The Diary Game | 28 Juni 2025 | Usai Pesta di Pidie, Melepas Penat ke Lampuuk
Apakabar semuanya
Agenda hari ini adalah menghadiri pesta perkawinan di Pidie Convention Center (PCC), Sigli. Undangan ini sudah beberapa kali diingatkan oleh pihak keluarga linto baroe, pengantin pria. Kami pun berangkat dari Banda Aceh ke Sigli pada pukul 10 pagi. Di perjalanan, kami sempat singgah sejenak di Cikgu Seulawah.
Perjalanan kemudian dilanjutkan. Jarak dari Banda Aceh ke Sigli memakan waktu sekitar dua jam. Lintasan Seulimeum–Sigli belum melewati tol; hanya rute dari Blang Bintang ke Seulimeum yang sudah bisa memanfaatkan jalan tol untuk mempercepat perjalanan. Seandainya Seksi 1 Tol Seulimeum–Padang Tiji sudah dibuka, waktu tempuh bisa hanya 30 menit, lebih cepat, lebih hemat.
Namun kali ini, perjalanan memakan waktu lebih dari dua jam. Kami sedang cukup terburu-buru, karena setelah Zuhur ada rencana mendampingi keluarga dari Peureulak, Aceh Timur, bermain di Pantai Lampuuk, Lhoknga. Itu sebabnya kami tak bisa berlama-lama di lokasi pesta.
Riuhnya Pesta
Setelah parkir dan bersiap sebentar, kami memasuki aula utama PCC Sigli. Melihat antrean panjang dan ramainya tamu, putri sulung saya, Fathie, mulai menunjukkan wajah tidak senang. Dua adiknya, Ghazi dan Gulfam, pun mulai gelisah. Trio GMB ini (Fathie, Ghazi, Gulfam) mulai terlihat tak nyaman.
"Ayo kita pulang saja," ujar salah satu dari mereka, ketus.
Saya mencoba menenangkan dan meminta mereka bersabar. Setelah menyapa pengantin pria dan berfoto sejenak di panggung utama, saya pun mencari sedikit makanan untuk mengganjal perut.
Sayangnya, menu yang tersedia kurang sesuai harapan. Setelah beberapa suapan, kami memutuskan untuk segera kembali ke Banda Aceh. Usai mengambil beberapa gambar lokasi dan sudut menarik, perjalanan kami lanjutkan ke Pantai Lampuuk.
Perjalanan pulang terasa lebih berat dibandingkan saat berangkat. Pukul 13.07 WIB kami keluar dari arena pesta. Karena dikejar waktu dan anak-anak tak sabar ingin bermain pasir putih, kami merasa seperti diburu. Pukul 15.35 WIB, kami sudah bergabung dengan rombongan lain di Warung Metuah.
Menanti Senja
Begitu melihat laut, Ghazi dan Gulfam langsung berganti pakaian. Baju renang langsung dikenakan, sementara saya menunggu makanan datang, perut sudah kosong sejak pagi. Sepanjang perjalanan tadi, hanya ada camilan seperti pisang rebus, sisa dari warung Cikgu.
Sambil menunggu makanan dan minuman, saya menikmati suasana pantai Lampuuk. Yang menarik perhatian adalah berbagai wahana permainan seperti speedboat, banana boat, jet ski, dan donut boat.
Beberapa anggota rombongan dari Peureulak mulai mencari penyedia jasa wahana. Setelah dapat, para ibu-ibu pun langsung menerjang ombak Lampuuk yang terkenal cukup besar. Mereka menghindari banana boat atau donut boat karena takut basah kuyup.
Waktu berlalu tanpa terasa. Karena berada di pinggir laut, pukul tujuh malam masih terasa seperti pukul enam. Senja menjadi satu-satunya penanda waktu. Sebagian anggota rombongan mulai pulang sebelum Magrib. Kami memilih bertahan untuk menanti langit "terbakar" senja.
Setelah ditunggu cukup lama, akhirnya matahari tenggelam. Sayangnya, warna senja tak sesuai harapan. Hanya ada pendaran jingga tipis, lalu langit cepat berubah menjadi abu-abu. Malam turun perlahan. Saat itulah kami pun pamit dari pasir putih Lampuuk, mengakhiri seluruh rangkaian hari ini.
https://x.com/steemunaa/status/1940729299004543371