YANG TAK TERSAMPAIKAN
YANG TAK TERSAMPAIKAN
Ketika jari-jariku sibuk meraba huruf dengan angka. Terbayang dalam
pikiranku hal yang sangat abu-abu. Bayangan tersebut sekilas seperti kupu-kupu
sedang mengayun-ayun sayapnya. Entah dari mana ia muncul, aku sendiri bingung
dengan semua ini, mungkin perlu sedikit hiburan.
Pikiranku mencoba menggapai bayangan itu, belum sempat aku mengulurkan
tangan, dalam sekejap, ia menghilang dalam kegelapan. Lama aku kaku dibuat
olehnya, dalam hati aku bertanya “apa bisa aku melukiskannya,” sekedar mengisi
kekosongan dalam lembaran ini. Namun pikiranku jauh berpaling ke belakang, entah
apa yang ada di sana. Aku sendiri bingung, bangaimana aku melukiskan semua itu.
Sebatang pohon tidak muda lagi lintas generasi menyapanya, banyak pustaka
yang terukir pada kulit yang mulai berkeriput. Ranting yang mulai berjatuhan, serta
daun yang mulai mengering, mungkin kurang asupan energi atau puisi. Diantara
pohon yang lain, Pohon ini terlihan asing terpisah jauh, pohon itu terlihat seperti
payung yang terus mekar.
Pagi yang indah bukan, untuk menikmati secangkir kopi dengan udara yang
segar dan cuaca yang amat bersahabat. Waktu itu aku melihat seorang gadis dengan
almamater putih abu-abu, berdiri amat dekat dengan pohon itu. Tampak begitu
bersemangat mengawali paginya, rawut wajahnya memancarkan aura yang penuh
dengan fhilosophis, demikian elastis membuat siapapun ingin mencubitnya, udah
kayak roti cubit aja, mamun sayang bukan muhrim. Bibir yang polos mungkin belum
tersentuh oleh lipstik, atau apalah namanya itu, yang biasa dipakai sebagai pewarna
makanan.
Seperti kebanyakan, gadis ini juga menutupi rambutnya dengan sehelai kain
berwarna putih. Aku sendiri tidah tau, entah berwarna apa rambutnya. Bisa saja warna
rambutnya hitam, atau warna-warni seperti pelangi. Jikalau warna dari rambutnya itu
hitam sungguh suatu hal yang sangat menarik, ketika dipadukan dengan sehelai kain
putih yang ia kenakan.
Yang menarik saat bibirnya membentuk sebuah senyuman membuat rawut
wajahnya tampak merona. Gadis itu tidak terlihat asing bagiku, entahlah, aku
mencoba untuk berpikir sejenak, untuk mencari sebuah jawaban. Barangkali aku
penah berjumpa dengannya, aku tidak tau mungkin hanya halusinasi. Ingin hati untuk
menyapa tapi apa daya rasa takut masih membara. Aku belum berani untuk menyapa
bukan karena sebab atau akibat tapi mental yang belum kuat. Perlu waktu untuk
menguatkan semua itu.
Sebuah bus tua yang memiliki satu pintu didepan dan yang satunya lagi berada
dibelakang, serta memiliki beberapa daun jendela. Berhenti agak jauh dari tempat
biasanya gadis itu berdiri. Entah apa yang dipikirkan supir itu, sehingga lupa menekan
pedal rem.. Dalam diam gadis itu bergegas masuk lewat pintu depan. Belum sempat
aku menggerakan kaki, sopir itu langsung tancap gas. Aku tak dapat berkata apa-apa,
bus itu menjauh dan meninggalkan asap untukku .
“Aku harus mencari kesempatan lain untuk mengucapkan selamat ulang
tahun” @tukangseduh
Mantap bang din, apakah ini kisah yang sempat kita bedah sampai pagi waktu itu?.
ya muhi, ini kisah yang nantinya akan menjadi dongeng.