Perkara dan Alasan Acehnologi - Bab III (Vol. I)
Pada bab ini, banyak yang mengatakan terlalu cepat untuk menyebut istilah Ilmu Ke-Acehan. Sebab, Acehnologi bukanlah ilmu seperti di bidang sains, khususnya di bidang ilmu sosial dan humaniora. Dan ada beberapa yang mengatakan bahwa acehnologi dipandang sebagai respon negatif. Ada yang mengatakan bahwa Acehnologi tidak memiliki akar sejarah dalam sejarah Aceh. Bahkan tidak sedikit yang mengatakan bahwa Acehnologi dapat ditulis Acehnologi, yang berarti Aceh tidak berpengetahuan luas. Kemudian, masih ada pemikiran bahwa konsep Acehnologi tidak tepat, sehingga penulis mencoba menjelaskan dalam penelitian ini.
Di atas segalanya, keterkejutan operator bahwa Aceh memiliki akar pengetahuannya sendiri sudah cukup menjadi modal, mengapa harus ditulis secara khusus tentang Acehnologi ini? Ada yang mengatakan bahwa Acehnologi adalah ilmu yang bersifat lokal. Melihat berbagai tanggapan, baik dari segi negatif maupun positif, penulis mulai mencari cara bagaimana melanjutkan proyek Acehnologi ini. Dalam hal ini adalah karena proyek ingin menekankan bahwa agenda Acehnologi tidak dapat diselesaikan dalam satu atau dua tahun. Dengan demikian, penulis secara konstan melihat bagaimana struktur sains untuk memperkuat basis filosofis pengetahuan tentang Acehan.
Dalam hal ini, ada beberapa asumsi dasar yang dapat diusulkan.
Pertama, studi tentang Acehan menjadi studi yang dipinggiran. Ketika Aceh menjadi pusat di abad ke-17, studi ilmiah juga hadir di sampingnya. Namun, setelah tidak lagi menjadi pusat, studi tentang Ke-Aceh-an juga hanya berada di tepi sejarah dari dua catatan etnis Jawa dan Melayu lainnya.
Kedua, masyarakat Aceh telah mengalami proses de-strukturisasi masyarakat, baik secara kultural maupun sosial.
Kasus yang muncul karena Acehnologi ini adalah munculnya berbagai konflik yang mengatakan bahwa Acehnologi ini sebenarnya tidak layak untuk dijadikan objek studi. Tetapi dengan bermodalkan, bahwa Aceh memiliki akar ilmu, penulis terus menulis buku Acehnologi ini. Tampaknya benar, telah ada prediksi bahwa sains akan muncul di sekitar wilayah tersebut. Salah satunya adalah Acehnologi. Karena campur tangan Pemerintah Arab dan penjajah, itu membuat Aceh bukan pusat lagi. Dalam menghadapi hal ini, Aceh harus mampu bertahan dan memiliki strategi yang tepat untuk menangani masalah tersebut.
Hamzah Fansuri telah memberikan pandangan tentang konsep roh. Itu tentang cahaya, pikiran, dan Qalam. Semuanya dari Tuhan. Ini adalah Allah yang menciptakan cahaya (matahari), dari mana ia akan diterangi dengan jelas tentang bagaimana ilmu itu. Berikutnya adalah intelek, Tuhan juga memberi kita alasan. Akal untuk memahami masalah dunia dan mencari solusi. Ilmiah yaitu Tauhidik, adalah ilmu yang termasuk Tuhan di dalamnya.
Dalam bab ini dapat disimpulkan bahwa penulis telah mencoba menjawab mengapa Acehnologi didefinisikan sebagai bidang keilmuan? Dari beberapa penjelasan di atas menunjukkan bahwa Aceh memiliki akar sejarah yang sangat kuat, seperti di belahan lain dunia. Dan dalam bab ini juga memberikan presentasi awal tentang Aceh yang memiliki pola formasi ilmiah yang berbeda dari akar sejarahnya ke ilmu-ilmu yang berkembang di negara lain.