Refleksi : Buanglah Sampah Pada Tempatnya
Salam hangat Steemian semua
Manusia yang humanis ialah manusia yang menjunjung tinggi nilai-nilai budaya yang baik. Manusia yang mengupayakan dirinya bermanfaat bagi manusia yang lainnya. Itulah representasi manusia yang memiliki Budi Pekerti yang baik. Semangat Budi Oetomo ialah semangat menomor satukan budi pekerti.
Manusia sudah sepantasnya menjaga alam dengan penuh kesadaran. Salah satunya dengan membuang sampah pada tempatnya. Memilah sampah dengan sebijak-bijaknya. Mengingat, sampah memiliki kelompoknya masing-masing. Maka dari itu, pendidikan memilah sampah sudah seharusnya dilakukan sejak dini. Namun, apakah segala komponen yang dilibatkan mampu menjalankannya?
Sampah yang mudah di temukan di tengah-tengah masyarakat ialah sampah anorganik. Sampah anorganik, pada dasarnya menjadi solusi untuk masyarakat. Namun seiring berjalannya waktu, sampah anorganik menjadi musuh nyata bagi seluruh komponen masyarakat. Antara pemanfaatan dan pengendalian yang tidak berimbang inilah menjadikannya problem serius.
Masyarakat teramat mudah menemukan sampah plastik di sekelilingnya. Seakan, hadirnya tempat pemilahan sampah bukan sebuah solusi. Kesadaran memang seharusnya di bangun secara bersama-sama. Namun, bagaimana sekelompok masyarakat merespon akan hal baik ini?
Hal baik memang tetap dibagikan secara perlahan dan berkelanjutan. Walaupun pada titik tertentu, pemberi peringatan teramat lelah akan problem yang dihadapi. Seakan, fungsi pengendalian sampah tidak mampu menjawab tantangan masyarakat. Rasa jenuh perlahan mempengaruhi akal sehat. Pada akhirnya, memilih untuk tidak peduli menjadikannya pilihan terbaik.
Sampah plastik teramat mudah di temukan di sungai dan pantai. Hal-hal indah yang menjadikannya suatu penyegaran. Pada akhirnya menghilangkan esensi dari keindahan alam. Terlebih, air sebagai kebutuhan terpenting untuk kelangsungan hidup dicemari oleh sampah yang mengandung mikroplastik. Pencemaran yang menggangu hormon makhluk hidup.
Titik yang menyebabkan kepedulian mengharuskan manusia untuk tidak mempedulikannya. Rasa acuh seakan menuntun manusia untuk menghilangkan kesadarannya. Pertanyaan sederhana, apakah mereka sepenuhnya tidak peduli ataukah jenuh dengan mengulang kembali untuk saling mengingatkan?
Pada titik terjenuh dan membuat bete. Kesadaran yang sepantasnya di bangun secara bersama-sama. Pada akhirnya dilimpahkan sepenuhnya kepada manusia yang memiliki kepedulian dan kesehatan berpikir. Apakah hal ini akan terus berlanjut dan berlangsung secara berulang-ulang?
Kita yang diberikan kesadaran akan hal baik. Apakah tidak berputus asa saat cemooh hadir atas kepedulian yang diusahakan? Itulah, pertanyaan yang dapat di jawab oleh pribadi masing-masing!
Semoga tulisan ini mampu menjawab atas problem yang dihadapi. Bukankah tugas individu manusia hanya mengingatkan manusia yang lainnya?