Memaknai Aqiqah dalam Kontek Keislaman

Banyak cara untuk mewujudkan rasa syukur kita kepada Allah sang pemilik alam semesta ini ketika kita sudah diberikan sesuatu yang istimewa, salah satunya ketika Allah mengkaruniai kita seorang anak dengan cara menyembelih seekor hewan yang dinamakan dengan Aqiqah yang diambil dari bahasa Arab.

Dalam Fathul Qarib Al-Mujib karangan Imam Al-Ghazali mendefinisikan Aqiqah didasari hukumnya yaitu sebagai Sunnah Muakkad sebagaimana Rasulullah saw. bersabda yang artinya sebagai berikut :

“Setiap bayi tergadai dengan aqiqahnya, disembelihkan (kambing) untuknya pada hari ketujuh, dicukur dan dan diberi nama” [HR Abu awud, no.2838 at-Thirmidzi no. 1522, Ibnu Majah no.3165 dll dari sahabat Samurah bin Jundub r.a.. Hadist ini dishahihkan oleh Al-Hakim dan pula disetujui oleh azd-Dzahabi, Syaikh al-Albani dan Syaikh Abu Ishaq al-Huwaini dalam kitab al-Insyirah Fi Adabin Nikah Halaman. 97].

Namun demikian, aqiqah juga dimaknai mengandung unsur-unsur melindungi anak dari setan yang mengganggu anak yang baru dilahirkan ke dunia. Dengan mengadakan aqiqah juga sebagai ajang bersilaturrahmi untuk memperkuat ukhwah (persaudaraan) antar keluarga, masyarakat dan ummat manusia ketika kita telah diberikan tambahan keturunan sebagaimana syiar Rasulullah untuk memperbanyak keturunan.

Ketika prosesi bejalan, biasanya akan dibacakan shalawat dan doa-doa dihadapan bayi yang baru dilahirkan untuk meminta berkah kepada Allah sang pemilik alam agar sianak mendengar lantunan-lantunan shalawat, doa dan ayat-ayat Allah.

Wallahu a'lam bissawab, “Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Engkau. Aku memohon ampunan dan bertaubat kepada-Mu, Amienn ya Rabbal Aalamiin”.

---

Terima kasih telah meluangkan waktu mengunjungi blog saya. Kiranya tulisan singkat ini bermanfaat dan teman-teman steemians menyukainya.
@subkiusman

---

Salam Komunitas Steemit Indonesia