pat ta nonton nyan ?
Nyoe kebetulan lon nonton untuk tugas sekolah bang. Meunyo lon rumpok materi file dari sutradara jih nteuk jeut lon bagikan