Metroseksual
GAMBARAN KEHIDUPAN WATI SEBELUM MENJADI PSK
Wati merupakan seorang wanita yang berasal dari keluarga yang tergolong kurang mampu. Kondisi seperti itu mendorong Wati untuk mengambil keputusan menikah dengan seorang pria berusia 59 tahun. Pernikahan tersebut dianggap sebagai salah satu cara untuk mengatasi permasalahan ekonomi keluarganya.
“Bibik ngerasa itu yang terbaik buat bibik sama keluarga… secara dia kan lebih dewasa, pasti lebih bisa bantu-bantu bibik.”
Dalam menjalani kehidupan pernikahannya, hampir setiap hari mereka bertengkar. Tak jarang Wati mengalami kekerasan, mulai dari kekerasan verbal berupa bentakan dan makian, hingga berakhir dengan kekerasan fisik berupa tamparan dan pukulan.
“Tiga belas tahun kami nikah, tiap hari berantem. Ga ada hari kalo ga berantem. Apalagi waktu anak kedua kami sudah lahir. Makin kasar kali dia sama ku”
“Tiap hari nanti aku dibentak-bentaknya. Ada masalah dia di luar sama ku dilampiaskannya. Bahkan penah dibilangnya samaku ; dasar wanita ga benar, ntah apa aja nya kerjamu. Sakit hati kali aku dibilangnya wanita ga benar waktu itu.”
“Kadang kalo dia dah emosi kali ditamparnya aku. Di depan anak-anakku pulka itu aku ditamparnya. Nanti, dikurungnya pula dirumah ga dikasi keluar.”
Tidak tahan mendapat perlakuan seperti itu, Wati mulai berpikir untuk bercerai dengan pria tersebut. Tetapi niat tersebut batal karena perasaan tanggung jawab terhadap anaknya. Wati merasa bahwa jika ia bercerai, maka anaknya akan semakin menderita karena ia sendiri tidak memiliki penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan anaknya. Akhirnya Wati mengurungkan niatnya untuk bercerai, dan pasrah menerima keadaannya pada saat itu.
“Sempat bibik mau minta cerai sama dia, Cuma ga jadi. Anak bibik kan 3, pake apa nanti bibik ngasi makan orang itu kalo bibik pun ga punya kerja. Ke ladang nya Cuma bibik. Mana cukup. Untuk bibik aja susah.”
Semakin sering mendapat perlakuan seperti itu, membuat Wati kehabisan kesabaran dalam menghadapi suaminya tersebut. Ia mulai memikirkan cara yang tepat untuk membalaskan dendam nya kepada suaminya. Tapi niat tersebut tidak dijalankan, karena ia merasa tidak mampu menghadapi suaminya baik secara fisik maupun mental.
“Pengen kali lah bibik balas dendam sama dia, ntah kayak mana pun itu. Sempat bibik mikir mau bunuh dia. Tapi ga jadi, dosa kali kan.”
“Mau gimana lah, secara bibik perempuan kan. Ga mungkin bisa balas dendam balik sama dia. Jadi bibik pasrah lagi”
Pada saat yang sama muncul seorang wanita yang merupakan teman dari Wati yang berprofesi sebagai PSK. Mengetahui situasi Wati seperti itu, membuat wanita tersebut merayu Wati untuk bekerja bersama-sama dengan dia sebagai seorang PSK. Ia mengatakan kepada Wati bahwa ia bisa membalaskan dendamnya kepada suaminya dengan bekerja sebagai seorang PSK.
“Dibilangnya samaku, kalo kau kerja sama ku kan kau bisa senang-senang, dapat uang banyak pula. Terus suami mu kan sakit hati juga. Gitu aja kau buat untuk balas dendam pun kan bisa”
Wati yang pada saat itu tidak memiliki cara untuk membalaskan dendamnya akhitnya terbujuk dengan rayuan wanita tersebut. Hal tersebut adalah awal mula Wati bekerja sebagai seorang PSK.
GAMBARAN KEHIDUPAN WATI SELAMA MENJADI PSK
Perasaan takut adalah hal pertama yang dirasakan oleh Wati ketika ia memutuskan untuk bekerja sebagai seorang PSK. Ia sadar jika ia bekerja sebagai seorang PSK, ia kan menjadi seorang wanita yang sangat hina dan kehilangan harga diri di mata masyarakat.
“Awalnya sih bibik takut, gimanalah tu kan pekerjaan hina kali. Cuma gimana lah, demi balas dendam semua bibik lakukan jadinya.”
Wati berprinsip bahwa ia melakukan hal seperti itu semata-mata untuk membalaskan dendamnya terhadap suaminya, bukan untuk mencari imbalan uang atau kesenangan. Ia tidak terlalu memperdulikan jumlah penghasilan yang diperolehnya. Bahkan pada saat itu, ia mulai merasa berdosa menjalani pekerjaan tersebut. Ia juga mulai merasa bersalah kepada anaknya, karena ia beranggapan telah melakukan suatu perbuatan yang hina yang dapat mempermalukan nama anaknya. Tetapi, ia tetap memilih untuk melanjutkan perkejaan tersebut demi keberhasilan balas dendamnya, walaupun sebenarnya ia mulai menyadari bahwa tidak mungkin bisa balas dendam dengan bekerja sebagai seorang PSK.
“Bibik sama sekali ga ada niat untuk cari uang sama senang-senang waktu kayak gitu. Eeee… eee.. bibik cuma mau buat dia sakit hati. Itu aja nya.”
“Merasa berdosa juga nya bibik waktu itu. Apalah kata anak bibik kalo tau dia mamaknya kayak gini. Cuma ya namnya kalo dah melakukan kadang hiilang juga nya rasa kayak gitu.”
“Bibik ga nganggap itu pekerjaan waktu itu. Pokoknya sebatas untuk balas dendam ajanya. Orang pun mungkin maklum nya.”
Prinspip Wati yang seperti itu akhirnya hilang sesudah berbulan-bulan melakukan perkerjaan tersebut. Perasaan berdosa dan bersalah yang ada di dalam dirinya sudah mulai hilang. Ia mulai merasakan kenikmatan dan kebahagiaan bekerja sebagai seorang PSK. Wati mulai menjadi orang yang tidak memperdulikan pandangan lingkungan terhadap dirinya. Asalkan mendapatkan uang yang banyak, ia tidak peduli jika orang lain berpendapat negatif terhadap dirinya pada saat itu. Ia juga sudah melupakan anaknya ketika ia melakukan pekerjaan itu. Tetapi, walapun demikian, perasaan dendam yang dibawanya tetap tidak dapat hilang. Ia masih percaya bahwa pekerjaannya pada saat itu dapat membalaskan dendamnya terhadap suaminya.
“Nah, itu lah dia kalo sempat kerja kayak gitu. Ga uang pun bibik bilang Cuma kalo dah dapat banyak kan enak juga. Ujung-ujungnya ketagihan juga kan.”
“Bibik kemaren kerja gitu ngerasa senang juga ujung-ujungnya. Bibik bisa poya-poya. Kalo sama suami bibik mana bisa. Minta uang aja ga di kasi.”
“Tu juga, makin lama makin ga peduli kita kalo dah kerja gitu. Mana bibik ingat lagi anak waktu dah sering kyak gitu.”
Hal tersebut menunjukkan bahwa Wati akhirnya menjadikan PSK sebagai sebuah profesi yang dijalaninya. Hal tersebut dijalaninya selama 10 bulan. Memasuki bulan berikutnya, mulai tumbuh perasaan menyesal dalam diri Wati. Ia sangat menyesali mengapa ia bisa berbuat seperti itu.
“Bibik juga ga tau kenapa, kok bibik jadi kayak nyesal gitu. Bibik jadi sering nangis-nangis setipa kerja. Ujung-ujungnya bibik pengen berhent aja dari situ.”
Walaupun sudah memiliki niat untuk berhenti tetap saja Wati tidak meninggalkan pekerjaan tersebut. Hal ini dikarenakan setiap ia melihat suaminya, perasaan untuk balas dendam muncul kembali. Hal ini membuat ia bertahan di dalam pekerjaannya pada waktu itu.
“Bibik sudah niat kali keluar. Cuman, setiap ngeliat dia, benci kali lah rasanya bibik. Panas kali bibik rasa, nggak peduli pula dia. Ya ujungujungnya bibik teruskan aja.”
Memasuki waktu 1 tahun bekerja sebagai PSK membuat Wati menyadari selama ia bersama dengan suaminya, ia tidak akan dapat meninggalkan dunia tersebut. Wati menyalahkan suaminya atas situasi yang dihadapinya pada saat itu. Akhirnya, ia membuat keputusan untuk berpisah dengan suaminya tanpa memperdulikan tanggung jawabnya terhadap anak. Ia memutuskan lari dari suaminya dengan meninggalkan 2 orang anak. Akhirnya, setelah ia berpisah dengan suaminya, sedikit-demi sedikit ia mulai dapat meninggalkan dunia tersebut.
“Salah dianya makanya bibik bisa kyak gini. Coba ga ada dia ga gini nya bibik pun.Palak kali bibik dibuatnya.”
“Bibik tinggalin aja dia langsung, lari bibik. Kalo dibilang cerai dia ga mau. Mending ditinggalin aja.”
“Bibik ninggalin anak bibik sama dia. Takut bibik ga terawatt kalo bibik bawa. Gimanalah.. gapapa lah bibik rasa dulu itu. Sekarang baru nyesal.”
Bersambung...
Excellent article. I learned a lot of new things. I signed up and voted. I will be glad to mutual subscription))))
@nmax83, I gave you a vote!
If you follow me, I will also follow you in return!
Congratulations @nmax83! You received a personal award!
You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking
Do not miss the last post from @steemitboard:
Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!