Tradisi malam boh gaca (malam berinai)
Sudah menjadi kebiasaan dalam masyarakat Aceh sebelum melangsungkan pesta pernikahan, terlebih dahulu bagi dara baro (mempelai wanita) melakukan boh gaca. Boh gaca atau berinai sudah tidak asing lagi bagi setiap perempuan di Aceh. hampir semua pengantin wanita Aceh menggunakan inai pada hari pernikahannya. Dan ini sudah menjadi tradisi turun-menurun sejak zaman dahulu hingga sekarang dalam masyarakat Aceh.
https://deskgram.org/p/1818859344561973316_8078088936
Boh gaca dilakukan selama tiga hari tiga malam, dimulai dari malam ke tiga sebelum pernikahan sampai malam terakhir sebelum digelarnya pernikahan. Nah sebelum dilakukan boh gaca terlebih dahulu dilakukan peusijuk dan biasanya dara baro (mempelai wanita) juga mengrias diri. Tapi sekarang ini ada juga yang mengunakan gaca (inai) pada 1 malam saja yaitu malam terakhir sebelum pernikahan. Boh gaca ini dipercayai oleh masyarakat Aceh akan memperkuat aura yang dipancarkan oleh dara baro ketika duduk diatas pelaminan. Saudara-saudara atau tamu yang datang ketika malam berinai mereka ada yang membawa beras ketan atau beras biasa, bahkan ada juga yang saudara dekatnya langsung memberikan kado pada malam boh gaca tersebut.
Gaca (inai) yang dipakai di Aceh yang disebut dengan oen gaca (daun pacar) ini berbeda dengan inai yang dipakai pada umumnya. Karena oen gaca ini terbuat dari oen gaca alami, yang dibuat dengan cara memisahkan daun inai (gaca) dengan tulang yang ada ditengah daun lalu dihaluskan dengan batu giling dalam bahasa Aceh disebut dengan Batee Seuneupeh, yang lalu daunnya diberikan sedikit air pada saat digiling dengan perlahan hingga halus, dan sedikit dicampur dengan minyak kayu putih yang katanya bisa lebih merah dan hasilnya lebih bagus. Nah biasanya ini dilakukan oleh nenek-nenek atau ibu-ibu yang sudah spesialis dalam menghaluskan dan menghasilkan warna yang merah alami dan tahan lama. Kemudian gaca (inai) ini di ukir di telapak tangan dan kaki dara baro dengan motif sesuai selera, setelah itu di diamkan hingga kering dan kemudian di cuci. Tetapi ada juga gaca (inai) instan Arab berbentuk pasta yang dijual di pasaran yang dapat dipakai langsung, dan ini lebih mudah digunakan dan lebih efektif. Dan sekarang variasi warnanya tidak hanya merah tapi juga ada yang berwarna silver/putih. Tapi gaca (inai) Arab ini ada kekurangannya yaitu cepat memudar (tidak tahan lama) seperti oen gaca. Selagi inai diukir di tangan dara baro para tamu yang datang diberi makanan untuk dimakan bisanya seperti kue, mie, atau ketan dan minuman yang disediakan oleh tuan rumah.
Selanjutnya setelah boh gaca selesai di hiasi untuk dara baro (mempelai wanita). Anak-anak sampai orang dewasa juga menunggu untuk memakai sedikit Inai mereka bahkan sangat antusias, biasanya gaca (inai) yang tersisa akan dipakaikan kepada mereka sanak saudara atau tamu yang datang pada saat malam berinai dan mereka rela menunggu mengantri demi mamakai inai.
Hingga sekarang boh gaca (berinai) masih dijaga baik oleh masyarakat Aceh. Tradisi boh gaca di acara penikahan tetap dilakukan sebagai bentuk pelestarian budaya di Aceh. Meski sekarang sudah sangat jarang kita temukan oen gaca (daun pacar) dan lebih memilih inai yang praktis seperti inai bentuk pasta.
Bereh that dara baro.
Posted using Partiko Android
👌👌
Hai @viraannajwa makasih ya sudah berkunjunh ke blog saya @msfa.
Udah gabung di @steembahasa belum ya?
Iyaa sama2 @msfa