Termangu, Nerazzurri
Sumber : www.goodfon.com, di edit menggunakan Canva
Sebagai seorang Tifosi inter Milan, sulit merangkai narasi untuk menggambarkan jalan yang luar biasa musim ini. Musim yang begitu dekat dengan kesempurnaan, namun berakhir dengan rasa pahit di ujung. Ini menjadi bukti, letak keindahan sepakbola terkadang datang bersama dengan rasa sakit.
Bagaimana tidak, Internazionale Milano tampil begitu perkasa di awal hingga pertengahan musim. 3 gelar utama yang di incar tidak jauh dari jangkauan, Coppa Italia, Liga Italia, dan Liga Champions terlihat begitu dekat.
Cara Nerazzurri melangkah pun cukup pasti, kuat di lini belakang dan efektif di lini depan. Strategi Simone Inzaghi dengan rotasi unik di setiap pertandingan, seakan membuktikan mereka akan berada di puncak nantinya.
Mendung tidak berarti hujan, begitulah kalimat sederhana yang terlihat di akhir musim. Tembok belakang tiba-tiba retak, determinasi semakin berkurang. 3 gelar utama yang terlihat jelas semakin memudar, satu persatu menjadi mimpi buruk dari awal yang indah.
Sinyal merah terlihat di Coppa Italia, lawan yang di hadapi adalah teman sekampung. AC Milan menjadi kenyataan yang menakutkan musim ini, dan terbawa hingga ke Coppa Italia. Gelar pertama yang dikejar lepas setelah takluk agregat 4-1 pada partai semifinal, nyaris tapi harus dilupakan.
Sebagai pendukung setia saya berharap cukup sampai di situ, biarkan yang kecil lepas untuk dua gelar besar yang masih tersisa. Masih dengan gaya yang sama tapi terlihat negatif, langkah masih benar karena di jalur perburuan gelar.
Liga Italia memasuki pekan-pekan terakhir, Napoli sebagai pesaing utama terlihat gugup di puncak. Gelar Scudetto nyaris ada saat Napoli tiba-tiba imbang di dua pertandingan menuju akhir, dan Inter unggul di 2 menit menjelang laga berakhir kontra Lazio.
Inter seketika ada di puncak, setelah beberapa pekan mengejar. 2 menit laga hampir berakhir, penalti Lazio membuat papan peringkat kembali sama di akhir laga. Tidak ada pilihan untuk laga terakhir, harus menang dan menunggu kabar duka dari Stadion Diego Armando Maradona.
Perjuangan terakhir di pekan terakhir sudah benar dilakukan, tapi nasib membawa Scudetto ke arah Napoli. Inter dan Napoli sama-sama menang, selisih 1 poin yang menjadi pembeda, membuat Napoli menjadi juara Liga Italia.
Tinggal 1 gelar tersisa untuk menjadi obat paling mujarab bagi Inter Milan dan Tifosi. Piala paling besar di seantero eropa, ya... Liga Champions. Gelar yang dapat melupakan semua gelar yang didapat oleh pesaing bila saja dapat di raih.
Di Liga Champions Bayern Munich bertekuk lutut, hingga Barcelona juga ikut terkubur. Dua tim besar ini melihat Inter Milan sebagai tembok yang tiba-tiba menjadi moster, serangan mematikan membuat dua lawan itu hancur di liga Champions. Akhirnya, Inter Milan melaju ke Final untuk berhadapan dengan calon juara baru di Allianz Arena, markas tim yang mereka taklukkan yaitu Bayern Munich.
Celaka!, partai final liga Champions digelar di tempat yang selalu menghadirkan juara baru. Sialnya Paris Saint-Germain atau PSG lagi mengincar gelar pertama mereka, kutukan seakan akan menjadi kenyataan walau itu terlihat tidak logis.
Sebagai Tifosi inter Milan yang menyaksikan dari layar kaca, awal mula aura kurang nyaman terlihat dari kostum tim yang Inter Milan gunakan. Kuning, tidak ada sejarah bagi tim La Beneamata. Jersey biru hitam yang terlihat sangar tidak digunakan karena regulasi, alhasil saya melihat Paris Saint-Germain seperti melawan Borussia Dortmund.
Belum lagi tahun ini banyak tim-tim yang belum pernah mengangkat piala, keluar sebagai juara. Lengkap sudah aura-aura kurang mendukung tersebut, meskipun keyakinan Inter tampil bagus menjadi harapan besar sebelum laga.
Sumber : www.goodfon.com
Teng...teng.....
Laga puncak pun di mainkan dini hari waktu Indonesia, semua mata pecinta sepakbola tertuju kepada kedua tim. PSG menjadi unggulan, inter berada dalam tekanan kurang baik.
Drama hancur lebur pun terjadi, 2-0 Inter dipaksa tertinggal di babak pertama. Berharap ada perlawanan di babak kedua, hanya cerita dongeng karena Inter terlihat kaku tanpa serangan.
3 gol tambahan menyiksa ular besar di atas lapangan, kutukan dan tren juara baru berlanjut. Inter hancur berantakan di akhir laga, 5-0 adalah skor mencolok yang membuat partai final ini menjadi kekalahan terburuk di partai puncak. Inter Milan menderita, luka 2 tahun lalu terbuka lagi.
Cukup mengejutkan akhir drama di musim ini. Dari yang terdepan dalam pacuan, hingga tersungkur tak berdaya setengah meter menjelang garis akhir. Tak bergerak dan tak berdaya.
Pada akhirnya, bagi Inter Milan tahun 2025 menjadi musim hebat tanpa Mahkota dan aku pun Termangu.