Bidik Puisi #16|| Menganalisa Kematian Di Mata Penyair Sofyan RH Zaid
Bidik Puisi kali ini memilih karya prnyair muda kenamaan berdarah Madura, Sofyan RH Zaid demikian orang-orang mrmanggilnya dan pagar kenabian adalah buku yang pernah diterbitkannya.
Saya ketengahkan secara utuh puisinya yang ditulis di akun facebook pribadinya, tujuan postingan utuh ini agar konsentrasi pembaca tak pecah bersitatap dengan puisi aslinya.
Seribu Hari
:Ayahanda Zaidun
setelah seribu hari
ternyata tanah
tak bisa menguburmu
dari ingatanku
hari ini
aku tertusuk seribu duri
serupa hari pertama
kehilanganmu
dan kenangan berdarah lagi
benar kata ibu
"kuburmu adalah waktu
di mana aku pun menunggu"
14 Agustus 2018
Saya menyebut puisi ini sebagai jalan cinta penyair dalam mengungkap kematian adalah hal yang pasti dialami tiap ciptaan, ianya tak bisa ditawar.
Sebuah kematian yang diolah oleh penyair Sofyan bisa menjadi jalanvrenung untuk membinarkan nurani.
Penutup bait puisi ini sangat manis untuk mrmantik kesadaran bahwa kita hanyalah menunggu antrian psnjang berakaian kain kafan dengan gelar almarhum.
Puisi ini mengungkap ketakabadian ciptaan terjemahan bebas atas, "Tiap sesuatu pasti binasa kecuali Tuhan."
Biar sahabat tak penasaran sosok penyair Sofyan RH Zaid baiklah saya hadirkan foyonya kepada anda
Sumber Foto: arsippenyairmadura.com
Madura, 14 Agustus 2018
@fathuramien31
Maknanya dalam sekali ya
Terimakasih moga bermanfaat.
Hello @fathuramien31! Senang ini.. sudah kami resteem ke 7737 follower yah.. Sudahkah kita mengklaim airdrop dari Byteball?. (Sekelumit kontribusi kami sebagai witness di komunitas Steemit bahasa Indonesia.)
Saya selalu senang dengan postingan @puncakbukit sebab penuh informatif dan tulisan dengan ide mengalir
Congratulations @fathuramien31! You have completed the following achievement on Steemit and have been rewarded with new badge(s) :
Click on the badge to view your Board of Honor.
If you no longer want to receive notifications, reply to this comment with the word
STOP
Sofyan RH Zain tampaknya menimbang diksi secara tepat dan saya begitu diarahkan pada kondisi penyair yang diserbu ratap namun masih elegan dalam mengenalkan puisi. Situasi seperti inilah yang membuat puisi ini sangat antik