"the beauty of togetherness"
– Masih ingat lagu anak singkong? Sepertinya waktu itu masih ada dikotomis yang sangat dalam, bahwa antara singkong dan keju tidak bisa bertemu, lain kasta/kelas, harus dipisahkan, diberi dinding yang tebal agar tidak bisa bertemu. Ini sebagaian kutipan lirik tersebut: “aku suka singkong, kau suka keju oi oi …. Manalah mungkin….”. Singkong seolah lambang makanan orang miskin, sementara keju untuk orang kaya. Singkong makanan orang desa, atau setidaknya walau di kota tapi makanan trotoar yang dijual memakai pikulan di pinggir jalan atau di terminal, sementara keju makanan orang kota yang adanya di tempat-tempat makan berkelas.
Kini zaman sudah berubah, ternyata singkong dan keju bisa bertemu. Sudah banyak penjual makanan yang judulnya “Singkong Keju”. Ternyata rasanya tak terduga, uueeenak.. luar biasa, subhanallah…
Ini kreatifitas yang harus diapresiasi, apalagi harga beras sudah mahal. Pelajaran yang paling berharga buat kita manusia bahwa kalau kita mau duduk bersama tanpa banyak mempersoalkan latar belakang, ternyata bisa memiliki citra rasa yang enak. Bersinergi membangun kebersamaan, saling memahami, saling menolong, saling memberi, saling melindungi, saling melengkapi… ooh alangkah indahnya dunia… kalau ini benar-benar terjadi.
Ternyata mempertemukan manusia tidak semudah mempertemukan antara singkong dan keju. Karena manusia makhluk hidup, punya hati dan pikiran, sementara singkong dan keju hanya benda mati, tentu tidak punya hati dan pikiran.
Ada banyak faktor yang menyebabkan sulitnya manusia bisa duduk bersama. Perbedaan latar belakang, kepentingan, tujuan, pikiran, perasaan, situasi kondisi dan lain-lain, itulah yang menyebabkan manusia sulit untuk selalu bersama. Tidak jarang pasangan suami istri yang sudah usia senja, berumah tangga sudah berpuluh tahun ternyata harus berpisah. Gejolak perasaan kadang berfluktuasi begitu cepat dan ekstrim. Lalu apakah mungkin kebersamaan ini bisa diupayakan? Jawabannya sangat, sangat mungkin. Bagaimana resepnya?
Kebersamaan bisa terwujud jika ada ikatan bersama, tujuan dan sasaran bersama, visi misi bersama, agenda bersama serta kepentingan bersama. Sementara kepentingan pribadi memang ada, tetapi harus di bawah kepentingan bersama. Kepentingan bersama harus di atas kepentingan-kepentingan pribadi.
Rusaknya sebuah lembaga atau tatanan sosial jika tidak memiliki sistem dan mekanisme untuk meredam ambisi-ambisi pribadi. Apabila ada kepentingan pribadi maka sebisa mungkin kita redam, kemudian selaraskan agar tidak merugikan kepentingan bersama, sehingga tidak ada agenda-agenda hidden yang merusak tatanan.
Untuk menjamin bahwa kita tidak memiliki agenda-agenda hidden maka harus berani terbuka. Tidak ada alasan apapun yang membenarkan kita untuk menutup diri, kecuali memang itu wilayah privasi. Ketertutupan membuka pintu prasangka buruk untuk orang lain, bahkan dalam Islam ada yang harus diumumkan dan disebarluaskan, seperti pernikahan.
Semakin banyak yang dirahasiakan semakin lebar pula prasangka atau tuduhan. Sulit ditafsirkan lain jika wilayah publik juga harus ditutupi, kecuali tuduhan ada tunggangan kepentingan pribadi. Kalau masing masing pihak punya kepentingan dan agenda sendiri yang mendompleng sebuah lembaga dan institusi, maka layakanya sebuah pohon yang dihuni oleh berbagai tumbuhan parasit. Satu parasit saja membuat pohon itu mati, apalagi parasitnya banyak. Maka yang akan rimbun lebat dan hijau tanaman parasitnya bukan pohon aslinya.
Orang-orang yang terbuka adalah orang-orang yang siap menerima fakta apapun yang berada di hadapannya. Ia tidak akan takut dilihat oleh orang lain. Sementara perbuatan dosa ciri-cirinya menurut hadits nabi adalah sebuah perbuatan yang apabila terlihat oleh orang lain maka si pelaku akan merasa malu.
Orang yang siap menerima fakta adalah orang yang punya jiwa besar serta lapang dada. Ia mempunyai harga diri untuk melakukan perbuatan hina, apalagi menjadi parasit bagi orang lain atau penghisap bagi sebuah lembaga atau institusi. Belum lagi bicara maksiat, dosa atau neraka baru bicara gengsi dan harga diri saja ia akan sangat malu untuk sebuah perbuatan yang akan membuat dirinya merasa terhina seperti menjadi parasit.
Jika kita ingin terbuka siap menerima fakta, kita juga harus berlapang dada, maka harus pula siap menerima masukan apapun dan dari siapun. Kritik dan saran merupakan gizi yang sangat baik untuk kita terus berkembang. Musuh adalah patner tebaik untuk lebih sensitif melihat kekurangan kita. Kalau perlu kita siapkan bonus-bonus untuk orang yang sering melihat kekurangan dan mengkritik kita. Semakin banyak masukan semakin cepat orang itu berkembang. Maka tidak ada alasan lagi , takut duduk bersama-sama dengan siapapun, karena kita sudah mempunyai sikap lapang dada.
Tujuan, agenda, kepentingan bersama, akan bisa kokoh terwujud kalau kita sering duduk bersama. Tidak perlu ada yang ditakuti lagi jika kita siap terbuka, lapang dada, dan siap menerima masukan. Kita juga tidak takut buka-bukaan karena kita tidak punya agenda hidden. Tidak juga takut bertemu siapapun karena kita tidak merasa punya konflik dengan siapapun.
Maka kita senantiasa merasa nyaman, dalam situasi kondisi bagaimanapun, di manapun dan dengan siapapun. Kalau semua pihak sudah punya perasaan seperti ini maka tidak ada masalah yang tidak terselesaikan. Perasaan seperti inilah yang kita sebut kompak, semua masalah pasti akan bisa kita selesaikan. Jadi kata kuncinya “sering duduk bareng”
Sering duduk bareng saja tidak cukup, kalau tidak disertai kebersihan hati dan jiwa. Para politikus sering duduk bareng di gedung pareleman, bahkan sampai larut malam. Tetapi ketika masing-masing punya agenda, ambisi, tujuan yang berbeda-beda yang terjadi hanyalah perkelahian. Mungkin saja pada awalnya seseorang yang terjun dalam sebuah medan perjuangan masih punya kebersihan hati, orientasi yang lurus, pandangan yang idealis. Tetapi ketika ada kesempatan dan peluang materi di hadapannya, terus-menerus, bisa saja mengubah jalan pikiran, orientasi dan idealisme seseorang seseorang. Oleh karena itu menjaga kebersihan hati dan jiwa tidak boleh berhenti, atau dibatasi oleh tempat dan waktu tertentu saja.
Kebersihan jiwa dan kesucian hati sangat diperlukan untuk meredam dan mengendalikan ambisi-ambisi pribadi. Pandangan seseorang terhadap materi sangat tergantung kondisi hatinya. Hidup manusia dikendalikan oleh pikiran dan perasaannya yang bermuara di hati. Rasulullah bersabda: “ Ingatlah di dalam tubuhmu ada segumpal daging, jika ia baik maka baik seluruh jasadmu, ada apabila ia buruk, maka buruklah seluruh jasadmu, ingalah segumpal daging itu adalah hati.
Sehingga pengendalian hati juga menjadi kunci adanya kebersamaan. Kalau setiap kita mau berupaya keras untuk mengendalikan hati, insya Allah akan sangat mudah tercapainya kebersamaan. Cara yang paling ampuh mengendalikan hati adalah adanya kesiapan agar menerima Zat yang Maha Kuasa yang mampu mengendalikan hati. Dalam surah Al-Anfaal (8) ayat 63 Allah berfirman:
“Dan Allah lah yang menyatukan hati kalian, seandainya kalian anggarkan belanja semua yang ada di bumi, tidak mungkin kalian bisa mempersatukan hati, karena Allah lah yang menyatakan hati mereka”
Hi! I am a robot. I just upvoted you! I found similar content that readers might be interested in:
http://www.dakwatuna.com/2014/09/19/57121/indahnya-kebersamaan/