Kopi dan Air Mata “sepi tak bertepi” (17)
(17)
“Grande”
Didepan ku ada tiga anak muda yang berkisar 20 tahunan usia mereka, dua dari mereka berjilbab karena keduanya perempuan dan yang satu lagi kemeja putih celana kain hitam, manis tapi laki-laki aku tidak beminat. Disebelah ku duduk seorang lelaki tionghoa yang sudah berumur membaca buku setebal 800 halaman berikut satu gelas kopinya. Di arah jam dua tempat aku duduk ada segerombolan anak-anak remaja lengkap dengan seragam putih abu-abunya, berkumpul sambil ditemani kopi juga, bercerita juga dan bertiga. Aku sama seperti mereka juga ditemani kopi tapi sendiri, Dita sedang pergi, ada yang lebih penting mungkin.
Iya hari ini aku memilih pergi sendiri, masih pagi, tentunya ke kedai kopi, lebih tepatnya aku menyebut tempat ini sebuah restoran yang khusus menyajikan kopi sebagai menu utamanya. Seperti biasanya sambil menganggur minum kopi menjadi agenda wajib setiap harinya, kadang juga menulis apa yang pantas aku tulis. Dita hari ini sibuk tak bisa menemuiku, aku iyakan agar aku dianggap begitu mengerti kepadanya Dita, berani aku tolak maka siap untuk berperang tanpa jeda, tidak ada perdamaian sebelum Dita berhasil menembakku sampai mati, namanya juga Dita.
Biarpun aku duduk sendiri hari ini di temani kopi yang aku letakkan di atas meja bundar yang terbuat dari kayu jati, cantik, mampu menggelitik hati yang sempat mencekam di awal pagi tadi. Aku terus berkomunikasi dengannya via pesan instan. Bukan Dita namanya kalau tidak menanyaiku pergi dengan siapa, naik apa, kemana, kadangpun sampai warna tali sepatu yang aku pakai dia perlu tau, tapi yang ini tidak perlu aku jelaskan lebih lanjut, terkejut Dita kalau membacanya nanti. Percakapanku dengan Dita hari ini tak jauh dari seputaran apa yang aku lakukan sendiri tapi ditemani kopi, tanpa henti sedetik yang terlewat berkomikasi dengannya via pesan instan, telat sedikit berarti aku menabuhkan genderang perang dengannya.
Rasa ingin bertemu terus dengannya memang makin menggebu, aku coba menikmati sendiri yang tak lama di kedai kopi ini, seru banyak orang hilir mudik, mungkin aku pelanggan yang paling lama duduk disini setelah anak-anak remaja seragam putih abu-abu tadi. Tidak penting. Terus saja aku nikmati kopi mocha praline ukuran grande yang aku pesan tadi, sesekali aku merasa seperti orang yang dikhuskan duduk disini untuk mengamati orang disekelingku, aneh. Hanya rasaku saja.
Selain kopi yang pura-pura senang menemaniku hari ini akhirnya ada dua perempuan yang mau ikut pura-pura senang menemaniku hari ini lumanyan cantik, sayangnya aku tidak mengenal keduanya, bukan teman juga bukan baru berteman, mereka berdua datang minta izinku lalu duduk. Leni, ya aku Gei, Lita, Gei itu percakapan setelah kedua mereka meminta izin duduk, serius sebelumnya aku tidak mengenal kedua mereka. Setelah sekitaran 10 menit mereka berbicara aku baru paham, keduanya merupakan relawan disebuah yayasan yang peduli terhadap kangker pada anak-anak, tujuan mereka mengajak ku berbicara tak lain dan tak bukan untuk menagajakku ikut peduli pada yang dimaksud keduanya. Aku menganggap datang dua perempuan ini merasa aku jadi asik, bukan karena tertarik pada mereka, tapi pada tujuan mereka.
Aku layani obrolan mereka yang amakin jauh, sambil sesekali aku tanggapin denga menyimpulkan panjang lebar apa yang telah Leni dan Lita jelaskan, tidak begitu lama setelah semua yang mereka jelaskan selesai, keduanya langsung pergi tanda menggodaku aku atau menitipkan nomor telfonnya pada ku agar bisa aku hubungi mereka nanti malam. Dan tentunya tercintaku Dita meradang. Tidak ingin alau lakukan, kecuali hilaf.
Aku sendiri lagi, kali ini ditemani siapa, tak ada hanya mereka yang berteman mondar-mandir didepanku, sedikit seru, aku tetap terus duduk, berbalas pantun perang dengan Dita via pesan instan sampai malam datang, sore tenggelam. Sebenarnya masih banyak yang ingin kuceritakan, malas lelah tiba-tiba menyerang. Lain kali aku ceritakan kawan.
“sayang jangan merokok”
“makan jangan telat”
“jangan chatan sama perempuan lain” kata Dita dari pesan instan. Iya sayang, jawab ku, dalam hati tidak hihi.
Lebih baik aku menulis.
Congratulations! This post has been upvoted from the communal account, @minnowsupport, by agsdiansyah. arbi from the Minnow Support Project. It's a witness project run by aggroed, ausbitbank, teamsteem, theprophet0, someguy123, neoxian, followbtcnews/crimsonclad, and netuoso. The goal is to help Steemit grow by supporting Minnows and creating a social network. Please find us in the Peace, Abundance, and Liberty Network (PALnet) Discord Channel. It's a completely public and open space to all members of the Steemit community who voluntarily choose to be there.
siip mas yang susah itu pesan jangan merokoknya...ha.ha.. :)