Dalam konteks ini kita melihat
Haba Kamoe Aneuk Rakyat yang Han meutume Beasiswa Bak wakil Rakyat !!
Beasiswa.....
Sesuatu yang menggiurkan dan paling dinantikan oleh kalangan mahasiswa baik tingkat Diploma, S1, S2 maupun S3.
Dalam sepekan ini, publik Aceh dikejutkan dengan pemberitaan yang muncul tentang pembegalan Beasiswa aspirasi oleh beberapa wakil rakyat dengan persentase 70:30%.
Kenapa terjadi pembegalan ??
Menatap Aceh dalam bingkai kekinian, dalam masa-masa peralihan yang tak menentu tak jelas arah pembangunan yang dicangkan, jumlah dana otsus yang fantastis tak kunjung Aceh menjadi sejahtera angka Triliunan Rupiah untuk Aceh hanya dapat kita dengar dan menikmati bacaan di media sambil meneguk secangkir kopi dan sebatang rokok.
Pembangunan Aceh Pasca damai sampai sekarang masih berorientasi proyek, dimana pembangunan tidak tepat sasaran asalkan uang APBA terserap rapih untuk membalas jasa-jasa kalangan terdekat penguasa dan tentunya lekat dengan praktek KKN (Kolusi, Korupsi & Nepotisme).
Kembali ke kasus skandal Beasiswa..
Dalam pandangan kami yang masih terbatas ilmu pengetahuan, melihat seperti ada persengkokolan antara si penerima dengan si pemberi dalam hal ini wakil Rakyat dan Mahasiswa itu sendiri.
Kong-kali kong dan kesepakatan bersama merupakan sebuah kekejaman politis yang di praktekkan yang mau tidak mau mahasiswa si penerima dengan suka rela harus meng iya kan kemauan si tuan daripada tidak dapat sama sekali alias tidak sepakat berarti makan angin.
Tentunya para wakil Rakyat yang melaksakan program ini, aspirasi beasiswa disalurkan bagi kalangan yang sudah kita tau, tak lain tak bukan hanya untuk Konstituen, keluarga, kolega, kerabat dan sebagian tim congkel2 tanah. Sehingga dengan kedekatan emosional antar si pemberi dan penerima kasus ini menjadi rahasia umum.
Bagaimana dengan kita yang pernah dapat sekalipun aspirasi yang menggiurkan itu ?
Bagi kita, selaku kalangan dari banyaknya mahasiswa ditengah-tengah degradasi moral sebagian besar mahasiswa jaman now dalam melihat aspek kehidupan sosial yang amburadul dan tak menentu kita selalu mempoisiskan diri sebagai Agent of Control dan sigap mengkiritisi para penyelenggara negara semakin jauh dengan mimpi itu, bahkan mimpi sekedar aspirasi beasiswa sekalipun 70 : 30* (nyan lumpoe untuk tanyo).
Begitulah mindsed para penyelenggara Pomorintahan kita, semakin jauh dengan nilai-nilai rasional dalam melihat kondisi bangsanya tak terkecuali wakil rakyat sekalipun. Intinya SOE YANG TOE NGEON APUI UREUNG NYAN YANG SEUUM.
Dalam konteks ini tak peduli, apakah ada atau tidak kalangan lain yang melarat dalam menempuh pendidikan, tak dekat tak dapat!!!
Kami selaku mahasiswa yang tidak merasakan uang rakyat dari aspirasi beasiswa itu, mengurut dada sebatas berkomentar di media sosial seraya berharap untuk siapapun hukum tetap harus tegak.
Apakah mungkin kasus ini ditindak sampai ke akar-akarnya dan dihukum seusai undang-undang yang berlaku?
Kisruh Elite politik di tanah Serambi semakin tegang Pasca pengesahan R-APBA 2018 secara sepihak oleh Eksekutif melalui pergub, memancing tensi DPRA berfrekuensi formula super tinggi lebih tegang dari pentolan energi pembangkit listrik. Terbukti dengan kegaduhan yang terjadi sampai hari ini, serangan berbagai serangan diluncurkan antar kedua pihak yang bertikai dengan dalih kepentingan rakyat yang pada sebenarnya agar kantong-kantong rekening tak mau tipis (mangat bek tho).
Dalam konteks ini kita melihat, ada dua aspek
Aspek politis dan aspek hukum, namun kami tidak bisa menulis di wall fb ini. 😎
Aspek politisnya ini merupakan serangan balik dari kasus-kasus lama yang muncul kembali ke publik beberapa waktu yang lalu.
Aspek hukumnya, sebagai dasar program eksekutif mencanangkan Aceh Beradab, penegakan hukum harus diprioritaskan sebagai langkah mencita-citakan tatanan masyarakat yang maju.
Namun, apapun itu publik menanti bahwa hukum harus berlaku, betul atau tidak pembuktiannya ada di pengadilan.(Hom Hai)