IMAM ABUL ABBAS AL-MURSI (Wali Qutub Pada Zamannya)

in #esteem7 years ago (edited)

image

Nama penuhnya ialah Ahmad bin Hasan bin Ali al-Khazraji al-Anshari al-Mursi. Gelaran dan nama kunyahnya ialah Syihabuddin Abu al-Abbas. Beliau dilahirkan di kota Mursia di Andalusia (Sepanyol), sehingga namanya lebih dikenal dengan penisbatan ke kota ini; Mursi. Nasabnya bersambung dengan seorang sahabat Nabi SAW. yang bernama Sa’ad bin Ubadah al-Anshari. Beliau dilahirkan pada tahun 616 H./1219 M..

Syaikh Mursi lahir dari keluarga yang sangat berkecukupan. Orang tuanya adalah seorang pedagang berjaya hingga dapat mengirim putranya tersebut ke madrasah untuk belajar dan menghafal Al-Quran. Beliau berhasil menghafalkan Al-Quran selama satu tahun.

Suatu ketika al-Mursi bercerita : "Ketika aku masih usia kanak-kanak aku mengaji pada seorang guru. Aku menorehkan contengan hitam pada papan. Lalu guru tadi mengatakan :" seorang sufi tidak patut menghitamkan yang putih". Seketika aku menjawab : "Permasalahannya bukan seperti yang Tuan sangka. Tapi yang benar adalah seorang sufi tidak patut menghitamkan putihnya lembaran hidup dengan noda dan dosa" .

Selama di Andalus, beliau juga belajar ilmu usul fikih dan lainnya. Beliau juga ikut berdagang dengan sang ayah, hingga menjadi orang kaya. Kekayaannya tersebut beliau salurkan kepada orang-orang fakir miskin dan para ibnu sabil. Beliau hanya mengambil sedikit dari keuntungannya itu untuk sekadar bertahan hidup.

Pada tahun 1242 M. ayah beliau sekeluarga, beliau dan saudarnya Abu Abdillah Jamaluddin dan ibunya Sayyidah Fatimah binti Syaikh Abdurrahman al-Maliqi –radhiyallahu ‘anhum ajma’in—hendak menunaikan ibadah haji dengan menggunakan jalur laut arah Al-Jazair. Ketika kapal sudah mendekati pantai Tunisia, terjadi badai angin yang sangat besar hingga menenggelamkan kapal. Namun Allah SWT. menyelamatkan Maulana Syaikh Mursi dan saudaranya dari badai tersebut. Keduanya pun akhirnya tinggal di Tunisia. Di sinilah mereka bertemu dengan Syaikh Abu al-Hasan al-Syadzili, yang kemudian kedua mengikuti beliau pindah ke Mesir pada tahun 1244 M..

Mari kita perhatikan penceritaan Syaikh Mursi sendiri ketika berada di Tunisia: “Ketika saya berada di Tunisia, saya masih muda. Saya mendengar nama Syaikh Abu al-Hasan al-Syadzili. Kemudian ada seseorang yang mengajak saya untuk menemui beliau, namun saya tidak langsung menerima ajakannya sebelum beristikharah kepada Allah SWT.. Kemudian di malam itu saya tidur dan bermimpi seakan-akan saya naik ke puncak gunung. Ketika sudah sampai di puncak, saya melihat ada seorang lelaki dengan serban berwarna hijau di kepalanya. Beliau duduk dengan didampingi dua orang lelaki, satu di samping kanan dan satunya lagi di samping kiri.

Kemudian saya melihatnya, lantas beliau berkata: “Aku telah mendapatkan khalifah zaman ini.” Lantas saya pun terbangun. Setelah solat Subuh, orang yang mengajakku untuk menemui Syaikh Abu al-Hasan mendatangiku dan mengajakku kembali. Akhirnya saya pergi bersamanya untuk bertemu Syaikh Abu al-Hasan. Ketika saya melihatnya, ternyata serupa seperti yang saya lihat di dalam mimpi.Selanjutnya beliau bilang : "siapa namamu ?" Lalu aku sebutkan namaku. Dengan tenang dan penuh kewibawaan beliau berujar : "Engkau telah ditunjukkan padaku semenjak 20 tahun yang lalu!".

Semenjak kejadian itu al-Mursi terus mendapatkan didikan dari gurunya Syeikh Abu al-Hasan ini. Mereka berdua membangun pondok (Zawiyyah) Zaghwan di daerah Tunis, di mana s-Syadzili menyebarkan ilmu kepada murid-murid-muridnya yang beraneka ragam latar belakang dan pekerjaannya. Ada dari kalangan ulama', pedagang juga orang awam.
image
Syeikh As-Syadzili sebetulnya sudah lama meninggalkan Tunisia. Ia pergi ke Iskandariyah kemudian ke Mekkah. Kembalinya ke Tunis lagi ini membuat orang bertanya-tanya. Dalam hal ini dia menjawab : "Yang membuatku kembali lagi ke Tunis tidak lain adalah laki-laki muda ini (maksudnya Abul 'Abbas al-Mursi)". Setelah itu As-Syadzily kembali lagi ke Iskandariah, kerana ada perintah dari Nabi Muhammad SAW dalam mimpinya.

Ada sebuah cerita dari al-Mursi tentang perjalanan ke Iskandariah ini : "Ketika aku menemani Syeikh dalam perjalanan menuju ke Iskandariah, aku merasa sangat susah sehingga aku tidak mampu menanggungnya. Lalu aku menghadap Syeikh. Ketika beliau melihat penderitaanku ini, beliau berkata: "Hai Ahmad!", aku menjawab: "Iya tuanku", Beliau berkata: "Allah telah menciptakan Adam alaihis salam dengan tangan-Nya, dan memerintahkan malaikat-Nya untuk bersujud padanya. Allah kemudian menempatkannya di dalam syurga, lalu menurunkannya ke bumi,. Demi Allah! Allah tidak menurunkannya ke bumi untuk mengurangi derajatnya, tapi justru untuk menyempurnakannya.

Allah telah menggariskan penurunannya ke bumi sebelum Dia menciptakannya, sebagaimana firmannya "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi".. (QS. 2:30). Allah tidak mengatakan di langit atau di syurga. Maka turunnya Adam ke bumi adalah untuk memuliakannya bukan untuk merendahkannya, karena Adam menyembah Allah di syurga dengan di beri tahu (Ta'rif) lalu diturunkan ke bumi supaya beribadah pada Allah dengan kewajiban (Taklif), ketika dia telah mendapatkan kedua ibadah tadi, maka sepatutnyalah dia menyandang gelar pengganti (Khalifah). Engkau ini juga punya kemiripan dengan Adam. Mula-mula kamu ada di langit ruh, di syurga pemberitahuan (Ta'rif) lalu engkau diturunkan ke bumi nafsu supaya engkau menyembah dengan kewajiban (Taklif). Ketika engkau telah sempurna dalam kedua ibadah itu pantaslah engkau menyandang gelar pengganti (Khalifah)".

Begitulah Syeikh As-Syadzili mengantarkan Al-Mursi menuju ke jalan Allah demi memenuhi hatinya dengan rahasia-rahasia ilahiyah supaya kelak bisa menggantikannya, bahkan bisa dikatakan supaya dia jadi Abu Al-Hasan itu sendiri. Sebagaimana As-Syadzili sendiri pernah mengatakan : "Wahai Abu Al-Abbas! demi Allah., aku tidak mengangkatmu sebagai teman kecuali supaya kamu itu adalah saya, dan saya adalah kamu. Wahai Abu Al-Abbas.. demi Allah, apa yang ada dalam diri para wali itu ada dalam dirimu, tapi yang ada pada dirimu itu tidak ada dalam diri para wali lainnya".

Persatuan antara keduanya ini di jelaskan oleh Ibn Atho'illah al-Askandari: "Suatu ketika Syeikh As-Syadzili ada di rumah Zaki al-Sarroj, sedang mengajar kitab al-Mawaqif karangan al-Nafari, lalu beliau bertanya: "Kemana Abu al-Abbas?" Ketika Syaikh al-Mursi datang, beliau berkata: "Wahai anakku! bicaralah! Semoga Allah memberkahimu! bicaralah ! jangan diam", maka Syeikh Abu al-Abbas mengatakan: "Lalu aku di beri lidah Syeikh mulai saat itu".

Pada banyak kesempatan Sheikh As-Syadzili memuji ketinggian kedudukan Syeikh Al-Mursi, beliau mengatakan: "Inilah Abu Al-Abbas, semenjak dia sampai pada ma'rifatullah tidak ada halangan antara dirinya dan Allah SWT. Kalau saja dia meminta untuk ditutupi, pasti permintaan itu tidak akan dikabulkan.

Ketika ada perselisihan antara Syeikh Al-Mursi dengan Syeikh Zakiyyuddin Al-Aswani, Syeikh As-Syadzili bekata: "Wahai Zaki! berpeganglah pada Abu Al-Abbas, kerana demi Allah, semua wali telah ditunjukkan oleh Allah akan diri Abu Al-Abbas ini. Hai Zaki! Abu Al-Abbas itu seorang laki-laki yang sempurna".

Hal yang sama juga terjadi ketika ada perselisihan antara Syeikh Al-Mursi dengan Nadli bin Sulton. Syeikh Al-Syadzily mengatakan: "Wahai Nadli! tetaplah bersopan santun pada Abu Al-Abbas! Demi Allah, dia itu lebih tahu lorong-lorong langit, dibanding pengetahuanmu akan lorong-lorong kota Iskandariah"! As-Syadzili juga mengatakan: "Kalau aku mati, maka ambillah Al-Mursi, karena dia adalah penggantiku, dia akan mempunyai kedudukan tinggi di hadapan kalian, dan dia adalah salah satu pintu Allah".
image
Ilmu Sheikh Abu Abbas Al-Mursi

Imam Sya'roni menceritakan bahwa suatu ketika ada seseorang yang mengingkari keilmuan Syeikh Al-Mursi. Orang tersebut mengatakan: "berbicara tentang ilmu yang ada itu hanya ilmu lahir, tetapi mereka, orang-orang sufi itu mengaku mengetahui hal-hal yang diingkari oleh syara'". Di kesempatan yang lain orang ini menghadiri majelis Syeikh Al-Mursi. Tiba-tiba dia jadi bingung hilang kepintarannya. Seketika itu juga ia tidak mengingkari adanya ilmu batin.

Dengan sedar dan penuh sesal ia berkata : "Laki-laki ini sungguh telah mengambil lautan ilmu Tuhan dan tangan Tuhan". Akhirnya dia menjadi salah satu murid dekat Al-Mursi. Abu Al-Abbas mengatakan : "Kami orang-orang sufi mengkaji dan mendalami bersama ulama' fiqh bidang pengkhususan mereka, tapi mereka tidak pernah masuk dalam bidang pengkhususan kami".

Rupanya kealiman Al-Mursi tidak terbatas pada ilmu fiqh dan tasawuf. Ibnu Atho'illah menceritakan dari Syeikh Najmuddin Al-Asfahani : Syeikh Abu Al-Abbas berkata padaku: "Apa namanya ini dan itu dalam bahasa asing?" Tersirat dalam hatiku bahwa Syeikh ingin mengetahui bahasa ajam maka aku ambilkan kamus terjemah. Beliau bertanya: " Kitab apa ini?", Aku jawab : "Ini kitab kamusnya". Lalu Syeikh tersenyum dan berkata: " Tanyakan padaku apa saja,
terserah kamu, nanti aku jawab dengan bahasa arab, atau sebaliknya". Lalu aku bertanya dengan bahasa asing dan beliau menjawab dengan memakai bahasa Arab.Kemudian aku bertanya dengan bahasa Arab, beliau menjawab dengan bahasa asing. Beliau berkata: " Wahai Abdullah, ketika aku bertanya seperti itu tidak lain adalah sekedar basa-basi bukan bertanya sesungguhnya. Bagi wali tidak ada yang sulit, bahasa apapun itu.

Dalam penafsiran ayat "Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada-Mu lah kami mohon pertolongan. "(QS. 1:5), al-Mursi menafsiri sebagai berikut, "Hanya Engkaulah yang kami sembah maksudnya adalah Syariah, dan hanya kepada-Mu lah kami memohon adalah Haqiqoh. Hanya Engkaulah yang kami sembah adalah Islam, dan hanya kepada-Mu lah kami mohon pertolongan adalah Ihsan. Hanya Engkaulah yang kami sembah adalah Ibadah, dan hanya kepada-Mu lah kami mohon pertolongan adalah Ubudiyyah. Hanya Engkaulah yang kami sembah adalah Farq, dan hanya kepada-Mu lah kami mohon pertolongan adalah Jam'.
image
Karomah dan Keutamaan Abu Abbas Al Mursi

Kedekatannya dengan Yang Maha Kuasa menyebabkan ia banyak mempunyai karomah, di antaranya:Al-Mursi telah mengabarkan siapa penggantinya setelah ia meninggal. Orang itu adalah Syeikh Yaqut al-Arsyi yang lahir di negeri Habasyah. Suatu ketika ia meminta murid-muridnya agar membuat A'sidah (sejenis makanan). Iskandariah pada saat itu tengah musim panas. Karena heran ada seseorang yang bertanya : "Bukankah A'sidah itu untuk musim dingin ?". Dengan tenang Al-Mursi menjawab : " A'sidah ini untuk saudara kalian Yaqut orang Habasyah. Dia akan datang kesini ". Ada seseorang yang datang menghadap Al-Mursi dengan membawa makanan syubhat (tidak jelas halal-haramnya) untuk mengujinya.
image
Begitu melihat makanan itu Al-Mursi langsung mengembalikannya pada orang tersebut sambil berkata: "Kalau al-Muhasibi hendak mengambil makanan syubhat otot tangannya bergetar, maka 60 otot tanganku akan bergetar" . Pada suatu masa perang, penduduk Iskandariah semua mengangkat senjata untuk berjaga-jaga menghadapi serangan musuh. Demi melihat hal ini, Syeikh Al-Mursi mengatakan: " Selama aku ada ditengah-tengah kalian, maka musuh tidak akan masuk". Dan memang musuh tidak masuk ke Iskandariah sampai Abu-Al Abbas Al-Mursi meninggal dunia.

Ya Allah, curahkan dan limpahkanlah keridhoan atasnya dan anugerahilah kami dengan rahasia-rahasia yang Engkau simpan padanya, Amin

Syaikh Abu al-Abbas Mursi tinggal di Alexandria selama 43 tahun. Beliau tidak pernah lelah untuk menyebarkan ilmu dan mendidik masyarakat. Sifat wara dan takwanya sangat kesohor di tengah masyarakat.

Syaikh Mursi pernah mengatakan barangsiapa membaca selawat di bawah ini sebanyak 500 kali, maka ia pasti akan bertemu Rasulullah SAW. sebelum meninggal dunia:

اللهم صل علي سيدنا محمد عبدك و نبيك و رسولك النبي الأمي

Selepas wafatnya Syaikh Abu al-Hasan al-Syadzili pada tahun 656 H./1258 M., Syaikh Abu al-Abbas Mursi mengganti beliau sebagai mursyid tarekat Syadziliyah. Pada saat itu beliau mencapai usia 40 tahun.

Murid-muridnya

Diantara murid dan sahabat-sabat beliau adalah Ibnu Athaillah al-Sakandari, Yaqut al-Arsy, Ibnu Labban, Izz bin Abdissalam, Ibnu Abi Syamah dan lainnya.

Wafatnya

Beliau wafat pada 25 Dzulhijjah 686 H. dan dikebumikan di Alexandria Mesir di kampung Ra’s al-Tiin.

(Disarikan dari berbagai sumber
http://ruwaqazhar.com/abu-al-abbas-mursi-wali-qutub-di-zamannya.html

Sort:  

Hi! I am a robot. I just upvoted you! I found similar content that readers might be interested in:
https://muhammadghozaly.wordpress.com/2010/09/21/abu-al-abbas-al-mursi-khalifah-terbesar-thariqah-syadziliyah/