Kura-kura Berjanggut: Hikayat-hikayat dalam Bual
Kitab ini tidak berkisah tentang Dewa Wu Yun—mitos dan legenda Tiongkok yang merupa kura-kura raksasa berjanggut emas, tapi seputar gerombolan gaib telik sandi yang bermaksud membunuh sultan di Lamuri.
Tidak ada satupun isi kitab ini yang membahas masalah janggut, kecuali janggut Nabi Khaidir. Apalagi membayangkan seekor kura-kura memiliki janggut seperti kakek cabul dalam komik Dragon Ball Z yang menjadi guru Son Goku, Master Roshi.
Master Roshi
Hikayat ini memang kutunggu-tunggu dari sepuluh tahun lalu. Aku mendengar tentang kura-kura berjanggut pada pertengahan 2007. Saat itu di episentrum ulee kareng, markas Liga Kebudayaan Tikar Pandan, ada pertunjukan TV Eng Ong. Agus Nur Amal membawa Hikayat Kura-kura Berjanggut hasil hayalan Azhari.
TV Eng Ong, foto Husaini Nurdin
Aku masih ingat kisi-kisi kitab yang penuh omong kosong itu, disusun dalam sembilan bab yang saling tidak berkaitan. Menurut empunya kisah, bab-bab itu seperti jaring laba-laba yang nantinya merangkai dirinya sendiri menjadi sebuah kitab, seperti—bualan Azhari yang terinspirasi dari Catatan perjalanan kapal pengawal Potomac Amerika Serikat, kain sansista kallah.
Masih kuingat spoiler hikayat kura-kura itu, tentang Sultan, si Anak Haram memotong leher anaknya karena menzinai selir idamannya. Mungkin dia gamang bila selirnya melahirkan, lalu anak itu harus memanggilnya apa, kakek atau ayah? Dan pukimaknya, Si Ujud urung mengisahkan itu dalam kura-kura berjanggut yang sudah dicetak ini.
Aku juga mendapati omong kosong lainnya dalam kitab Si Ujud ini. Bagaimana Sultan Nuruddin menghabiskan waktu mendengar celoteh seorang jauhari, Nun Parisi menghayal tentang Mutiara Tuhan. Perlu sepuluh lembar menghabiskan bualan Nun Parisi, memulai omong kosong Mutiara Tuhan sebagai Batu Sulaiman sampai ke Marco Polo dari Venesia, sampai-sampai Anak Haram harus menghentikannya karena lapar.
"Jahanam, cukup! Aku sudah mendengar kisah itu. Aku lapar. Sekarang aku ingin menjamu tamu-tamuku, para pembawa Mutiara Tuhan, sebelum lapar membuat mereka melahapmu karena telah menyita waktu mereka dengan kisah sepanjang janggut Nabi Khaidir."
Untuk kau ketahui, Nun Parisi sendiri adalah sebuah hikayat lain yang bercerita tentang hal dan di masa lain. Kau bisa berselancar di dunia daring untuk mencari tahu hikayat itu. Jadi, paham, kan? Bagaimana Azhari dengan mengkambinghitamkan Si Ujud membual tentang Nun Parisi? Tentu saja, Nun Parisi dalam hikayat Anzib berbeda dengan versi Si Ujud. Si Ujud juga berbeda tokoh Raja Si Ujud dalam Hikayat Malem Dagang. Bahkan ada dua Si Ujud dalam bualan Si Ujud ini, yang satu dibunuh Sultan, sisanya mengkhatamkan Kitab Kura-kura berjanggut dan Kau tidak tahu bagaimana nasibnya kemudian. Maafkan saja bila ada kesamaan nama tokoh dan tempat, ini hanya fiksi belaka.
Si Ujud sendiri tidak jelas asal-usulnya—tiba-tiba saja dia sudah di Istamboel lalu bergabung dengan komplotan perompak Samudra Ilahi, meski menjelang khatam kitab Aku tahu nama aslinya dan anak hasil persetubuhan siapa. Itupun dari catatan Jean, si utusan Raja Perancis.
Aku menerima kitab bualan ini pada malam Jumat, 24 Mei lalu, seharusnya dua malam sebelumnya. Tentu saja Aku bukan orang pertama yang mendapatkannya. Menurut desas-desus yang berkembang, justru orang (setengah) gila yang pertama menerima buku ini langsung dari tukang hayalnya, Azhari, dan dia sangat bangga dan bahagia dengan kepertamaannya. Selamat, @acehpungo!
Dan, sumpah! Kitab ini maha tebalnya, 960 halaman. Buku paling tebal yang aku punya, Nagabumi I: Jurus Tanpa Bentuk hanya 815 halaman, dan Nagabumi II: Buddha, Pedang dan Penyamun Terbang (990 halaman) berhasil mengalahkan catatan Si Ujud ini, apalagi jika digabungkan keduanya beserta Nagabumi III yang belum jelas kapan jebrolnya.
Mulai membaca Jumat pagi di sela-sela kegiatan kantor, membuatku tidak khusuk. Aku teguh membacanya malam saja, setelah tengah malam menuju sahur. Sahur Jumat akhir Mei, aku khatam. Membaca Kura-kura Berjanggut perlu waktu khusus agar tidak lupa jalan ceritanya, karena kisahnya tidak berurut. Kadang harus membuka kembali pagina sebelumnya untuk agar ingatan menjadi taukid, apalagi pencantuman bulan-tahun yang meyakinkan—membuatku sedikit ragu. Lagi pula, banyak diksi yang mungkin tidak kau pahami. Bisa jadi, pemilihan kata-katanya antik, mengikut setting cerita Aceh masa kuno—meski sentilan di dalamnya sesuai masa kini.
Yakinlah, jika engkau penyuka teenlit, fiksi korea yang FFNC dan yadong, kitab ini tidak cocok untukmu.
Dan, kusarankan mulailah baca kitab ini sebagaimana membaca kitab-kitab kuning. Baca dulu glosari, terserah engkau membaca bualan yang mana setelahnya, karena semua akan merajut menjadi satu kesatuan, Kura-kura Berjanggut. Selamat menikmati hikayat-hikayat dalam bual Si Ujud!
Ulasan paling bernas tentang Kura kura berjanggut. Ini salah satu review paling menggetarkan yang pernah aku baca tentang KKB. Aku sudah menamatkan membacanya, dan sepertinya harus membaca dari awal lagi. Saking mengasyikkan membaca, tanpa sadar aku tiba di halaman terakhir, dan aku seperti baru saja keluar dari mimpi.
Bang, apa masih ada novel ini?
Pasti karena ada mensyennya, hahaha..
Resensi Kura-Kura Berjanggut dengan gaya peugah haba seorang 'juru bual'. Geuthat meukeunong bak ta baca. Haha
Bual harus dilawan dengan bual. Haha.
aku malah bingung mau menyelesaikan buku yang mana dulu diantara kedua buku ini
karena aku menemukan si ujud di dalam kedua buku ini.
ada saran bang @iamgepe ?
bang @acehpungo ?
Baiknya, selesaikan yang lebih tipis dulu. Simpan yang tebal untuk santapan usai bermain meriam bambu. Kalau menyelinap ke dunia Kura-kura Berjanggut dan tidak khatam, seperti kura-kura yang tubuhnya terlentang, Hahaha..
terima kasih sarannya bang
kalau terlentang ngga bisa berkutik jadinya bang 😂