The Silent Digger in the Yard
welcome to the steem of animals community on the iqlimaa blog this time |
---|
Rasanya tidak ada yang istimewa pagi itu hingga mata saya tertumbuk pada gerakan kecil yang nyaris tak terlihat di tanah gembur dekat akar pohon mangga seekor serangga kecil tak lebih besar dari biji lada sedang menggali tanah gerakannya pelan teratur dan sangat tekun ia seperti menggali dengan mulut nya yang kokoh seperti sekop mungil lalu menendang butiran tanah keluar dari lubang yang makin dalam.
Saya mendekat duduk jongkok agar bisa mengamatinya lebih dekat dapat mengambil gambar nya secara perlahan-lahan, dengan susah payah saya mengambil beberapa pemotretan kecil serangga itu berwarna coklat tua nyaris hitam dengan tubuh bersegmen dan dua antena pendek yang terus bergerak sekilas saya melihat mirip seekor semut kecil tapi lebih kekar mungkin seekor kumbang tanah atau bahkan larva dari serangga yang lebih besar.saya tidak begitu yakin tapi yang jelas ia tengah membangun sesuatu sebuah lubang yang tampaknya menjadi rumah atau tempat perlindungan.
Saya termenung sejenak begitu kecil makhluk ini namun begitu tekun Ia tak memperhatikan kehadiran saya sama sekali yak gentar oleh bayang-bayang tubuhku atau langkah-langkah kaki ayam peliharaan yang kadang lewat.dunia baginya adalah tanah,pasir dan aroma dedaunan gugur dunia yang sama yang sering kita abaikan,injak bahkan rusak tanpa sadar.
Saya lalu membayangkan bagaimana dunia terlihat dari matanya segalanya besar dan mengancam sepotong daun mungkin seperti atap rumah sebutir kerikil seperti batu raksasa dan seekor burung adalah raksasa bersayap yang bisa muncul kapan saja untuk mengakhiri hidupmu. Namun,di tengah ketakutan itu ia tetap menggali sebisa mungkin karena itulah satu-satunya hal yang ia tahu atau mungkin karena itulah panggilan hidupnya.
Setiap kali ia menendang tanah keluar dari lubang saya merasa seperti sedang menonton tukang bangunan yang tengah membangun rumahnya sendiri dengan tenaga waktu dan keterampilan yang ia miliki.tak heran ada cetak biru tak ada alat bantu modern hanya naluri dan hasrat untuk bertahan hidup.
Saya memikirkan betapa sering kita manusia mengeluh soal pekerjaan yang melelahkan,soal tujuan hidup yang kabur atau soal rumah yang belum sempat direnovasi. Tapi serangga ini ia tak bertanya kenapa harus menggali. Ia tidak meragukan hasilnya.ia tidak frustrasi bila tanahnya runtuh dan harus mulai dari awal Ia hanya bekerja,hari demi hari, menit demi menit, dengan tekad yang tak tampak tapi nyata Walaupun secara nyatanya seekor serangga ini tidak memiliki akal seperti kita.
Saya tersenyum lepas kadang anak-anak melihat dunia dengan cara yang jauh lebih jujur daripada kita Ya,serangga itu kecil tapi keberaniannya jauh lebih besar dari ukuran tubuhnya mungkin karena ia tidak tahu apa itu takut, atau karena ia tahu takut tapi tetap memilih untuk menggali.Hari-hari berlalu saya mulai terbiasa mengawasi si penggali tanah itu setiap pagi kdang lubangnya tertutup lagi karena hujan deras semalam. Tapi keesokan harinya, ia akan muncul lagi kadang aku tidak melihatnya, hanya lubang kecil itu sebagai jejak bahwa ia pernah bekerja di sana dan kadang, aku melihat dua atau tiga serangga sejenis, seolah proyek penggalian ini bukan hanya milik satu individu tapi bagian dari sesuatu yang lebih besar sebuah koloni mungkin.
Saya mulai membawa kamera kecil bukan untuk diunggah ke media sosial tapi untuk mendokumentasikan proses itu di platform stemit seolah aku sedang menulis jurnal kehidupan serangga mungil yang tanpa sadar telah mengajarkanku tentang kesabaran,ketekunan dan arti tempat tinggal yang sesungguhnya.
Halaman rumah saya tidak pernah terasa begitu hidup sebelumnya daun-daun kering yang jatuh kini seperti selimut retakan tanah seperti jalan rahasia dan serangga-serangga kecil itu mereka seperti pekerja senyap dalam dunia bawah tanah yang selama ini luput dari perhatian kita,saat saya kembali mengamati si penggali tanah saya mendapati lubangnya tak lagi ada.hanya tanah yang rata dan jejak-jejak kecil yang samar di atasnya Ia sudah pergi Atau mungkin telah pindah atau mungkin sudah menyelesaikan rumahnya dan kini tinggal di dalam sana tak lagi muncul ke permukaan.
Saya duduk kembali di bangku kayu tua itu menatap tanah dengan segelas kopi yang kini mulai dingin rasanya seperti kehilangan teman aneh bukan? Tapi begitulah manusia. Bahkan pada makhluk sekecil itu kita bisa membangun koneksi karena di dalam hati saya tahu saya telah belajar banyak dari serangga itu tentang hidup,tentang kerja keras dan juga tentang tidak menyerah bahkan ketika tak ada yang menonton atau memuji.
Kini, setiap kali saya berjalan di halaman menatap tanah dengan lebih hati-hati mencari gerakan kecil, lubang mungil atau jejak-jejak kaki yang samar serangga adalah dunia yang sunyi tapi penuh kerja keras.mereka tak berteriak tapi meninggalkan bekas dan saya sebagai manusia yang sering merasa tahu segalanya, merasa kecil di hadapan keteguhan seekor serangga yang menggali rumahnya sendiri tanpa keluhan,mungkin di dunia ini, kita semua adalah penggali bedanya sebagian dari kita lupa kenapa mulai menggali.
Terimakasih sudah singgah dan membaca postingan saya,sampai jumpa lagi di postingan selanjutnya...... |
---|