History of Acehnese Women

in #feminism7 years ago

Hi steemit friends!

I want to tell you about the strength of Acehnese women during the conflict. Conflict has caused trauma and pressure for the people of Aceh, especially women.

Hai sahabat steemians!
Hari ini saya ingin bercerita tentang ketegaran perempuan Aceh pada saat terjadi konflik. Konflik telah menimbulkan trauma dan tekanan bagi masyarakat Aceh, terutama perempuan.

Various violence, Injustice and suffering always blanket the life of Aceh women at that time. They become victims of sexual harassment and raping. Seurat wounds that have made them with the forced to bear shame and suffering throughout their life

Berbagai kekerasan, Ketidakadilan dan penderitaan selalu menyelimuti hidup perempuan Aceh pada masa itu. Mereka menjadi korban pelecehan seksual dan pemerkosan. Seurat luka yang dimiliki membuat mereka dengan terpaksa menanggung malu dan penderitaan sepanjang hidupnya.


Source

It seems unfair when people often refer to women as weak creatures. In fact, they answer the strongest and strongest, even though they should be creatures that should be protected

Rasanya tidak adil saat orang sering menyebut-nyebut wanita sebagai makhluk yang lemah. Kenyataan justru menjawab mereka yang paling kuat dan tangguh, meski seharusnya mereka adalah makhluk yang mestinya dilindungi.

It's a mirror to see women as the object of impingement, the object of the number two, and the target of the medium dominated with little pay. Women grow up in violence and underestimate those whose truth is our responsibility. It may be that the government is responding arbitrarily, promises but flying like smoke in the air.

Miris rasanya saat melihat kaum perempuan menjadi objek pelampiasan, objek yang dinomor duakan, dan sasaran media yang didominasi dengan bayaran tidak seberapa. Perempuan tumbuh dalam aksi kekerasan dan menyepelekan mereka yang kebenarannya adalah tanggung jawab kita. Mungkin saja pemerintah menanggapi semena-mena, janji terucap namun terbang bagaikan asap di udara.

After the conflict ended, the suffering experienced by Acehnese women did not stop there. Cases of raping, sexual harassment and violence against women are increasingly increasing. Even in the province that he said is very thick with the value of Islamic Shari'ah though.

Setelah Konflik berakhir, tapi penderitaan yang di alami oleh perempuan Aceh tidak berhenti sampai di sini. Kasus pemerkosan, pelecehan seksual dan kekerasan terhadap perempuan semakin hari semakin meningkat. Bahkan di provinsi yang katanya sangat kental dengan nilai syariat islam sekalipun.

This is heartbreaking. A word "peace" that should paint a sense of happiness is in fact unable to erase all the wounds and sufferings that have shaken the Acehnese women

Ini sungguh memilukan. Sebuah kata “perdamaian” yang seharusnya melukis perasaan bahagia faktanya tidak mampu menghapus segala luka dan penderitaan yang selama ini mengguncang para perempuan Aceh.

Where we are when women find it difficult to seek shelter, they become victims either in domestic conflicts or social conflicts. Even when the truth that he said with courage, even looks like a mistake without any support

Dimana kita saat wanita kesulitan mencari perlindungan, ia justru menjadi korban baik dalam konflik rumah tangga atau konflik sosial. Bahkan saat kebenaran yang ia katakan dengan penuh keberanian, malah terlihat seperti kesalahan tanpa adanya dukungan.


Source

As a woman who grew up and lived in Aceh. I really hope for justice for Aceh women. let us rise, take steps for new hope.

Sebagai perempuan yang tumbuh dan hidup di Aceh. Saya sangat mengharapkan keadilan bagi perempuan Aceh. mari kita bangkit, mengambil langkah untuk harapan yang baru.