KELUARGA, MODAL AWAL PENDIDIKAN MENTAL
Sahabat-sahabat Steemian,
Krisis mental suatu bangsa muncul lewat proses yang panjang. Biasanya terjadi secara tidak disadari. Tatkala merasakan akibat buruknya barulah orang menyadarinya.
Seperti krisisnya, demikian pula pembentukan mental manusia terutama berlangsung dalam dua lembaga, yakni keluarga dan sekolah. Membangun dan menjaga dua lembaga ini tetap utuh dan berfungsi secara penuh menjamin terbentuknya mental bangsa yang kuat dan berintegritas. Benar ungkapan ini:”Keluarga retak, masyarakat rusak.”
Peranan kaum ibu di Jepang telah menunjukkan betapa keluarga membentuk mental dan karakter anak-anak muda di negeri Sakura. Negara-negara yang memperhatikan, menjaga dan mengembangkan institusi pendidikannya tetap bermutu dan menjalankan fungsi pendidikan secara benar telah mengantar warganya menjadi bangsa yang besar.
Kini masyarakat mengeluh tentang sikap dan perilaku anak-anak muda khususnya dan masyarakat umumnya. Mereka sangat miskin budi pekerti dan nyaris tidak memiliki sopan-santun. Pemerintah telah mencoba menanamkan pendidikan budi pekerti melalui sekolah-sekolah. Tujuannya, supaya para murid tidak hanya belajar menjadi pandai dan merasa piawai karena bisa menggunakan gawai, tetapi menjadi manusia yang utuh, matang dan berbudi luhur.
Menanamkan budi pekerti bisa dilakukan lewat dan dengan cara yang sederhana sekali; tanpa kurikulum yang rumit berdasar teori. Ada minimal lima tips yang bisa menjadi awal pendidikan mental dan budi pekerti, yakni mengucapkan selamat pagi, permisi, mohon maaf, terima kasih dan silakan. Ini perlu dimulai dalam keluarga-keluarga.
Mengucapkan "selamat pagi", "selamat siang" (selamat sore, selamat malam) kepada orang yang dijumpai bukan merupakan kebiasaan bangsa Indonesia. Namun bisa dan perlu dimulai. Mengatakan "permisi"menunjukkan bahwa seseorang menghargai orang lain yang ada di dekatnya. Misalnya, pada waktu mau lewat di depannya. Meminta maaf mempertajam koreksi diri dan menanamkan rasa kerendahan hati. Ucapan terima kasih adalah etiket dasar dari orang yang mengerti menghargai pemberian dari orang lain, betapa kecilnya pemberian itu. Mempersilakan orang lain menjadi tanda nyata bahwa orang menempatkan orang lain di tempat lebih utama. Di sini orang belajar mengalahkan kepentingan dan egonya sendiri.
Jika hal-hal itu mulai dilatih dalam keluarga dan sekolah pada saat anak-anak masih kecil, niscaya mereka akan menjadi orang-orang yang berbudi pekerti luhur. Budi pekerti berkaitan terutama dengan tingkah laku, bukan dengan teori yang di dalam kelas dipelajari. Contoh dan teladan juga diperlukan.
Itu semua akan terwujud, jika dimulai. Pertanyaannya, sanggup dan bersediakah orang mendidik anak-anak untuk berkata:”Selamat Pagi”, “Permisi”, “Minta maaf”, “Terima kasih” dan “Silakan”? Persis seperti krisis mental terjadi perlahan-lahan dalam waktu lama, demikian pula pembentukan mental dan karakter yang baik dari setiap pribadi manusia.
MoBert280418
Hi, I'm an Upvote bot. I will upvote your post if you reply to this comment with "Upvote". 👍 a-0-0
+happyphoenix dan +sbi2, thanks for the upvote.
Akan sangat berbekas/pembiasaan pendidikan karakter pada keluarga