Berita Bitcoin terbaru 2021
Jakarta, CNBC Indonesia - Bitcoin kian menunjukkan eksistensinya sebagai komoditas investasi. Harga cryptocurrency paling populer itu melonjak tajam dan tak henti mencetak harga tertinggi sepanjang sejarah.
Setelah sebelumnya tembus US$ 35.000 atau setara dengan Rp 490 juta per koin (kurs Rp 14.000/US$), kali ini harga Bitcoin menembus US$ 37.700 atau Rp 528 juta per koin, mencapai rekor tertinggi baru pada Kamis (7/1/2021).
Dengan kenaikan Bitcoin itu, berhasil mengangkat nilai total seluruh pasar cryptocurrency di atas US$ 1 triliun untuk pertama kalinya.
Menurut data dari Coindesk, dikutip CNBC International, harga koin digital itu mencapai level tertinggi sepanjang masa di US$ 37.739,08 sekitar pukul 1:44 malam, waktu Singapura, hanya beberapa jam setelah melewati angka US$ 36.000.
Harga Bitcoin naik lebih dari 5% dari hari sebelumnya sekitar pukul 14:42 waktu Singapura. Harga cryptocurrency ini juga naik sekitar 29% sejak awal 2021 dan dalam 12 bulan terakhir telah melonjak lebih dari 380%.
Sementara itu, nilai seluruh pasar cryptocurrency, yang terdiri dari Bitcoin dan koin digital lainnya seperti Ether dan Tether, melampaui US$ 1 triliun untuk pertama kalinya pada Kamis pagi, menurut data dari Coinmarketcap.
Kebangkitan Bitcoin telah dikaitkan dengan sejumlah faktor termasuk lebih banyak pembelian dari investor institusi besar. Investor terkenal seperti Paul Tudor Jones, misalnya, telah membeli Bitcoin.
Banyak pelaku pasar menyebut cryptocurrency mirip dengan "emas digital", aset safe haven potensial dan lindung nilai terhadap inflasi.
Dalam catatan penelitian terbaru, JPMorgan mengatakan Bitcoin dapat mencapai US$ 146.000 atau setara dengan Rp 2 miliar/koin dalam jangka panjang karena bersaing dengan emas sebagai mata uang "alternatif".
Ahli strategi bank investasi mencatat bahwa Bitcoin harus menjadi jauh lebih tidak stabil untuk mencapai harga ini. Bitcoin dikenal dengan perubahan harga yang liar.
Gagasan tentang bitcoin sebagai lindung nilai terhadap inflasi juga terus mendapatkan kekuatan karena pemerintah di seluruh dunia memulai program stimulus fiskal skala besar. Analis berpendapat hal ini dapat menyebabkan lonjakan inflasi.
"Bull run terbaru di bulan Januari ini pasti akan menarik perhatian manajer aset untuk mendiversifikasi lebih banyak aset mereka ke crypto karena mereka tertarik untuk menemukan investasi alternatif, seperti cryptocurrency atau emas, untuk melindungi nilai inflasi dan risiko geopolitik," Simons Chen, direktur eksekutif investasi dan perdagangan di perusahaan layanan keuangan cryptocurrency Babel Finance, kepada CNBC.
"Sejumlah besar investor ritel juga telah mengikuti perlombaan baru-baru ini karena mereka takut kehilangan peluang untuk memperoleh keuntungan yang cepat dan mudah dari kenaikan harga terbaru," tambahnya.
Tetapi beberapa kritikus Bitcoin - seperti David Rosenberg, ekonom dan ahli strategi di Rosenberg Research - menyebut Bitcoin sebagai gelembung.
"Pergerakan parabola dalam Bitcoin dalam periode waktu yang singkat, menurut saya untuk keamanan apa pun, sangat tidak normal," kata Rosenberg kepada CNBC.